A Song of the Angels' Souls

72. Kehormatan 3



72. Kehormatan 3

0"Padahal, aku punya ide brilian untuk kabur dari Varya, tapi apa daya, malah ada serangan monster begini," keluh Ione yang sedang melompati rumah-rumah dengan dua rekan bidadarinya, agak jauh dari rombongan Varya. "Bisa saja sih kita kabur sekarang, tapi kalian tidak bisa membiarkan serangan monster itu, kan? Yah, aku juga begitu .... Ah, sayang sekali, padahal Lois sudah membuka jalan."     
0

"Hah? Apa maksudmu?" tanya Lyra penuh selidik.     

Kacia pun menjejeri Lyra, tersenyum tipis. "Lois yang memintaku untuk menolongmu, Lyra."     

Lyra menatap Lois yang melompat bersama Varya dan Medora. Lois hanya balas memandang Lyra sekilas, sebelum fokus ke depan lagi.     

"Semoga saja, setelah bekerjasama seperti ini, pandangan mereka terbuka. Nggak ada gunanya bertarung," desah Stefan yang digendong Ione.     

"Iya, semoga saja. Aku yakin sekali, Varya itu orang yang sebenarnya sangat baik. Buktinya, dia mengurungkan niatnya untuk membunuh Kacia dan Lyra. Dia melakukan itu demi menyelamatkan orang banyak, agar kalian bisa membantunya," sahut Ione.     

Rava yang naik di punggung Kacia hanya bisa membisu. Pandangannya terhujam kepada Varya, yang melompat paling depan. Bisakah mereka meluluhkan hati bidadari itu seperti kata Ione? Kalau memang bisa, kedudukan mereka akan sangat diuntungkan. Barangkali, mereka jadi benar-benar punya nilai plus untuk membujuk pihak penyelenggara.     

"Sepertinya, mereka sedang membicarakan kita," desis Lois, tersenyum penuh arti.     

"Apa yang mereka bicarakan tentang kita itu tidak penting," timpal Varya tegas. "Kita harus fokus melawan monster-monster itu. Aku punya firasat buruk."     

"Terimakasih, sudah mau mempercayai saya, Nona," celetuk Medora tiba-tiba.     

Varya sekilas menoleh kepada anak buahnya itu. "Kenapa kamu berbicara seperti itu?"     

"Tidak .... Hanya saja, setelah mendengar tuduhan mereka bahwa saya ini pengkhianat, Anda tidak bertanya apa-apa lagi. Artinya, Anda sudah benar-benar percaya dengan saya, kan?"     

"Seperti yang sudah pernah kubilang, kalau kamu memang berkhianat kepadaku, aku akan melakukan sesuatu kepadamu." balas Varya dengan nada sedingin es. "Tapi, aku yakin, kalian tidak akan mengkhianatiku. Sumpah Lois sebagai bangsawan terhormat jelas tidak main-main. Lalu, untuk kamu Medora, aku tahu kamu itu orang baik. Kalau memang dulu kamu berkhianat, itu hanya karena keadaan saja. Hati nuranimu tidak menginginkan hal itu, kan? Jadi .... Ah, sudah kubilang, aku tidak pintar dalam hal yang sentimentil begini." Varya mempercepat lompatannya. Membuat dirinya meninggalkan dua rekannya itu. "Sebentar lagi kita sampai. Kalian jaga jarak denganku. Beritahu mereka juga. Aku ingin melakukan sesuatu."     

Rava langsung membuka mulutnya saat jarak rombongannya sudah dekat dengan lokasi kejadian. Jalanan besar sudah di penuhi dengan monster-monster berwujud layaknya manusia berwarna hijau tua mengilat, dengan tangan seperti sabit, dan mata luar biasa besar seperti milik serangga.     

Rasa mual mulai memenuhi kerongkongan Rava. Di antara monster-monster itu, dia bisa melihat motor-motor bergelimpangan, genangan-genangan darah yang terus melebar, serta potongan-potongan tubuh manusiayang tergeletak begitu saja.     

"Dia meminta kita menjaga jarak," ujar Lois yang sudah menjejeri rombongan Rava.     

Mereka pun mendarat di atap beton sebuah gedung toko.     

"Hai," sapa Candra yang ditinggalkan Varya di situ. "Kalian disuruh menunggu sebentar."     

Sementara itu, Varya sudah melompat tinggi sekali, kemudian mendarat sembari meninju aspal jalanan.     

Rangkaian retakan besar pun terbentuk, diikuti dengan goncangan di bumi. Para bidadari dan tuannya pun langsung berjongkok. Beberapa monster pun terperosok ke celah retakan. Dari mulai yang kakinya saja, sampai yang benar-benar masuk seluruh badan.     

"Zita memang sudah benar-benar mati. Itu kemampuan ZIta dan Varya menggunakannya dengan lebih maksimal," desis Ione, masih berjongkok untuk menahan keseimbangan. Gempa yang terjadi belum juga usai.     

