A Song of the Angels' Souls

71. Kehormatan 2



71. Kehormatan 2

0Sambil berlari, Lyra memisahkan pedangnya menjadi dua. Varya pun mengaktifkan kemampuan meniru senjatanya. Kali ini dia memilih cakar Medora. Bahkan dirinya sampai meniru kuda-kuda super rendah dari Medora. Medora sampai menyipitkan matanya melihat hal itu.     
0

Varya ikut maju. Cakarnya pun beradu dengan pedang Lyra. Kombinasi serangan Varya tampak lebih cepat dari Lyra. Lyra pun cuma bisa menangkis, tak bisa membalas.     

Mengamati pertarungan itu, Rava sudah bersiap memencet tanda di lengannya. Ia lalu menoleh ke pertarungan Kacia dan Medora yang tampak lebih seimbang. Kemudian, ia mengamati adu senjata dari Lois dan Ione, yang tampaknya juga tidak berat sebelah. Ya, karena Stefan sudah tidak bisa melihat, Rava yang bertanggung-jawab mengawasi Ione.     

Rava terus bergantian mengamati tiga pertarungan itu. Ketegangan seolah menjalar ke seluruh tubuhnya, membuat sendi-sendinya kaku. Ia tak yakin bisa fokus melakukan hal itu dalam waktu lama.     

Mendapat isyarat kedikan dari Lyra, Rava pun menyentuh salah satu tanda di lengannya. Setelah mendapat beberapa sabetan dari Lyra yang kini bergerak begitu cepat, Varya mengaktifkan kekuatan pelepas senjatanya. Kedua pedang Lyra pun terlempar.     

Akan tetapi, Varya tak kuasa menghindari bogem mentah Lyra di mukanya. Begitupun saat menerima kombinasi tendangan dan pukulan luar biasa cepat yang menyasar ke bagian lain tubuhnya, ia sama sekali tak bisa berkutik.     

Ketika durasi kemampuan bergerak cepat Lyra habis, Varya baru bisa menangkap leher lawannya itu dengan satu tangan.     

Varya mengencangkan cengkraman tangannya, sekaligus mengangkat lawannya itu. Lyra berusaha melepaskan diri, tetapi percuma saja. Mulutnya mulai megap-megap karena paru-parunya kesulitan menggapai udara. Tanpa ampun, Varya pun membanting lawannya itu ke tanah.     

"Akkkkhhhh!!!" Mata Lyra mulai membelalak lebar. Lehernya terasa bisa patah kapan saja dan dirinya sudah tak bisa mengambil napas sama sekali. Untungnya, cakar yang ditiru Varya durasinya sudah habis, sehingga Lyra tidak mati lebih cepat.     

Masih ada waktu untuk rekannya melakukan sesuatu.     

Syut! Duarrr!     

Varya terpental karena panah peledak Kacia yang menyambar tubuhnya. Lyra pun meringis kesakitan. Selain karena lehernya masih dihinggapi nyeri, ledakan itu juga memberikan dampak kepadanya. Meski sebagian besar tubuhnya seperti dihujam ribuan pisau, ia tetap bangkit untuk mengambil pedangnya, walaupun harus dengan susah payah     

Varya bangkit dengan gerakan biasa. Seolah-olah ledakan tadi tidak berpengaruh kepadanya. Ia cuma memijati tengkuknya sambil berbicara, "Huh, demi bisa kabur dariku, kamu rela terkena ledakan juga. Strategi yang berani dan tidak salah juga sebenarnya."     

Lyra menggabungkan kedua pedangnya, mulai memasang kuda-kuda lagi.     

***     

"Varya bercerita tentangmu," ujar Lois, menusukkan rapier-nya kepada Ione.     

Ione menangkis serangan itu, mundur satu langkah. "Dia tidak tahu apa yang dibicarakannya."     

Tak jauh dari pertarungan dua bidadari itu, Kacia tengah menghadapi Medora. Kacia memberikan hantaman-hantaman dengan busurnya, sementara Medora mencakar dengan gerakan lentur nan fleksibel.     

Kacia melompat mundur dan melepaskan satu anak panah. "Setelah kulihat-lihat, sepertinya gerakan seperti itu pernah kulihat di sebuah pertunjukan .... Tapi, aku lupa pertunjukan apa. Mungkin aku melihatnya sewaktu masih kecil. Intinya, waktu itu ada orang yang terbang meliuk-liuk melewati celah-celah sempit dan rintangan berbahaya lainnya."     

Medora yang baru menangkis panah Kacia pun menghela napas, tetapi tetap memajang senyum teduhnya. "Itu mungkin orangtuaku. Aku sendiri baru pernah diajari mereka, belum sempat ikut keliling karena sirkusnya keburu bangkrut."     

"Aah ...." Kacia pun berguling ke samping, menghindari serangan melompat dari lawannya itu.     

Pertarungan keempat bidadari itu terus berlangsung. Mereka terlihat seimbang, tetapi jarak anat dua pertarungan itu semakin dekat. Menyadari ada yang beres, Lois pun lebih waspada, sesekali melirik kepada Rava.     

Dirinya dan Medora seperti digiring mendekat.     

Melihat Kacia melompat mundur cukup jauh sambil menarik busurnya, Lois menyahut tubuh Medora dan melemparkannya ke jalur tembak Kacia. Kacia tak sempat mencegah. Anak panahnya terlepas, berubah menjadi rangkaian pita yang langsung menjerat tubuh Medora.     

"Ugh!" Medora jatuh berdebam ke tanah, terlihat sangat tidak nyaman tubuhnya terjerat pita. Ia nyaris tak bisa bergerak, hanya sanggup menggeliat. "Cara yang hebat untuk memanfaatkan rekanmu sendiri, Lois!"     

