A Song of the Angels' Souls

64. Berkumpul



64. Berkumpul

0"Enak nggak es krimnya, Lang?" tanya Medora, duduk di karpet halus nan mewah, bersebelahan dengan Gilang yang sedang menikmati segelas besar camilan dingin itu.     
0

"Enak banget, Bu!" jawab Gilang antusias. Mulutnya tampak sedikit belepotan.     

Tersenyum hangat seperti biasanya, Medora mengelap bibir bocah cilik itu dengan tisu.     

"Sebenarnya, kalau harus megasuh tuan kecilmu itu, kamu tidak perlu datang ke sini, Medora. Mungkin dia ingin bermain bersama teman-temannya?" celetuk Varya yang duduk di sofa dengan aksen bulu lembut berwarna biru terang, tengah membaca sebuah majalah. Bahkan di saat seperti itu, dia masih memakai topengnya.     

Medora menoleh kepada bidadari yang sekarang menjadi atasannya itu. "Tidak masalah, kok. Dia sendiri yang ingin ke sini. Kalau mau main, dia juga bisa ditinggal. Aku tidak selalu harus mengawasi."     

"Iya, Tante Var! Gilang suka banget datang ke sini!" ujar Gilang. Mulutnya kembali belepotan. Ia tampak tak terpengarung dengan topeng Varya.     

Medora kembali mengelap mulut tuannya itu. "Husss. Udah dibilangin manggilnya tante Varya. Va-ry-a."     

Varya sedikit mencondongkat tubuhnya kepada bocah itu. "Tidak masalah mau memanggilku bagaimana. Kalau Gilang lebih suka memanggil Tante Var, ya tidak masalah." Varya menutup majalahnya, kemudian sedikit mencondongkan tubuhnya kepada Gilang. "Tante Var penasaran. Apa yang membuat Gilang suka sekali datang ke sini?"     

"Rumah Tante Var ini bagus banget! Kayak istana!"     

Candra memasuki ruangan luas itu sambil terkekeh-kekeh. Ia lalu duduk di sandaran tangan sofa yang diduduki Varya, kemudian merangkul mesra bidadarinya itu. "Nanti Om Candra beliin PS, deh. Biar Gilang nggak bosen nungguin bu Medora latihan. Gilang suka main PS, kan?"     

"Beneran, Om!?" Mata Gilang langsung berbinar.     

Sempat mengernyitkan dahi karena gestur Candra kepada Varya itu, Medora pun berkata, "Ah, nanti malah merepotkan, Pak. PS itu kan harganya mahal."     

"Nggak masalah." Candra terkekeh lagi.     

"Selamat sore semua." Lois pun masuk ke ruangan itu bersama tuannya. "Maaf, telat. Marcel punya urusan yang tidak bisa ditinggal."     

"Sebenarnya, tanpa Marcel pun bisa, kok," tutur Varya, memangkukan wajahnya dengan tangan. "Ini kan cuma latihan."     

"Kamu takut kan, Marcel? Kalau tidak ada ada kamu, mungkinLois akan diserang oleh Varya." Candra tersenyum penuh arti. "Tenang, saja. Kujamin Varya tidak akan melakukannya. Dia tidak akan mengingkari janjinya. Lagipula, semuanya sama saja. Varya tetap akan bisa mengalahkan Lois, walau kamu tetap ada di sisinya."     

Marcel tidak menjawab. Dia hanya memandang lurus ke depan dengan mulut membentuk garis lurus.     

"Baiklah, kita mulai saja latihannya." Varya bangkit dari sofa. Matanya langsung tertuju kepada celana olahraga selutut yang dipakai Lois. "Dari kemarin-kemarin, aku melihat kamu sebenarnya tidak terlalu nyaman memakai celana seperti itu. Kamu kelompok yang tidak suka pakai celana, ya? Lebih baik dilepas saja kalau begitu."     

Sedikit nyengir, Lois melongok kepada Gilang, yang tengah menandaskan sisa es krim. "Sepertinya, dengan budaya bumi, hal seperti itu lebih baik tidak dilakukan, paling tidak untuk sekarang."     

Varya ikut menoleh kepada bocah cilik itu. "Ah, benar juga."     

Lois melirik Marcel sambil tersenyum kecut. "Andai saja tuanku ini tidak melarangku memakai celana yang terlalu pendek."     

Marcel tetap saja mematung tanpa suara.     

"Aah, tapi sepertinya latihan hari ini kita tunda dulu." Penglihatan Varya kini terhujam kepada Piv yang entah sejak kapan sudah ada di tengah ruangan. "Ada apa?"     

"Ada monster," ujar makhluk berbulu itu pendek.     

***     

"Graaaa!!!" Monster dengan bulu abu-abu kusam itu melemparkan Lois.     

Tubuh Lois pun mendarat keras di halaman parkir sebuah gedung pemerintahan. Tak lama kemudian, tubuh Medora pun melayang, menghantam keras salah satu mobil sampai kacanya pecah berkeping-keping.     

"Sudah kubilang, kan! Kamu seharusnya menggunakan kemampuan cakar beracunmu!" umpat Lois, susah payah berdiri karena badannya yang nyeri-nyeri. Energi pelindung di tubuhnya memang belum habis, tetapi napasnya sudah mulai berat.     

"Aku harus menyimpannya untuk Varya bila kesempatannya datang," bisik Medora, mendatangi rekannya itu dengan agak terpincang. "Kamu seharusnya juga sudah mengeluarkan kemampuan pembelah dirimu atau pedang panjangmu!"     

