A Song of the Angels' Souls

43. Ketinggian



43. Ketinggian

0"Ugh! Uwaaaa!! Argghhhh!!!" Ione tak henti-hentinya berteriak ketika Medora menendangi gelembung energi itu. Gelembung tersebut terus saja bergulir di aspal, sesekali mental saat menabrak bangunan, dan terkadang melambung melewati bangunan.     
0

Sampai akhirnya, mereka sampai di tanah kosong yang dipenuhi kerikil dan dihiasi sedikit rumput liar. Ione tergeletak di dalam gelembung dengan posisi menungging, seperti sengaja menonjolkan pantatnya yang melekuk bak buah persik ranum.     

"B*j*ng*an ...," rintih bidadari itu, memegangi kepalanya yang berkunang-kunang hebat.     

Medora mendongak, memeriksa ujung bagian atas tower seluler yang ada di hadapannya.     

"Kamu tidak akan mungkin menaikinya sambil membawaku dalam kondisi seperti ini," ujar Ione, mengubah posisinya menjadi duduk. Suaranya terdengar seperti racauan.     

"Kita kan belum tahu tidak mencobanya," timpal Medora, tentu saja dengan senyum andalannya.     

Terdengar decit mobil yang berhenti mendadak. Mobil sport milik Stefan baru sampai karena melalui jalan yang seharusnya, tidak bisa melambung melewati rumah karena ditendang Medora seperti gelembung pelindung Ione.     

Melihat tuannya keluar dari mobil, Ione langsung berteriak, "Stefan, nomor ...."     

Medora keburu mengangkat gelembung pelindung Ione, kemudian mulai melompat dari satu rangka tower ke rangka lain di atasnya. Medora terus melakukan hal itu tanpa jeda. Ione jadi tidak bisa mempertahankan kestabilan tubuhnya, membuatnya kesusahan untuk meniup seruling.     

Tak perlu waktu lama, Medora akhirnya sampai di puncak tower itu. Stefan cuma bisa mematung dengan kepala mendongak ke atas. Dia tidak tahu harus mengaktifkan kekuatan pembeku Ione atau tidak. Kalau mengaktifkannya sekarang, Medora dan Ione jelas langsung terjatuh. Barangkali Ione akan selamat karena terlindungi gelembung, tetapi bagaimana dengan Medora?     

Kalau jatuh dari ketinggian segitu, apakah bidadari tetap bisa mati, walau tubuhnya masih diselimuti energi pelindung?     

Meringis karena kepala yang masih dihinggapi sensasi terbang, Ione memeriksa gelembung pelindungnya, yang warna ungunya sudah mulai memudar.     

"Ah, sepertinya gelembung pelindungmu ini sebentar lagi akan hilang," gumam Medora, berdiri di rangka teratas tower sambil mengangkat gelembung tersebut tinggi-tinggi. Dia kelihatan seperti berdiri di permukaan tanah yang datar, sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda kehilangan keseimbangan, padahal rangka yang diinjak bidadari itu ukurannya tak sampai setengah telapak kakinya.     

"Tolonglah, kita bisa bicarakan ini baik-baik! Kalau dilempar setinggi ini, seluruh energi pelindung di tubuhku akan hancur!" seru Ione cepat, melawan suara angin kencang di tempat itu. "Aku tahu, masih ada sedikit cahaya di hati kamu! Kamu itu bukan Zita yang berbuat jahat untuk bersenang-senang! Kamu merasa terpaksa melakukan semua ini, kan!? Kamu masih bisa menjadi orang baik, Medora! Aku akan menunjukkan jalannya!"     

Senyuman teduh di wajah Medora seketika lenyap. Urat-urat di wajahnya mulai menegang. Namun, itu bertahan sebentar saja. Ia memejamkan mata, membiarkan angin kencang di tempat itu mengibar-ngibarkan rambut ikalnya.     

Ia kembali tersenyum, tetapi senyumnya itu berbeda dari sebelumnya. Bukannya teduh, senyum itu justru menunjukkan kegetiran.     

"Memangnya, kamu ini tahu apa tentang diriku?" desisnya, kemudian melemparkan gelembung tersebut begitu saja.     

Gelembung itu lenyap, menyisakan tubuh Ione yang menukik ke bawah. Dengan tatapan sedingin es, Medora pun menatap sang musuh yang tampak semakin mengecil.     

"Arggggggghhhhhhh!!!"     

Stefan membelalakkan matanya, berlari maju saat melihat bidadarinya itu di udara. "Ioneeeee!!!"     

Bruggggghhhhh!!!     

Debam keras menggema begitu tubuh Ione mendarat di tanah, membentuk cekungan dan rangkaian retakan di sana. Ia cuma bisa telentang, terbatuk dan memuncratkan darah dari mulutnya.     

"Ione! Kamu nggak apa-apa!?" Stefan berjongkok di samping bidadarinya itu.     

