A Song of the Angels' Souls

163. Para Pendendam



163. Para Pendendam

0Zita menyeret satu tubuh manusia yang penuh. Jejak darah terus memanjang setiap bidadari sinting itu mengambil langkah. Mulutnya mengembangkan senyum sumringah, sangat tidak singkron dengan matanya yang membelalak begitu lebar.     
0

Zita melemparkan tubuh itu ke tengah-tengah jalanan besar itu.     

"Terimakasih, sepertinya sudah cukup." Aiden memberikan senyum miring kepada bidadarinya itu, kembali menata tubuh-tubuh manusia tersebut sedemikian rupa.     

Menelengkan kepala mengamati hasil karya Aiden, Zita bertanya. "Kamu membuat tulisan? Akan lebih bagus kalau kamu melakukannya dengan cara biasa, kan?"     

Aiden terkekeh, menarik satu tubuh yang tadi dibawa Zita untuk melengkapi huruf E di tulisan yang dibuatnya. Karena darah masih banyak yang mengalir dari tubuh-tubuh yang menyusunnya, tulisan itu jadi mengilat disirami cahaya penerang dari tiang-tiang di alun-alun tersebut.     

"Yah, aku sih inginnya bisa membuat yang terbaik, tetapi kita diburu waktu, sebentar lagi musuh kita datang," jawab Aiden akhirnya.     

Terdengar deru berat sebuah kendaraan dari kejauhan.     

"Panjang umur, sepertinya itu mereka," desis Zita, senyumnya hilang seketika, pandangannya membengis, menunjukkan kebencian yang begitu kentara. "Saatnya membalaskan dendam Varya."     

Aiden dan Zita menunggu di tengah jalanan. Zita sudah memasang kuda-kuda siap bertarung, sementara Aiden cuma berdiri santai dengan tangan bersedekap.     

"Sweet." Aiden sedikit bersiul saat mendapati kendaraan hitam yang datang. Kendaraan itu tidak seperti mobil pada umumnya. Bagian luarnya seperti dilapisi dengan material yang begitu kokoh. Rodanya menggunakan ban yang alur ukirannya cukup dalam, jelas sekali diperuntukkan untuk off road.     

Sekilas, mobil itu terlihat lebih mirip tank atau kendaraan berat militer, dibandingkan mobil pada umumnya.     

Ione yang berada di atas atap kendaraan itu pun menyipitkan matanya saat melihat 'karya' Aiden di kejauhan. Begitu kendaraan itu berhenti agak jauh dari Aiden dan Zita, Ione melpomat ke salah satu pucuk tiang lampu penerang jalan yang cukup tinggpi     

Dia bisa melihat tulisan 'selamat datang Ione' yang disusun dari tubuh-tubuh manusia berbagai pose. Karena manusia-manusia itu membeku, ekspresi mereka kebanyakan biasa saja, tidak menunjukkan rasa sakit sama sekali.     

"Kalian tidak datang ke tempat yang telah dijanjikan, dan malah memilih di sini untuk membuat ini?" tanya Ione dengan bibir bergetar. "Kalian memang benar-benar sinting."     

Aiden mendekati tiang lampu penerang yang ujungnya ditempati Ione itu. Merentangkan tangannya, ia berkata lantang. "Ayolah, masa kamu tidak mengapresiasi karya yang kubuat khusus untuk dirimu ini!? Kudengar, kamu dari dulu sudah suka membunuh, kan? Kamu harusnya tahu nilai dari karyaku!"     

Ekspresi Ione menegas. "Aku memang sudah membunuh banyak orang, tetapi aku tidak pernah menikmatinya. Jangan samakan aku dengan kalian."     

"Lalu bagaimana dengan Varya? Apa kamu tidak menikmati saat-saat membunuhnya?" Dengan kepala menunduk dalam-dalam, kedua tangan terkulai, dan langkah terhunyung, Zita turut mendatangi tiang lampu itu. "Ini berarti, Varya mati sia-sia?"     

"Aku tidak mengerti ucapanmu," timpal Ione dengan bibir mulai bergetar. "Logika kita berbeda. Tak ada lagi gunanya berbicara."     

Ione pun melompat dan langsung memukulkan serulingnya kepada Zita. Namun, Zita bisa menangkisnya dengan mudah. Mereka lalu jual beli serangan. Keduanya seimbang dan belum ada yang berhasil memasukan serangan. Zita selalu menangkis sabetan-sabetan seruling Ione, sementara Ione lebih banyak menghindari terjangan perisai sang musuh.     

"Mati! Mati! Mati! Mati! Mati! Mati! Mati! Mati! Mati!!!" Zita terus berteriak-teriak setiap melakukan serangan. Air matanya mulai mengucur deras. "Berani-beraninya kamu merenggut Varya dariku!!??"     

