A Song of the Angels' Souls

52. Lawan dari Kepahlawanan



52. Lawan dari Kepahlawanan

0Varya berguling menghindari perisai Zita yang datang padanya. Kemudian, ia terus mengelak dengan lincah, sementara para bidadari dan tuannya sudah berlari menghampiri Lois. Bukannya ikut, Medora memilih untuk menggendong Gilang dan pergi dari tempat itu.     
0

Ya, Marcel sudah bersiap menekan salah satu tanda di lengannya. Tanda untuk mengaktifkan kekuatan teleportasi Lois.     

Namun, tahu-tahu Varya sudah berlari ke arah para tuan. Dengan terus menghindari perisai yang datang padanya, dia menangkap Marcel dan memukul tengkuk pria itu, kemudian berbalik ke arah ZIta.     

"Kak Marcel!" Stefan bersimpuh di dekat kakaknya yang tersungkur tak sadarkan diri.     

"Marcel!" Lois ikut bersimpuh, memeriksa keadaan tuannya itu. "Dia belum sempat menekan tandanya! Kita tidak bisa pergi!"     

Di sisi lain, Varya memberikan kombinasi serangannya kepada Zita, yang cuma bisa terus mundur menghindar. Kewalahan, Zita pun memilih untuk melompat jauh. Mendapati para bidadari yang sedang bersiap kabur, ia pun berseru, "Hei, kita masih bermain! Bagas, aktifkan nomor satu!"     

Baru saja Zita berhasil memukul tanah, Varya sudah keburu melompat. Gempa memang terjadi, membuat keseimbangan para bidadari dan tuan terganggu. Namun, Varya yang sudah ada di udara sama sekali tak terpengaruh.     

Dibantu dengan momentum lompatannya, Varya berhasil menyarangkan bogem super keras ke wajah Zita. Saking kerasnya bogem itu, Zita sampai terhempas dan berguling-guling cukup jauh.     

Beberapa detik berlalu, gempa pun berhenti. Mendadak, Medora mendarat keras ke tanah. Ia memposisikan agar punggungnya yang menghantam tanah, sementara Gilang ia peluk erat-erat.     

"Bu Dor ngga kapa-apa!?" seru Gilang, sedikit mengangkat tubuhnya dari dada Medora.     

"Ibu nggak apa-apa, kok," ujar Medora, memaksakan senyum di wajah, meski jelas-jelas punggungnya tidak baik-baik saja.     

Ione mendongak dan berdecak. "Teman-teman, sepertinya hari ini akan bertambah buruk."     

Begitu yang lain ikut mendongak, mereka mendapati monster-monster yang berbentuk seperti nyamuk raksasa, mengepakkan sayapnya dengan begitu cepat sampai tak bisa diikuti mata. Kepakan itu menimbulkan dengungan keras.     

Kacia mulai memanahi monster-monster itu. Namun, meski terhujam panah, mereka cuma oleng di udara dan tidak terjatuh. Satu monster menukik, hendak menghujam Lyra dengan jarum raksasa di wajahnya. Lyra pun menghindar, menyabet leher monster itu. Sama saja, monster itu hanya oleng sebentar, tetapi bisa terbang kembali.     

"Satukan tuanmu dengan tuan kami Medora!" seru Ione, sementara Kacia, Lyra, dan Lois mulai melompat-lompat untuk bertarung.     

"Hah?" Medora melongo tak mengerti.     

"Ayolah, aku ini orang yang meminta bidadari lain untuk tidak saling membunuh! Masa sih, aku akan menyakitinya! Aku justru ingin melindunginya!" lanjut Ione cepat.     

Sempat tertegun sejenak, Medora memutuskan untuk menggendong Gilang.     

"Tidak," desis Medora, lantas berlari menuju pintu keluar stadion.     

"Hei! Kamu butuh kamu untuk melawan monster-monster ini!" teriak Ione.     

"Sudah, biarkan saja!" seru Lois, baru saja mendarat setelah menusuk mata salah satu monster di udara. "Jangan berharap banyak kepada orang seperti dia!"     

Berdecak keras, Ione meniup serulingnya. Tak berapa lama kemudian, selubung transparan ungu yang berbentuk seperti setengah gelembung pun muncul melindungi Rava, Stefan, dan Marcel.     

Rava menelan ludah, memerhatikan para bidadari yang terus bertarung. Mereka bisa kabur saja seperti Medora barusan. Namun, mereka memilih untuk tetap bertahan. Alasannya jelas, agar monster-monster itu tidak bergerak ke pemukiman manusia.     

"Mereka hebat, ya," celetuk Stefan, masih memeriksa kakaknya yang belum juga tersadar. "Mereka memang bukan perempuan biasa."     

***     

Varya melompat ke punggung salah satu monster. Setelah berusaha mempertahankan keseimbangan untuk beberapa detik, ia menangkap dan mencabut sayap monster itu, kemudian melompat kembali.     

Dengan punggung yang mengucurkan cairan hitam, monster itu pun menghantam tanah. Ia berusaha bangkit menggunakan kaki-kakinya yang kurus, tetapi Varya keburu menghajar wajahnya sambil berlari.     

Varya tak selesai sampai di situ. Ia terus memukuli sang monster sampai tumbang. Terakhir, ia mencabut jarum raksasa monster itu sampai terlepas. Varya tampak tak peduli dengan cairan hitam yang mengotori baju tempur putihnya. Dia justru menusukkan jarum itu ke si tubuh si monster, membuat cairan hitam tersembur kembali, lagi-lagi membasahi busananya.     