"Kamu menjauhlah, jangan dekat-dekat. Pertarungan belum selesai," ujar Ione lemah, mulai berusaha bangkit dengan sangat susah payah. Mendapati Stefan malah membantunya berdiri, Ione mendorong tuannya itu, menghardik keras, "Pergi!"     

Stefan terjengkang. Ione berhasil bangkit, tapi tubuhnya begitu kaku. Pijakannya juga tidak mantap. Seluruh tubuhnya, dari ujung kaki sampai ujung kepala, terasa seperti sedang dihantami batu dari berbagai arah.     

Namun, dia harus tetap bertarung.     

Bidadari itu tiba-tiba membelalak, kemudian memeriksa kedua tangannya. Di mana serulingnya? Apa terlepas waktu terjatuh tadi?     

"Awas, Yon!" seru Stefan, menyadari Medora baru saja melompat dari rangka tower bagian bawah. Rangka itu memang berada di bagian dasar tower, tapi posisinya masih cukup tinggi.     

Ione mendongak dengan gerakan luar biasa kaku. Lehernya seperti ditahan oleh sesuatu yang tak terlihat. Ia bisa melihat Medora di udara, sudah melakukan pose menendang. Seharusnya, dia bisa menghindar, tetapi tubuhnya yang luar biasa nyeri itu tidak bisa diajak kompromi.     

Kraaaakkkk!!!     

Diiringi bunyi tulang meretak itu, tubuh Ione berguling-guling ke belakang terkena tendangan udara Medora, yang tepat mengenai dada. Napas Ione seketika sesak. Mulutnya kembali memuncratkan darah dan isi dadanya seperti sedang dihujam pilar raksasa.     

Sekarang, tubuhnya hanya bisa mengedik, tak bisa bergerak. Mulutnya juga seperti disumbat sesuatu, sehingga tidak bisa mengeluarkan suara. Dia hanya bisa telentang di tanah, melihat Medora sedang menghampirinya.     

Namun, Medora justru menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke sudut lain tanah kosong itu, hanya beberapa meter darinya. Ia melihat Gilang yang baru datang. Bocah cilik itu cuma mematung dengan napas ngos-ngosan dan keringat yang membaluri seluruh tubuh.     

Seperti biasa, Medora memajang senyum teduhnya. "Maaf, ya. Ibu tadi ninggalin kamu, tapi nggak bilang-bilang. Kamu pasti capek banget lari-lari begitu."     

Tak menjawab, Gilang cuma menelan ludah.     

"Ugh ...." Suara rintihan Ione pun masuk ke telinga Medora.     

"Wow," desis Medora, kembali menghampiri Ione yang kini tengah merayap menghampiri serulingnya. "Seharusnya, kamu sudah tidak bisa bergerak. Aku sangat kagum dengan tekadmu itu ...."     

Sekonyong-konyong, Medora melompat tinggi, menghindari mobil Stefan yang melaju kepadanya. Tak membuang kesempatan, Stefan pun memutar setir mobilnya, mengarahkannya kembali kepada Medora. Medora langsung berguling, kembali mengelak.     

Tepat ketika Medora menghindar untuk ketiga kalinya, Ione berhasil menggapai seruling. Serta-merta, Ione pun mulai meniup alat musiknya itu.     

Mendengar alunan nada dari seruling itu, Medora langsung mendatangi Ione, tetapi Stefan menghadang dengan mobilnya. Medora melompati mobil itu, sekaligus mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Hanya dalam beberapa detik, cakar itu berhasil meghujam punggung Ione, seketika menghamburkan darah segar.     

Namun, semuanya sampai di situ saja. Medora kini cuma berdiri mematung dengan muka bengis, sangat berbeda sekali dengan ekspresi teduhnya yang biasa. Ia sama sekali tak berusaha menghujam punggung Ione lebih dalam.     

Ione menurunkan serulingnya. Dia sudah menyelesaikan rangkaian nada untuk jurus membekukannya.     

Stefan buru-buru turun dari mobil, langsung mengangkat tubuh Ione yang punggungnya terus mengucurkan darah. Pemuda itu sejenak menatap Medora yang masih mematung dan melirik Gilang yang cuma bisa melongo, kemudian memasukkan tubuh bidadarinya itu ke mobil.     

Terdengar deru keras mesin ketika Stefan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.     

"Ione, bertahanlah!" Lewat kaca spion, Stefan mengecek Ione yang tengkurap di jok belakang.     

Ione sudah memejamkan mata, sama sekali tak merespon panggilan tuannya itu. Punggung bidadari itu masih saja mengucurkan darah, menodai jok belakang mobil dengan warna merah pekat.     

"Ione! Jawab aku, Yon!" Stefan menjerit keras, mulai meneteskan air mata. "Ioneeeeee!!!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.