"Kalian juga merenggut Stefan dariku!!!" balas Ione tak kalah kerasnya, berhasil menghindari semua serangan itu. Matanya juga mulai berkaca, tetapi belum ada cairan bening yang menetes ke pipinya. "Tapi, kalian sama sekali tidak peduli, kan!? Kalian menganggap semua ini permainan, kan!? Kalian ini iblis!"     

Sementara kedua bidadari itu masih bertarung, Aiden mendatangi kendaraan hitam yang tadi ditumpangi Ione itu. Ternyata, di dalam kendaraan tersebut, Marcel tengah duduk di kursi kemudi sambil mengamati peraturan dengan saksama.     

Aiden melemparkan batu besar yang dipegangnya ke kaca jendela kendaraan itu. Tak terjadi apa-apa, kaca tersebut tidak pecah sama sekali, hanya bergetar.     

Alih-alih kaget, Marcel malah mengangkat sebuah pistol dan memeriksa amunisinya. Ekspresinya terlihat biasa saja, seolah di dekatnya tidak ada pembunuh berantai yang begitu termashyur di seluruh negeri.     

Aiden terkekeh, kemudian mulai mengamati mobil itu dari beberapa sudut. Ketika sampai di kenop pintunya, dia menyipitkan mata sembari mengusap-ngusap dagunya. Dia cukup lama melakukan hal itu, sebelum pergi dari situ sambil memberikan lambaian tangan kepada Marcel.     

Marcel menghela napas lega. Sepertinya, Aiden memang tak bisa membuka sistem pengaman khusus yang ada di mobil itu. Marcel lalu mengamati pistol di tangannya. Meski begitu, dia tetap tidak boleh lengah. Bisa saja Aiden berpura-pura. Pria itu sangat tidak bisa diprediksi.     

Tiba-tiba, Marcel meringis kesakitan. Ia pun meremas kepalanya yang seperti dirajami dari berbagai arah. Tubuhnya pun mulai bergetar. Padahal, dia sudah meminum obat penghilang rasa sakit banyak-banyak untuk mengantisipasi hal seperti ini.     

Mengatur napasnya yang mulai liar, Marcel memfokuskan dirinya ke pertarungan kembali. Dia cuma bisa berharap, fisiknya bisa bertahan sampai akhir.     

Pertarungan sengit masih terjadi. Baik Ione maupun Zita tidak ada yang mau mengalah.     

"Aah, pertarungan ini membosankan, tidak seperti ketika melawan Varya!" gerutu Ione kencang. "Setelah kedatangan Varya, pertarungan biasa jadi tidak sama lagi     

"Kamu yang lebih seru, hah!?" balas Ione sengit, melompat tinggi ke belakang dan mengubah busana tempurnya menjadi merah muda. Ia pun langsung memberikan berondongan anak panah lewat senjatanya yang kini berupa busur.     

Tentu saja Zita bisa dengan mudah menangkis panah-panah itu dengan perisainya. Namun, ketika dia menurunkan perisainya, dia tidak mendapati Ione di mana pun lagi. Insting membuat Zita mengedarkan pandangan, tetapi dia masih saja tak bisa melihat musuhnya itu.     

Sampai akhirnya, Zita melihat sebuah anak panah turun di hadapannya. Zita pun pun mendongak, menemukan Ione sedang melenting di udara. Zita jadi tak sempat bereaksi ketika panah di depan tubuhnya itu meledak keras, mementalkan tubuhnya ke udara, sampai akhirnya membentur tiang lampu dengan kencang.     

Bidadari berbusana kuning itu pun rubuh ke paving trotoar. Alih-alih langsung bangkit, dia malah bertahan dalam posisi menelungkup. Ione yang merasakan ketidak-beresan pun memilih untuk menjaga jarak dengan bersiap menarik busur panahnya, daripada menyerang kembali.     

Ya, Ione tak akan melupakan sesuatu yang fundamental dari Zita: musuhnya ini sama sekali tidak bisa diprediksi.     

Perlahan, mulai terdengar tawa dari mulut Zita. Awalnya kecil saja, tetapi lama-lama begitu menggelegar. "Ahahahaahaha! Ahahahaahaha!!!"     

Zita pun akhirnya bangkit. Mulutnya menyunggingkan senyum lebar yang sangat tidak natural, dipadu dengan mata melotot yang begitu bengis. "Sepertinya, kamu memang tidak akan membuatku bosan. Tetapi, jangan harap kamu akan dapat mengimbangi keindahan Varya! Ahahahaahaha!"     

Ione meludah ke samping, memandang musuhnya dengan begitu jijik. "Iya, aku tidak akan bisa sebanding dengan Varya. Lihat saja, aku tidak bisa membuatmu terangsang seperti Varya."     

"Ahahahaahaha!" Masih dengan ekspresi sintingnya, Zita memasang kuda-kuda dengan lebih baik, tidak bertarung dengan pose layaknya zombie yang kedua tangannya terkulai. Gerak-gerik bidadari tak menunjukkan kalau tubuhnya baru saja mendapat ledakan besar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.