A Song of the Angels' Souls

46. Pejuang



46. Pejuang

0"Ahahahaha!!!" Zita melompat turun, langsung menangkisi anak-anak panah Kacia yang datang kepadanya. "Ahahahahaha!!!"     
0

Lyra pun menerjang maju dan memberikan kombinasi serangannya yang lemah gemulai, tetapi tentu saja tetap mematikan.     

Hanya Lois yang masih berdiri di tempatnya. Ia malah memandangi kedua tangannya yang bergetar hebat. Dia tak mengerti, mengapa tangannya masih tak memegang apa pun? Mengapa pedangnya tidak muncul?     

"Lois kamu sedang apa di sana!? Bukanya kamu .... Ugh!" Lyra tak sempat menyelesaikan ucapannya karena wajahnya keburu dihantam perisai Zita.     

"Haaaaaa!? Ada yang tidak mau bermain!?" Bukannya melanjutkan serangan, Zita malah melompat ke balik salah satu bus. "Tidak boleh! Kita semua harus bermain!!!"     

"Rava!!! Nomor satu!!!" pekik Lyra.     

Duar!!!     

Bus itu mulai terbang karena terkena kekuatan pelontar Zita. Lois masih saja mematung dan mengamati tangannya, bahkan terlihat tidak sadar kalau kendaraan besar itu tengah mendatanginya dari udara.     

Bruuuuugggghhhh!!!     

Tubuh Lois segera disahut Lyra yang bergerak begitu cepat. Lyra pun mendudukkan Lois ke tanah, kemudian kembali melesat ke arah Zita. Lois cuma bisa melotot ke bus yang baru mendarat ke tanah itu. Tubuhnya kini gemetaran tak terkendali.     

Otaknya dipenuhi dengan kejadian waktu itu, ketika dirinya terus disiksa oleh Zita, sewaktu nyawanya hampir terenggut. Ia bisa mengingat dengan jelas sensasi hantaman perisai Zita di tubuhnya. Ia tak mau merasakannya lagi. Ia ingin segera pergi dari situ. Jangankan bertarung dengan Zita, melihat sosoknya saja Lois tidak mau. Karena Zitalah, dia sekarat dan hampir mati.     

Akan tetapi, sebesar apa pun hasrat Lois untuk melarikan diri, seluruh sendi tubuhnya tak bisa diajak kompromi. Mau bergeser sejengkal saja, dia sudah tak sanggup.     

Beberapa detik kemudian, ia merasakan hangat dan basah di selangkangannya. Teror tak terkira itu membuatnya tidak bisa menahan air seninya. "A-aah .... A-aah ...."     

Marcel bergegas mendatangi bidadarinya itu. "Lois, kamu nggak apa-apa!?"     

Dengan gerakan luar biasa kaku dan air mata mulai mengalir, Lois menoleh kepada tuannya tersebut. "A-aku t-takut .... A-aku takut sekali, Marcel."     

Marcel membelalak melihat ekspresi ketidak-berdayaan Lois. Selama ini, Marcel tak pernah melihat air muka Lois yang seperti itu. Menggigit bibirnya, Marcel akhirnya berseru keras, "Lyraaaa!!! Kita nggak bisa ngelakuin apa-apa kalau Lois begini!"     

Lyra yang sedang melawan Zita pun berdecak. "Kacia! Kamu tahan dia sebentar!"     

"Baik!" jawab Kacia yang juga tengah bertarung menggunakan busur panahnya.     

"Hei! Heiii!!! Kamu mau ke mana!?" pekik Zita ketika Lyra melompat mundur.     

Kacia menghadang Zita yang akan mengejar Lyra. Lyra pun berlari kencang, lantas menarik kerah baju Lois kuat-kuat. Lois sampai terpaksa berdiri dari tempatnya.     

"Sadarlah! Katanya kamu ini pejuang!? Kenapa kamu cuma duduk-duduk di sini saja!? Kamu sudah berjanji kepadaku untuk tidak menghalangiku, kan!?" seru Lyra sekuat tenaga, lantas menunjuk Zita. "Buka matamu lebar-lebar! Dia lawanmu yang harus dikalahkan! Kamu sendiri yang berkata akan mengeksekusinya!"     

Dengan air mata yang mengalir semakin deras, Lois cuma bisa memandang Lyra. Mulut bidadari berbaju merah itu hanya sedikit membuka dan menutup, tak kunjung mengeluarkan suara.     

Bug! Lyra memukul Lois sampai terhempas ke tanah.     

"Bangun!" Lyra menarik kerah belakang baju Lois. "Pukulanku itu tidak keras! Kenapa kamu jatuh lemah gemulai begitu!? Ayo bangun!"     

"Huaaaa!" Lois malah meringkuk dan mulai terisak bak anak kecil. Namun, Lyra tak peduli dan menjambak rambut saudari angkatnya itu.     

Begitu wajah Lois berhasil dipaksa untuk menghadap mukanya, Lyra menghardik lagi. "Kalau begini, kamu saja dengan yang dulu! Kamu bukan petarung atau pejuang! Kamu ini masih jadi putri yang manja! Kalau masih manja, lebih baik kamu menghadiri upacara minum teh saja sana!"     