Bug!     

Tubuh Varya hanya sedikit bergetar begitu punggungnya dihantam perisai Zita.     

"Luar biasa," desah Zita dengan mata berbinar dan bibir bergetar, masih dalam posisi menempelkan ujung perisainya ke punggung Varya. "Luar biasaaaa!!!"     

Varya memberikan tendangan berputar ke belakang, tetapi Varya bisa menghindar.     

"Kamu tidak pantas disebut sebagai bidadari," desis Varya, memberikan kombinasi serangan kepada bidadari sinting itu. "Bagimu, bertarung melawan bidadari itu lebih penting dibandingkan membasmi monster!"     

"Ahahahaha!!! Itu karena bidadari lebih menarik! Monster itu tidak punya otak! Tidak bisa berekspresi!" Meski hanya bisa menangkis dan menghindar, serta beberapa kali tubuhnya terkena serangan Varya, Zita tetap tertawa-tawa. "Ahahahahaha!!! Bagas! Pencet tandanya!"     

Perisai Zita mengeluarkan semacam daya dorong tak terlihat yang membuat Varya terpelanting, sebelum akhirnya terhempas keras ke rerumputan.     

Zita pun berlari, lantas melompat sambil mengangkat perisainya tinggi-tinggi. "Ahahahaha!!!"     

Varya bergeser dari hantaman perisai, dan berhasil memukul rahang Zita. Zita pun terguling di tanah.     

"Ahahahahaha!!!" Telentang di tanah, Zita masih tertawa-tawa dengan mata melotot. "Ahahahaha!!! Ugh!!!"     

Gelak tawa Zita lenyap seiring dengan perutnya yang diinjak keras oleh Varya.     

***     

"Aaakh!!!" Seru Ione begitu lengannya terserempet jarum dari salah satu monster.     

Untungnya, Lyra menghujam kepala monster itu dari atas, membuatnya langsung jatuh ke tanah.     

"Apa sudah semua?" tanya Ione dengan napas ngos-ngosan dan tubuh berlumur cairan hitam.     

Dengan kondisi yang kurang lebih sama, Kacia mendekat. "Sepertinya begitu."     

Ione melirik kepada pertarungan Zita dan Varya yang berlangsung cukup jauh darinya. Zita memang masih berdiri, tetapi dia tak berdaya menghadapi serangan-serangan brutal Varya yang terus mengalir ke tubuhnya. Setelah itu, ia menoleh kepada Marcel, yang sudah mulai sadar, sedang dibantu berdiri oleh Rava dan Stefan. Terakhir, dia menengok ke tiang gawang, tempat Lois akhirnya berhasil menumbangkan monster terakhir.     

Lokasi Lois sangat jauh dari bidadari-bidadari lain dan tuannya.     

"Kita pergi sekarang!" seru Ione kencang, menunjuk kepada Lois.     

Mereka bergegas melesat kepada Lois, yang juga berlari ke arah mereka. Marcel susah payah berlari dengan dipapah Stefan dan Rava. Ione pun berinisiatif untuk membopong kakak Stefan itu. Tak punya banyak pilihan, Marcel tak membantah.     

Namun, semua itu tak luput dari pandangan Varya. Memberikan pukulan terakhir kepada Zita yang kembali telentang di tanah dan kini wajahnya berlumur darah, bidadari berbaju tempur putih itu berbalik mengejar rombongan Ione.     

"Kalau mau menyerang, jangan pakai jaring pita, Rav!" pekik Ione kepada Rava yang sudah akan memencet salah satu tanda di lengannya. "Walaupun kemungkinannya super kecil, dia barangkali masih bisa mengejar kita! Jaring pita itu bisa jadi kartu as kita!"     

Setelah Rava memencet tanda yang lain, Kacia melompat sambil memutar tubuhnya, melesatkan panahnya ke atas. Panah itu meledak di udara dan menjatuhkan rundungan pita kepada Varya. Meski tubuhnya terajami pita-pita itu, Varya mati-matian mempertahankan tubuhnya agar tak terjatuh, sekaligus tetap melanjutkan larinya.     

"Dasar pahlawan sinting!" umpat Ione.     

Akhirnya, Lois dan yang lain bisa bertemu. Ione pun menurunkan Marcel, kemudian menyentuh tubuh Lois. Semuanya pun segera melakukan hal yang sama.     

Dan Varya pun melompat ke depan.     

***     

Begitu Marcel memencet salah satu tanda di lengannya, pemandangan di sekitar orang-orang itu pun berubah total. Sekarang, mereka ada di halaman belakang dari kompleks ruko yang tutup.     

Rava duduk di hamparan paving berlumut. Dia memang sudah berkali-kali menghadapi situasi menegangkan, tetapi barusan mungkin yang paling intens. Varya memang tidak tertawa-tawa seperti Zita, tetapi bidadari bertopeng itu jelas lebih kuat dari semua bidadari yang ditemui Rava.     

"Ione?" Stefan menoleh ke sana-ke mari. Matanya mulai membuka lebar. "Ione di mana?"     

Serta-merta, semua orang yang ada di situ ikut mengedarkan pandangan. Ya, mereka pun tak bisa melihat sosok Ione di mana pun.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.