"Bu Dor!" pekik Gilang dari kejauhan, hendak menghampiri bidadarinya itu, tetapi tangan Marcel menghadangnya.     

"Jangan ke sana. Semuanya masih baik-baik aja," ucap Marcel, bersiap memencet satu tanda di lengannya. "Biar aku yang mengatasi ini."     

"Aah, biar kutebak. Kalian ingin menjeratku dengan tante bohai ini, kemudian Ione akan membunyikan seruling untuk membekukan Varya. Setelah itu, kalian mau kabur, kan?" Lois tersenyum penuh arti.     

Ione menggaruk rambutnya. "Dari mana kamu mendapat istilah tante bohai?"     

Lois mengangkat bahu, lantas sosoknya pun berubah menjadi dua. Pertarungan pun berlanjut. Kali ini, Ione dan Kacia sama-sama melawan Lois.     

***     

Lyra terhempas keras ke tanah. Ia menyeka darah dari ujung bibirnya, tanda kalau energi pelindungnya telah terkikis habis. Beberapa bagian badannya memang nyeri. Napasnya pun sudah mulai habis, padahal dia belum bertarung dalam jangka waktu lama. Pertarungan melawan pahlawan pembasmi naga ini membuatnya harus memberikan fokus yang ekstra, harus selalu memberikan ayunan pedang terbaiknya, juga memaksanya waspada berkali-kali lipat akan serangan yang datang. Semua itu benar-benar menguras tenaganya.     

Namun, tak ada kesempatan untuk istirahat. Varya sudah berjalan ke arahnya, dengan napas biasa saja, dan tak menunjukkan kalau serangan Lyra memberikan efek. Lyra pun kembali bangkit dengan susah payah.     

"Aku menawarimu sekali lagi, bergabunglah denganku. Aku berjanji akan menyelamatkan kaummu." Varya mengulurkan tangannya. "Kita tidak perlu bertarung seperti ini. Lebih baik kita bekerjasama untuk melawan monster saja."     

Bukannya menjawab, Lyra malah menyeringai.     

Varya sedikit mengangkat dagunya. "Jadi, ini jawabanmu ...."     

Ucapan Varya terpotong oleh tiga panah yang datang kepadanya. Panah itu mengenai tubuhnya, tetapi tidak memberikan dampak apa pun.     

Hanya selang beberapa detik setelah itu, ia menangkap ayunan busur dari Kacia.     

"Kalau mau menyelamatkan temanmu ini, harusnya kalian mengirim Ione saja." Varya sedikit melongok kepada Ione, yang tengah bertarung melawan dua sosok Lois. "Kesempatan menahanku akan jadi lebih besar .... Ah, barangkali karena aku hanya akan mencegahnya meniup seruling."     

Kacia tak bisa berbuat apa-apa saat busurnya ditarik kencang. Ia pun terhuyung dan harus pasrah mendapat kombinasi serangan dari Varya. Lyra pun balas menyerang, tetapi hasilnya sama saja. Yang ada, dirinya malah ikut menjadi bulan-bulanan.     

Varya menyerang dua bidadari itu dengan lebih brutal. Lyra sudah babak-belur dan energi pelindung Kacia pun terkikis dalam waktu cepat.     

"Tadi, aku sedikit menahan diri, karena masih memberikan kesempatan kalian untuk berpikir." Varya mencekik leher dua lawannya itu. "Tapi, sepertinya kebaikan hatiku itu sia-sia belaka."     

Meringis kesakitan dan berusaha melepaskan cekikan menyesakkan itu, Lyra memandang Varya. Ione yang meminta mereka mengikuti undangan Varya dengan alasan untuk berdialog. Kalau tidak bisa, mereka akan kabur. Lyra merasa sangat bodoh sudah menyetujui Ione. Tadinya Lyra berpikir, orang seperti Varya masih punya akal, sehingga bisa diajak berdiskusi, berbeda dengan Zita yang gila.     

Lyra tertawa dalam hati. Mengapa dia berpikir seperti itu? Apakah ini artinya dia sudah mulai setuju dengan rencana Ione yang ingin mengumpulkan para bidadari?     

Mulut Kacia dan Lyra memang membuka, tetapi erangan mereka sudah tak terdengar. Keduanya mulai hilang kesadaran. Paru-paru mereka sudah tak bisa lagi menggapai udara.     

"Ada monster! Ada monster banyak sekali! Ada ratusan! Kalian harus melawannya!" Tiba-tiba saja, satu sosok Piv muncul, melompat-lompat menghampiri Varya.     

Serta-merta Varya melepaskan kedua bidadari itu. Kacia dan Lyra pun tumbang ke hamparan rumput, memegangi leher masing-masing sambil terbatuk-batuk hebat.     

"Di mana?" tanya Varya lugas.     

"Ke arah timur dari sini! Tidak terlalu jauh!" lanjut Piv, terdengar panik. "Kalian harus cepat!"     

"Hentikan pertarungan kalian!" seru Varya kepada Lois dan Ione yang masih saling tukar serangan. "Piv berkata, ada monster banyak sekali tak jauh dari sini!"     

Lois dan Ione menurut, langsung menghentikan serangan masing-masing. Medora yang baru lepas dari jeratan pita pun mengurungkan niatnya menyerang Ione.     

Varya kembali menatap Kacia dan Lyra. Dengan nada dingin, bidadari bertopeng itu pun berkata, "Jangan kira semua ini sudah selesai. Aku tidak tahu jumlah pasti dari monster yang datang itu. Aku hanya berjaga-jaga saja. Barangkali, aku membutuhkan kalian untuk membantuku melawan monster-monster itu."     

Masih memegangi lehernya, Lyra pun memandang tajam musuhnya itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.