Plak! Plak! Plak!     

Mendapat tamparan keras beruntun dari Lyra, Lois menggigit bibir dan berusaha mati-matian menahan tangis.     

"Hei, hei dengarkan aku." Dengan kedua tangannya, Lyra memegangi kepala Lois. "Dengar, tarik napas dalam-dalam. Ingat dengan janjimu. Kamu ingin menjadi pejuang sejati, kan? Kalau guru kita melihatmu seperti ini, dia pasti kecewa."     

"Lyra!" Tiba- tiba Rava menepuk pundak Lyra. "Kacia! Tolong Kacia, Lyra!"     

Lyra langsung menoleh ke arah pertarungan. Kacia begitu terdesak menghadapi runtutan serangan Zita. Bahkan Kacia sampai harus beberapa kali terjatuh untuk menghindari serangan Zita.     

Menelan ludah, Lyra menghadap saudari angkatnya lagi. "Walaupun tidak bisa bertarung, kamu masih bisa menggunakan kekuatan teleportasimu, kan?"     

Tak kunjung menjawab, Lois mendapat tamparan keras lagi dari Lyra. Akhirnya, Lois mengangguk, tetapi itu tetap saja diganjar dengan tamparan.     

"Jawab yang keras!!!" Lyra memekik begitu kencang.     

"Iya, aku bisa melakukannyaaaa!!!" teriakan Lois terdengar melengking seperti suara anak kecil.     

Lyra berbalik, mulai berjalan menuju pertempuran. Dia pun membelah senjatanya menjadi dua. "Rava, aktifkan kekuatanku yang baru itu."     

Begitu Rava memencet salah satu tanda coklat di lengannya, kedua bilah pedang Lyra pun diselimuti cahaya putih terang, membuatnya terlihat seperti lampu dengan kapasitas yang sangat tinggi.     

Bidadari itu pun mulai berlari. "Kacia, kita pakai rencana b! Kita tidak bisa mengalahkannya dengan berdua saja!"     

Kacia mundur dan melepaskan panah meledak. Zita pun terlempar begitu menahan ledakan panah itu dengan perisainya. Alih-alih meringis kesakitan, dia malah langsung bangkit dan tertawa-tawa kembali. "Ahahahahaha!!!"     

Cring!     

Begitu mengenai perisai Zita, pedang Lyra yang bercahaya itu mengeluarkan bunyi mirip lonceng, disusul dengan kemunculan serpihan-serpihan cahaya yang berbentuk seperti kelopak bunga dan berterbangan di sekeliling pedang. Kalau biasanya Zita tetap bisa berdiri kokohsaat menahan serangan Lyra, kali ini dia terhuyung mundur.     

"Waaaaah!!! Aku suka sekali dengan mainan barumu! Aku jadi menginginkannya!!!"     

Sekarang Lyra bisa mendesak Zita untuk terus mundur. Seperti biasa, Zita masih saja tertawa-tawa, meski kini tubuhnya mulai bisa ditebasi oleh Lyra.     

Cahaya di pedang Lyra mulai berkedip-kedip. Tahu bahwa kemampuannya akan segera habis, Lyra menendang perut Zita keras-keras. Zita pun langsung mundur sampai punggungnya mengenai rangka salah satu bus.     

"Ugh!"     

Seketika saja, Zita tak bisa bergerak. Tubuhnya terjerat rangkaian pita yang dikeluarkan oleh kemampuan Kacia.     

"Bagaaaassssss!!! Terbangkan aku!!!"     

Tepat ketika Zita berteriak seperti itu kepada Bagas yang entah bersembunyi di mana, Kacia dan Lyra berlari kabur mendatangi Lois, yang kini cuma bersimpuh di tanah.     

Terdengar bunyi derit logam yang bergeser begitu perisai Zita mulai bergetar, tanda kemampuannya telah diaktifkan.     

"Apa bus segede itu bisa digerakkin juga!?" Rava terdengar mulai panik.     

"Rava, kamu masih mau di sini?" tanya Marcel yang sudah memegang pundak Lois.     

Rava buru-buru memegang pundak Lois. Lyra dan Kacia pun menyusul, sementara derit logam itu semakin keras terdengar.     

"Heiiiii!!! Mau kemana kalian!!?? Kenapa kalian suka sekali kabur kalau kita sedang bermain!!??" pekik Zita dengan suara menggelegar.     

"Aku mohon, Lois." Lyra pun menggenggam erat kedua tangan saudari angkatnya itu. "Kami membutuhkan kamu."     

Derit logam itu makin menggema.     

Lois menarik napas dan memejamkan matanya yang terus saja mengalirkan cairan bening.     

"Maaf," desahnya pelan.     

Marcel menekan salah satu tanda di tangannya. Sedetik kemudian, mereka berlima pun lenyap begitu saja.     

"Kenapa!? Kenapa!? Kenapa!!??" Zita berteriak-teriak bak anak kecil. Kakinya berkelojotan dan tubuhnya bergerak-gerak liar. "Kenapa kalian selalu pergi!? Kalian menyebalkaaaan!!! Aku benci dengan kalian!!!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.