A Song of the Angels' Souls

51. Prajurit Pualam



51. Prajurit Pualam

0"Bukannya dia sudah pensiun bertahun-tahun yang lalu?" celetuk Lois, sudah mengeluarkan rapier-nya.     
0

Lyra pun ikut mengaktifkan pedang bermata gandanya. "Kita belum tahu apakah dia benar-benar Varya yang asli atau bukan."     

Lois sedikit mengangkat bahu. "Yah, sebentar lagi kita bisa tahu dari kemampuannya."     

"Teman-teman, aku mohon dengan sangat, janganlah gegabah. Jangan memantik pertarungan dengan Nona Varya," cegah Ione, mengangkat kedua tangannya, mulai melangkah maju, terus memandang bidadari bernama Varya itu. "Apakah Anda benar-benar Nona Varya? Kalau benar, sebagai pahlawan Anda seharusnya sadar betapa absurdnya pemilihan ratu ini. Saya ingin mengumpulkan bidadari lain untuk ...."     

"Apakah tidak ada yang mau maju untuk melwanku?" tanya Varya, sedikit mengangkat dagu, sekaligus mengepalkan kedua tangannya yang dibungkus sarung tangan logam.     

"Sebentar, Nona. Nona ini pasti mempunyai kedudukan tinggi di mata para petinggi pemerintahan. Perkataan Nona kemungkinan besar akan didengar oleh para mereka. Jadi ...."     

"Tidak ada yang mau maju?" Sela Varya lagi, memandang para bidadari, selain Ione tentunya, yang semuanya sudah memasang kuda-kuda.     

"Teman-teman, turunkan senjata kalian!" seru Ione, masih saja berjalan maju, ingin menunjukkan kalau dia benar-benar tidak mau bertarung.     

Tiba-tiba saja, Varya melesat ke depan. Ione terpaksa mengeluarkan serulingnya. Ia pun melompat mundur, hendak meniup senjatanya tersebut.     

Tepat ketika itu, tuan Varya menekan salah satu tanda putih di lengannya. Begitu Varya menjulurkan tangannya ke depan, seruling Ione pun terlepas dan terlempar begitu tinggi. Varya pun menangkap tubuh Ione, segera menggunakannya sebagai tameng.     

Lyra yang menggunakan kemampuan khusus penambah kecepatannya pun tak bisa mengerem ayunan senjatanya.     

"Arggghhhh!!!" Ione berteriak ketika sabetan pedang Lyra mengenai tubuhnya.     

Varya lantas menendang Ione sampai menabrak Lyra, membuat kedua bidadari itu tersungkur. Kemudian, dia menghindari dan sesekali menangkapi panah-panah yang dilesatkan Kacia. Kacia pun mematung dengan mulut menganga, sadar serangannya sia-sia. Varya mengangkat panah-panah yang ditangkapnya, kemudian melepaskannya begitu saja. Panah-panah itu pun berjatuhan ke tanah     

Tiba-tiba, dua Lois menusuk punggung Varya. Bukannya melanjutkan serangan, kedua Lois itu malah membeku, memperhatikan ujung pedang masing-masing. Varya diam saja, terlihat tak terpengaruh sama sekali.     

"Percuma," ucap Varya, berbalik dan langsung memberikan kombinasi pukulan, sikutan, tendangan dan hantaman lutut kepada kedua Lois itu. Hanya dalam waktu beberapa detik, mereka pun tumbang.     

Sedari tadi hanya mengamati keadaan, akhirnya Medora maju menyerang. Namun, Varya bisa menghindari hampir semua cakaran Medora. Puncaknya, Medora pun mendapat nasib yang sama seperti Lois: dihajar sampai rubuh.     

"Ini ...." Stefan membelalak lebar-lebar saat melihat Varya bertarung. "D-dia seperti tahu cara bertarung para bidadari."     

"Dan serangan mereka yang masuk seperti nggak ada artinya buat dia. Aku yakin energi pelindung di tubuhnya berkurang, tapi kalau sampai nggak ngasih efek begitu .... Artinya lawan kita sekarang bukan sembarang lawan. Bisa dibilang, dia lebih mengerikan dari Zita," timpal Marcel, kemudian menekan salah satu tanda di lengannya.     

Pedang Lois langsung bercahaya dan memanjang, tetapi Varya bisa menangkapnya dengan mudah, dan kemudian menariknya keras. Lois pun langsung terjembab.     

Medora melompat, terlihat memberikan kemampuan seribu cakarannya. Varya mengangkat kedua tangannya, yang tiba-tiba saja memancarkan cahaya putih menyilaukan. Serangan Medora pun jadi tidak ada yang tepat sasaran dan hanya mengenai udara kosong. Ia benar-benar tak bisa melihat sang target.     

Lyra lalu datang dengan kemampuan barunya, pedang dengan bercahaya cahaya putih. Namun, Varya dengan sigap menangkap tangan bidadari itu.     

Krak!     

"Arrrgggh!!!" Lyra berteriak ketika tangan kanannya dipelintir ke arah yang salah oleh Varya. Seketika saja, pedang bermata gandanya pun tergelincir jatuh.     