"Graaaa!!!" monster yang berbentuk seperti beruang dengan tanduk itu menggeram keras karena luka-luka di tubuhnya.     

Lois mengedik kepada monster dengan ukuran tubuh tiga kali orang dewasa itu. "Baiklah, aku gunakan kemampuan pembelah diri, kamu aktifkan cakar beracunmu."     

Medora berdecak, kemudian memberi isyarat kepada Gilang, yang mengintip dari balik salah satu mobil. Lois pun juga memberikan isyarat kepada Marcel yang menemani Gilang.     

Lois berlari menerjang. Tubuhnya kini menjadi dua wujud. Kedua sosok itu memberikan kombinasi tusukan kepada si monster. Medora lantas melompat tinggi, memberikan serangan cakaran kepada sang musuh.     

Mereka terus bertarung. Lama-kelamaan, gerakan si beruang melambat. Sampai akhirnya, Lois dan Medora bisa memasukkan serangan lebih banyak.     

"Ugh! Tangguh sekali dia!" gerutu Lois frustasi. "Sepertinya dagingnya keras sekali! Luka-luka yang kita buat jadi tidak terlalu dalam!"     

Monster itu tak kunjung tumbang, kendati serangan-serangannya sudah tidak terfokus.     

"Kita terpaksa menggunakan kemampuan yang lain!" seru Medora.     

Medora mengaktifkan kemampuan ribuan cakarannya, berhasil membuat monster itu tumbang dengan debam keras. Medora menghujam dada kiri si monster beruang, hendak merenggut jantungnya. Namun, cakarnya tertahan di daging monster itu. Daging yang memang tebal dan keras sekali.     

"Hei! Katanya serangan pedang panjangmu bisa menembus armor bidadari! Kenapa kamu tidak mencobanya ke monster ini!" hardik Medora, terdengar begitu kesal.     

Lois berdecak. Seperti Medora, dia ingin menyimpan kekuatannya itu dan menggunakannya untuk Varya di saat yang tepat. Namun, sekarang tampaknya dia tak punya pilihan lain.     

Monster itu mendorong Medora sampai terhempas jauh, kemudian bangkit kembali dan mengeluarkan raungan menggelegar, "Graaaaaaaaahhhhh!!!"     

Mendadak, gerakan monster itu terhenti total. Rapier Lois yang kini begitu panjang dan bercahaya merah itu sudah menembus tengkoraknya. Begitu rapier tersebut memendek kembali, sang monster pun tumbang, dan beberapa saat kemudian berubah menjadi asap hitam.     

Terdengar denting pelan yang mirip seperti bunyi dua logam yang beradu pelan. Lois dan Medora menoleh ke arah datangnya suara itu, yakni dari salah satu pilar bangunan. Varya bersender di sana, bertepuk tangan. Suara denting itu berasal dari sarung tangan logam yang dipakai Varya.     

"Kalian tahu, kan?" Varya mulai mendatangi dua bidadari yang kini kehabisan napas itu. "Kalau kalian menggunakan kekuatan kalian di awal, semuanya akan selesai lebih cepat. Waktu gerakan monster itu sedang liar-liarnya, Medora bisa menggunakan cakar beracunnya. Gerakan monster itu jadi melambat, mempermudah Lois untuk membidik dengan pedang panjangnya."     

"Kami cuma ingin menyimpannya karena mungkin masih ada monster lagi," kilah Medora, mengusap kepala Gilang. Tuannya itu baru saja datang menghampirinya.     

Lois sedikit melirik ke kanan dan kirinya. Seharusnya, ada monster satu lagi yang tadi dilawan Varya seorang. Namun, Lois tidak melihat makhluk tersebut sama sekali.     

Varya memang berkeringat, tetapi napasnya masih normal-normal saja. Lois menduga kalau bidadari berbusana putih itu sudah mengalahkan si monster sedari tadi, tetapi memilih untuk tidak membantu dan malah mengawasi dua rekannya.     

Bukannya Lois dan Medora yang mengawasi gerak-gerik Varya, merekalah yang malah diawasi.     

"Yah, aku juga menyimpan semua kekuatanku untuk mengantisipasi kedatangan monster lagi, sih." Varya sedikit mengangkat bahu.     

Lois menelan ludah. Mengalahkan monster tangguh itu seorang diri, tanpa menggunakan kekuatan, dan sekarang kondisinya masih cukup prima. Lois jadi bertanya dalam hati. Adakah kesempatan baginya dan Medora untuk mengalahkan Varya?     

"Hmmm .... Kita kedatangan teman baru." Varya menghadap ke arah lain.     

Melihat Zita yang berjalan sempoyongan di kejauhan, Lois dan Medora langsung memasang kuda-kuda.     

"Biar aku saja," cegah Varya tegas. "Kalian sudah terlalu lelah. Perhatikan saja pertarunganku. Anggap saja ini bagian dari latihan."     

Medora dan Lois saling berpandangan, kemudian sama-sama mengangguk dan mundur teratur. Akhirnya, kesempatan mereka untuk mengamati Varya tiba juga.     

"Varya .... Aku sudah merindukanmu, Varya .... Ahnnnn ...." Mulut Zita mengeluarkan desahan penuh gairah. Dengan wajah yang merona merah, ia menjulurkan kedua tangannya, seperti hendak memeluk Varya yang sebenarnya masih cukup jauh darinya. "Kemarilah, Varya .... Aku menginginkanmu.... Ahnnnn ...."     

Varya menanggapi hal itu dengan sedikit mengangkat dagunya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.