A Song of the Angels' Souls

100. Pertanyaan untuk Lois



100. Pertanyaan untuk Lois

0"Hai," sapa Lois kepada pekerja lelaki di rumah orangtua Stefan itu. Sang pekerja yang sedang memasang pigura di dinding dengan menggunakan tangga cuma bisa melongo, memerhatikan Lois yang hanya memakai bikini. Ketika Lois mengedipkan sebelah matanya, sang pekerja pun menelan ludah.     
0

Sedikit bersenandung, Lois pun pergi ke dapur, langsung mendatangi kulkas yang ada di sana. Karena pernah datang ke situ dengan Marcel beberapa kali, dia jadi lumayan hapal denah rumah tersebut.     

Ia mulai mengambil beberapa minuman kalengan dari kulkas. Terdengar suara debam keras dari lokasi pekerja tadi berada. Saat akan memeriksanya, dia keburu didatangi Lyra, yang juga tidak mau repot-repot memakai sesuatu di atas bikininya.     

"Ada apa?" tanya Lois.     

Lyra mengangkat bahu. "Tidak tahu, pria itu tiba-tiba terpeleset saat melihatku. Untungnya, dia sudah mau turun dari tangga."     

Mulut Lois hanya membentuk 'ooh' tanpa suara.     

"Kamu kenapa Lois?" tanya Lyra penuh selidik, melipat tangan di dada. "Kelakuanmu memang kadang sembarangan. Tapi, yang tadi malam dan barusan itu terlalu berlebihan, bahkan untuk ukuranmu."     

Lois tersenyum kecut, membuka salah satu minuman kaleng. "Ah, insting saudariku ini memang tajam sekali."     

"Kamu sedih karena harus berpisah dengan Marcel?"     

"Bukan." Lois meneguk minumannya sampai habis setengah. "Jujur saja, aku tidak terlalu merasa sedih saat melihat Marcel. Dia kan sebenarnya tidak terlalu dekat denganku. Cuma miris saja. Dia mengingatkan aku kepada ibuku sendiri."     

Kening Lyra langsung berkerut. "Ibumu? Bagaimana bisa?"     

"Bahkan kamu tidak tahu, ya?" Lois tertawa getir, kembali meneguk minumannya. "Yah, hal ini baru kelihatan setelah kamu keluar dari rumahku, sih. Jadi .... Apa kamu tahu kalau sebenarnya ayahku itu tidak mencintai ibuku?"     

"Mereka kan selalu terlihat akur."     

Lois menghela napas begitu panjang. "Kuberitahu versi singkatnya saja, ya. Jadi, ayahku sebenarnya mencintai wanita lain, tetapi dia dijodohkan dengan ibu. Kamu paham kan, namanya pernikahan politik. Ternyata, setelah menikahpun ayah masih berhubungan dengan kekasihnya yang lama. Kemudian, lama-kelamaan ayah merasa bersalah dan akhirnya mengaku kepada ibu .... Apa kamu bisa menebak yang terjadi setelahnya?"     

Lyra hanya menggeleng pelan.     

"Ibuku memang marah besar, tetapi akhirnya dia berkata akan menerimanya, walau dengan menangis." Lois mengusap wajahnya. Tetes cairan bening sudah mulai muncul di kedua matanya. "Ibuku berkata itu demi menjaga kedudukan keluarga kami. Kalau skandal itu sampai keluar dan orangtuaku bercerai, semuanya memang akan hancur. Kami akan malu .... Tapi, aku rasa alasan ibuku tetap bertahan itu sebenarnya karena memang dia terlalu mencintai ayah .... Ah, intinya begitu, Lyra."     

Lois menandaskan minumannya. Dari kejauhan mulai terdengar derap langkah cepat. Rava pun muncul di dapur itu, tetapi sama sekali tidak mau menatap Lyra. Dia pun menyodorkan sesuatu berwarna coklat, berbentuk segitiga, dan memiliki tali penghubung.     

"I-i-ini, ikatan talinya k-k-kayaknya lepas waktu k-kamu naik," ucap Rava cepat, tentu saja dengan wajah memerah. "A-aku dipaksa Ione buat nganterin."     

Lyra mengamati benda yang terbuat dari kain itu dengan seksama, kemudian menoleh ke bawah, memeriksa bagian tubuhnya.     

"Kyaaaa!!!" Lyra langsung berjongkok dan menutupi bagian kewanitaannya yang tidak tertutupi apa pun.     

"Pantas saja tadi pekerja di sini sampai jatuh melihatmu," desah Lois.     