Dan Varya entah dengan cara apa bisa menggunakannya tanpa terlalu merusak bangunan di sekelilingnya," sambung Lyra.     

Serta-merta Rava mengecek bangunan di sekitar tempatnya berada. Semua kaca bangunan-bangunan itu memang pecah, tetapi belum ada yang retak sedikit pun. Apakah Varya memikirkan orang-orang yang ada di dalam bangunan-bangunan itu?     

Ketika gempa itu tuntas, Varya mulai menghadapi kedatangan monster-monster yang masih bebas. Ia pun memukul, menyikut, menendang, menyarangkan serangan lutut, sampai membanting para monster yang menyerangnya.     

"Ayo, kita bantu dia," usul Lois.     

Medora, Lyra, dan Lois langsung turun ke jalanan untuk membantu Varya. Sementara itu, Kacia dan Ione masih bertahan. Kacia memanahi para monster, sementara Ione meniup serulingnya.     

"Basmi yang tidak terperangkap di retakan terlebih dahulu!" seru Varya lantang.     

Para bidadari yang ada di jalanan pun saling bahu-membahu melawan para monster. Tak ada yang peduli tubuhnya dikotori oleh cairan hitam dari makhluk-makluk mengerikan tersebut. Mereka terus saja menyarangkan serangan masing-masing.     

Tepat ketika alunan seruling Ione selesai, monster-monster itu berhenti bergerak. Para bidadari pun lebih mudah menghabisi mereka.     

"Apakah ini yang terakhir?" tanya Varya, baru saja mencekik sampai mati salah satu monster dengan tubuh yang tertahan di retakan tanah.     

Lois mengedarkan pandangannya kepada mayat-mayat monster yang sebagian besar mulai menguap menjadi asap hitam. "Sepertinya begitu, Nona."     

"Anda tinggal meminta saya mengaktifkan kekuatan pembeku dari awal, Nona. Anda tidak perlu mengaktifkan kekuatan gempa itu terlebih dahulu untuk melumpuhkan para monster," tutur yang baru bergabung dengan yang lainnya di jalanan.     

"Durasi kemampuanmu itu tak akan cukup untuk memberi kita waktu untuk membasmi semuanya. Maka dari itu, aku berpikir untuk melumpuhkan sebagian monster itu terlebih dulu," jawab Varya lugas. "Harusnya kamu menyadarinya, kan?"     

Ione hanya membisu.     

"Masih belum!!!" Tiba-tiba saja, Kacia memekik sambil menunjuk ke ujung jalan.     

Ratusan derap langkah pun mulai terdengar dari kejauhan.     

"B*jing*n!" umpat Ione. Ia buru-buru menoleh ke arah gedung yang atapnya menjadi markas para tuan. "Ah, kuharap Gilang tidak mendengar umpatanku."     

"Tidak masalah. Bapaknya sering mengumpat kalau sedang nonton bola, kok," timpal Medora.     

Kening Lyra sedikit mengernyit, tetapi seperti biasa, ekspresinya tak berubah banyak. "Ayah anak itu menonton benda bulat untuk hiburan?"     

Tawa Ione langsung pecah. Medora pun menutupi mulutnya dan terkekeh.     

"Kasihan sekali kamu. Tuanmu kurang memperkenalkan dunia ini kepadamu," ejek Lois, menepuk pundak saudari angkatnya itu. "Nanti kujelaskan, tapi sekarang bukan saat yang tepat."     

Ekspresi di wajah Lyra memang tidak berubah, tetapi kedua tangannya mengepal erat dan wajahnya mulai dihiasi sedikit rona merah.     

"Sedikit becanda tidak masalah untuk mengurangi ketegangan, tetapi kalian harus tetap fokus kepada lawan," ujar Varya, memandang ke arah rombongan monster yang datang.     

"Tentu saja, Nona," sahut Lois, menjejeri pimpinannya itu dan memasang kuda-kuda. Yang lain pun mengikuti jejaknya.     

Ione sedikit meregangkan tubuhnya. "Ah, kita jadi terlihat seperti adegan di film yang terkenal sekali itu."     

"Yang pahlawannya berjejer untuk menghadapi musuh dari luar angkasa? Mungkin maksudmu film Scavenger: Insanity Boar?" celetuk Lois.     

"Bukan, sepertinya itu Lavender: Send Gym," sahut Lyra, terdengar tak mau kalah, jelas sekali ingin menunjukkan kalau dirinya tidak bodoh-bodoh amat mengenai budaya bumi. "Aku baru menontonnya dua hari lalu."     

Ione menggaruk rambutnya. "Sepertinya kalian agak salah menyebut nama filmnya. Atau aku yang salah mengingatnya?"     

"Sudah cukup mengobrolnya." Varya menunjuk ke arah gerombolan monster yang terus mendekat. "Kita harus fokus melawan mereka.     

"Sial, mereka banyak sekali," gerutu Ione.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.