"Aku pernah dengar dari Ione. Energi pelindung bidadari itu lebih untuk melindungi benturan dan sabetan senjata, bukan untuk melindungi cekikan atau pelintiran sendi seperti itu ...." Stefan menahan napas saat melihat Varya—setelah memukuli wajah Lyra—melemparkan Lyra kepada Ione yang sedang meniup seruling.     

Sebelum bisa menyelesaikan lagunya, Ione keburu tersambar tubuh Lyra.     

"B*j*ng*n! Dia udah niup lebih dari setengah lagu, kekuatan pembekunya udah hangus!" Stefan meremas kepalanya frustasi.     

Rava merasakan aliran listrik seperti mengaliri seluruh tubuhnya. Ini gila. Bagaimana bisa satu sosok bidadari terlhiat mempermainkan bidadari-bidadari lain seperti tersebut? Rava pernah melihat dengan mata kepala sendiri, mereka bukanlah wanita lemah, mereka adalah petarung yang sangat mumpuni.     

"Padahal, dua kemampuan yang dikeluarkannya kelihatan nggak spektakuler, cuma melepaskan senjata lawan dan memunculkan cahaya menyilaukan, tapi dia menggunakannya dengan sangat efektif," ujar Marcel, terus mengamati gerak-gerik Varya..     

Varya menendang pedang Lyra sampai melayang dan mendarat di hadapan pemiliknya.     

"Ambillah," gumam Varya dengan nada angkuh.     

Lyra menggigit ujung bibirnya, kemudian memutar tangannya yang tadi dipelintir. Sendi tangan itu pun kembali ke tempatnya, tetapi itu harus dibayar dengan sakit tak terkira. Sampai-sampai ekspresi di wajah Lyra berubah. Sesuatu yang tentu saja sangat jarang ditunjukkannya. Ia membelalak dengan otot wajah yang begitu menegang.     

Lyra mengambil pedangnya dan memasang kuda-kuda. Bidadari yang lain pun juga memasang kuda-kuda, tetapi tidak ada yang punya inisiatif menyerang terlebih dahulu. Sementara itu, Varya cuma berdiri seperti biasa.     

Cahaya putih mulai muncul di tangan Varya. Cahaya itu membentuk sesuatu yang memanjang.     

Para bidadari lain masih diam di tempatnya, waspada karena mereka tidak tahu apa yang akan ditunjukkan Varya.     

"Lebih baik, kita mulai memikirkan cara untuk kabur, Rav," desis Stefan dengan suara bergetar.     

Rava cuma bisa menelan ludah, tak mampu berkata-kata. Hal yang sama juga terjadi kepada Gilang, yang kini berdiri tak jauh dari ketiga pria itu. Bahkan kulit bocah cilik itu sudah dibaluri keringat dingin.     

"Itu ...." Lyra membelalakkan matanya saat cahaya di tangan Varya itu membentuk sesuatu yang dikenalnya. "Bagaimana bisa?"     

Cahaya itu menjadi senjata yang solid, berbentuk pedang bermata ganda, sama persis seperti milik Lyra, tapi dengan pegangan putih, alih-alih coklat.     

"Aku tidak pernah mendengar dia memakai senjata pedang ganda seperti itu. Barangkali dia punya kemampuan meniru senjata?" celetuk Ione yang menjejeri Lyra. "Tapi, kalau itu kemampuannya, berarti dia sudah berlatih cukup banyak dengan melawan monster atau bidadari, sampai bisa mempunyai tiga kemampuan     

Varya pun membagi pedang gandanya menjadi dua, sesuatu yang juga biasa dilakukan oleh Lyra.     

Syut!     

Tiba-tiba saja, Varya melempar satu pedangnya ke atas. Pedang itu pun terbang, bertabrakan dengan panah yang baru saja diluncurkan Kacia. Panah itu pun langsung meledak di udara. Kacia yang bersembunyi di atas salah satu pohon pun tak bisa memercayai penglihatannya.     

Disirami cahaya jingga dari ledakan itu, Varya pun berkata sinis, "Segini saja kemampuan kalian?"     

Mendadak, semua mata bidadari tertuju ke salah satu sudut stadion. Dari sana terdengar derap kaki berirama ceria. Itu Zita. Bidadari berambut oranye itu sudah berjalan melompat-lompat dengan senyum sumringah. Bagas yang membututinya cuma bisa menunduk lesu.     

Zita berhenti, memandang para bidadari satu-persatu dengan wajah kesal yang dibuat-buat. "Kalian jahat, kenapa tidak menungguku terlebih dahulu? Aku kan juga ingin bermain! Ahahahahaha!"     

Begitu tawanya keluar, ekspresi Zita pun berubah layaknya wajah setan pencabut nyawa.     

Varya mengacungkan pedangnya kepada bidadari berbusana kuning itu. "Kamu tidak pantas ada di sini."     

"Kamu tidak akan membuatku bosan dengan mengobrol tidak jelas, kan?" Zita melirik Bagas, yang langsung memencet satu tanda di lengan. Seketika saja, perisai Zita pun terlepas dan melayang ke arah Varya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.