A Song of the Angels' Souls

96. Krisis 2



96. Krisis 2

0Selama Lois menjelaskan semuanya, Stefan terus membisu. Dari mulai fakta bahwa ternyata Marcel sakit parah sampai tentang tujuan Marcel yang ingin menyembuhkan dirinya sendiri demi bisa bersama dengan Anggun, semua Stefan dengarkan dengan begitu saksama.     
0

"Jadi begitulah, Stef. Untuk masalah kenapa Anggun meninggalkan kakakmu ini, aku tidak tahu. Mungkin kamu bisa menanyakannya kepada kakakmu sendiri," tukas Lois, mengakhiri ceritanya.     

"Aku nggak ada urusan kenapa Anggun ninggalin kak Marcel," timpal Stefan. Urat-urat di wajahnya mulai menegang. "Coba jelaskan sekali lagi, Ione. Apa kakakku masih kelihatan menyedihkan?"     

"Masih sama seperti tadi, Stef," desah Ione.     

Stefan sedikit menggertakkan giginya. "Kalau begitu, tolong bantu aku buat megang kerah bajunya."     

Tanpa ba-bi-bu lagi, Ione menarik kerah baju Marcel agar bisa dipegang Stefan. Marcel sempat terhenyak karena hal itu, tetapi dia memilih tak peduli dan membuang mukanya.     

"Aku nggak mau ngebahas masalah kenapa Kakak nggak ngasih tahu aku kalau Kakak sakit parah. Itu emang salah, tetapi ada yang lebih penting sekarang," desis Stefan dengan bibir bergetar. "Sekarang siapa yang jadi budak cinta, hah? Kakak sendiri kan yang bilang cinta itu t*i kucng? Kakak bilang begitu ke aku, tapi cuma diputusin cewek aja udah kehilangan semangat hidup."     

Marcel masih enggan bersuara. Stefan menyeringai dan mendorong kakaknya itu sampai terhempas ke lantai. Marcel tetap saja tak merespon.     

"Begini jadinya seorang Marcel Wiryawan? Begini jadinya seorang pria yang digadang-gadang akan melanjutkan kerajaan bisnis William Wiryawan, salah satu orang yang punya pengaruh besar di negeri ini?" Stefan mengusap wajahnya gusar. Masih saja tak mendapat tanggapan, ia pun meraung, "Woiii!!! Jawab!!! Anj*ng!!!"     

Marcel hanya menelungkup. Ekspresinya masih sama saja, tidak menunjukkan aura kehidupan.     

Stefan tahu, kakaknya mungkin punya alasan untuk wewanti-wanti agar dirinya tidak menjadi budak cinta. Marcel tak ingin Stefan punya kehidupan yang hanya berpusat kepada seseorang. Ya, seperti kehidupan Marcel yang berpusat kepada Anggun.     

"Kurasa tidak ada gunanya lagi berbicara kepadanya." Ione menepuk pundak tuannya. "Kita juga masih harus melawan monster itu."     

Baru saja menggulirkan jari-jemarinya di ponsel, Lois berjongkok di dekat Marcel. "Walaupun sebenarnya ingin memarahimu habis-habisan, tetapi aku tidak punya waktu. Ada monster yang mungkin harus dikalahkan dengan kekuatanku. Apakah kamu masih bisa mendampingiku bertarung, Marcel?"     

"Dia tidak akan mungkin melakukannya," geram Stefan, terdengar penuh emosi. "Maaf, aku tahu kamu membawaku ke sini untuk membujuknya. Tapi, dia udah nggak ngerespon sama sekali begitu. Aku bisa apa?"     

"Kalau begitu, lepaskan kontrakku, Marcel. Aku akan mengikat kontrak dengan yang lainnya," tukas Lois.     

***     

Kacia dan Lyra masih melancarkan serangan, tetapi itu dilakukan hanya untuk menjaga agar sang monster tidak memasuki kawasan pemukiman penduduk. Lyra sudah beberapa kali memberikan luka memanjang dan puluhan panah Kacia sudah menancap di tubuh sang monster. Monster itu juga beberapa kali berhasil menyambar Lyra dan Kacia dengan ekornya. Untungnya, kedua bidadari itu hanya terpental saja dan langsung bisa segera bangkit. Tak ada serangan yang benar-benar telak mengenai mereka.     

Lyra sudah akan memberikan serangan lanjutan ketika sang monster bergelung lagi, berlindung dengan sisik keras di bagian belakang tubuhnya. Tak bisa melakukan apa pun, kedua bidadari itu pun menghentikan serangannya.     

"Ini." Di sisi lain jalanan, dengan memberengut dan membuang muka, Etria menyodorkan satu tas plastik putih kepada Rava.     

"Makasih," ucap Rava, memberikan senyuman canggungnya, menerima tas plastik itu. "Aku harus terus ngawasin yang lain, jadi nggak bisa pergi sendiri ke warung. Kamu udah ngasih uangnya ke kasir, kan? Sekali lagi makasih, ya."     

"Hmph!" Meski bertingkah angkuh, rona merah mulai menghiasi kedua pipi Etria.     

Rava sedikit menggaruk rambutnya saat melihat isi kantung plastik itu: beberapa botol minuman jamu yang biasanya dikonsumsi oleh wanita yang datang bulan. Dia memang cuma bilang kepada Etria untuk membeli minuman apa saja.     

Karena sudah terlanjur, ia tetap memanggil yang lain untuk meminumnya. Toh, minuman seperti itu pun tetap bisa mengurangi dehidrasi, kan?     

Para bidadari mungkin akan bertarung dalam jangka waktu lama, Rava ingin membantu walaupun cuma sedikit.     

"Minuman ini enak sekali," celetuk Etria yang menghabiskan jatahnya paling cepat, padahal dirinya nyaris tak berkeringat.     

"Iya, agak asam-asam gimana, begitu," sambung Kacia, sedikit mencecap-cecap.     

Sementara itu, Lyra meneguk minumannya sampai tandas, kemudian memeriksa botolnya. Ia menyipitkan matanya saat menemukan sesuatu di label botol minuman tersebut.     

"Kamu tidak minum, Rav?" tanya Etria sambil mengangkat alis. Rava hanya memberikan gelengan. Etria pun mengangkat bahu, kembali meraih satu botol dari tas plastik. "Kalau begitu, bagianmu untukku, ya!"     

Tak berapa lama kemudian, Lois, Ione, dan Stefan pun datang. Menyadari Marcel tak ada di punggung Lois, Rava menautkan alis.     

"Tuanmu mana?" tanya Lyra, sedikit mengedikkan kepalanya ke arah saudari angkatnya.     

"Dia tidak bisa datang ke sini. Alasannya kujelaskan nanti saja," terang Lois cepat, melewati saudarinya itu untuk mendatangi Rava. "Rav, aku butuh bantuanmu. Marcel sudah lepas kontrak denganku. Aku minta kamu menjalin kontrak denganku supaya aku bisa menggunakan kemampuan pedang memanjangku."     

Serta-merta, Rava menjatuhkan tas plastik di tangannya. Rahangnya pun turun maksimal. Ketika Lois sudah begitu dekat dengannya dan berkacak pinggang, pemuda itu pun menunjuk dirinya sendiri. Lois pun mengangguk sambil memberikan senyum penuh arti.     

"Harem satu lagi, Rav," ceplos Stefan, terkekeh pelan. Ione langsung mengamati kekasihnya itu. Kekehan Stefan terdengar agak dipaksakan.     

Dengan ekspresi tajamnya yang biasa, Lyra pun memandangi Rava dan Lois secara bergantian. Sementara itu, Kacia cuma bisa melongo dan Etria malah terlihat sedikit megap-megap tanpa suara. Etria jelas ingin sekali membantah, tetapi dia langsung ingat yang meminta kontrak baru adalah Lois, idola sekaligus mentornya.     

***     

Ritual kontrak itu berlangsung beberapa menit. Rava mengamati lengannya, yang kini dihiasi begitu banyak tanda warna-warni, termasuk empat milik Varya yang belum juga dipilih oleh Lois.     

"Nanti sentuh tanda yang pertama ya, Rav," pinta Lois yang sedang bersiap dengan meregangkan tubuhnya. "Ah, akhirnya nanti aku bisa bebas memakai celana yang lebih pendek."     

Rava menoleh kepada Lyra, yang memberikan tatapan yang lebih sinis dari sebelumnya. Kemudian, dia menatap Etria, yang membuang muka dengan mulut lebih memberengut maksimal. Terakhir, dia menoleh kepada Kacia, yang justru langsung menunduk dengan gerak-gerik canggung.     

Rava kembali mengamati tanda-tanda di lengannya. Dia makin merasa seperti tokoh antagonis saja.     

"Kita tusuk kepalanya saja sekalian. Di sini." Ione menunjuk bagian tengah monster yang bergelung itu, tepat di area yang jelas sekali menonjolkan pola kepala. "Pasti dia langsung mati."     

"Siap." Lois mengambil jarak yang cukup, mengacungkan rapier-nya ke arah yang ditunjuk Ione, kemudian berkata lantang. "Sekarang, Rav!"     

Rava memencet tanda yang dimaksud. Rapier Lois pun mengeluarkan cahaya kemerahan, memanjang dengan cepat, langsung menghujam tepat di bagian tengah kepala si monster.     

"Iiiiiii!!!" Monster itu mengeluarkan jeritan melengking yang jauh lebih keras, membuat semua yang ada di situ menutup telinganya. Ia pun melepaskan diri dari gelungannya, langsung berdiri dengan dua kaki. ""Iiiiiii!!! Iiiiiii!!! Iiiiiii!!!"     

Lois langsung melompat mundur untuk menjaga jarak. Monster itu pun memegangi kepalanya yang mulai berlumuran cairan hitam. Ia terus menjerit-jerit, bergerak-gerak liar, dan menghentak-hentakkan kedua kakinya.     

"Sepertinya, otak monster itu letaknya bukan di kepala. Jadi, serangan Lois tidak mempan untuk membunuhnya!!!" pekik Ione, berusaha melawan jerit kesakitan si monster.     

Rava cuma bisa meringis sambil terus menutupi kedua telinganya.. Dia tahu suasana pasti akan bertambah kacau.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.