"K-kenapa kamu tidak bilang, Lois!?" gerutu Lyra dengan muka memerah. Kalau biasanya ekspresinya tidak berubah, kali ini dia terlihat malu luar biasa.     

Seperti tadi, tubuh Rava kaku. Dia cuma terpaku di tempatnya, tak bergerak sama sekali, masih saja menjulurkan celana bikini Lyra.     

Lois pun merebut celana itu. Lyra berusaha mencegah, tetapi geraknya terbatas gara-gara harus melindungi bagian bawah tubuhnya dari pandangan Rava. Lois keburu kabur sambil melambai-lambaikan celana itu.     

"Tangkap aku, Lyra!"     

***     

Rava duduk di sofa salah satu ruangan terluas di rumah ayah Stefan itu. Pandangannya kosong, terhujam lurus ke depan. Ia tak bergerak sama sekali. Sementara itu, Lois menaruh kedua buah dadanya di atas kepala Rava.     

"Rava .... Ehehehe .... Rava .... Lihat aku dong, Rava," racau Lois dengan pipi merona. Ia menjilat-jilati bibirnya, seperti sedang menikmati sesuatu. Bidadari itu terus menekan-nekankan kedua asetnya itu ke kepala Rava. "Rava .... Hiks .... Kenapa kamu diam saja begitu? Ravaaa, aku butuh perhatianmu."     

Bahkan saat Lois mengalungkan kedua tangan ke lehernya, Rava masih tidak merespon. Pemuda itu sudah terlalu lelah untuk menghindar. Dari pagi tadi saat berenang sampai sekarang hari sudah malam, Lois terus melakukan hal-hal mesum kepadanya. Dari mulai mendobrak pintu saat dirinya mandi dan memeluk tubuhnya yang telanjang bulat, meremas-remas pantatnya dengan antusias, mendorong dan menindihinya sambil mendesah-desah, dan masih banyak lagi.     

Sekeras apa pun melawan, Lois akan kembali lagi. Bahkan yang lain sudah sampai mengikat dan mengurungnya, tetapi bidadari itu secara ajaib tetap bisa lolos.     

"Ione juga pernah begitu, salah ambil minuman, bukannya soda malah bir. Di awal emang efeknya nggak kelihatan, tetapi pas udah mulai mabuk, bakal lama banget sembuhnya," terang Stefan yang duduk tak jauh dari situ. Entah sudah berapa kali dia mengucapkan hal tersebut. "Yah, tapi waktu itu Ione cuma guling-guling di lantai."     

Ione yang duduk di samping Stefan pun terkikik. "Sepertinya kamu iri, Stef."     

Stefan cuma mendengus.     

Lyra memijati kening, hanya sesekali melirik tuan dan saudari angkatnya itu. Etria duduk dengan dagu dipangku kedua tangan, memberengut sambil terus mengamati perbuatan mesum Lois. Kacia cuma duduk dengan posisi kaku, memainkan jari-jemarinya, terlihat salah tingkah.     

"Ah, kasihan, Rava. Lama-lama ini tidak lucu juga," celetuk Ione akhirnya, bangkit dari sofa. "Aku tahu cara menyembuhkannya, kok. Aku tidak sengaja menemukan cara itu saat aku mabuk untuk kedua kalinya."     

"Akhirnya, kenapa nggak dari tadi? Aku dilarang ngasih tahu ke yang lain pula caranya." gerutu Stefan. "Aku juga kenapa nggak protes, ya?"     

"Yah, karena aku suka melihatnya. Soalnya lucu .... Tapi, sepertinya aku kelewatan .... Oh iya, jangan ada yang ikut, ya. Kalian di sini saja. Mungkin dia bakal berak di celana, baunya sangat tidak sedap, lebih dari berak pada umumnya." Ione pun tertawa, lalu membopong Lois ke pundaknya dan membawanya keluar. "Dan jangan salahkan diri kamu sendiri, Stef. Kamu mau menurutiku untuk tidak memberitahu yang lain karena karena aku mengancam tidak memberikan jatah kepadamu."     

Pandangan Rava, Kacia, dan Etria langsung terhujam kepada Stefan. Hanya Lyra yang tak peduli dan terus mengamati saudari angkatnya.     

"Rava .... Aku masih mau bersamamu .... Aku tidak mau dibawa tante-tante berpantat raksasa ini ...," racau Lois lagi.     

"Diam kamu!" bentak ione, menabok pantat Lois keras-keras.     

Bukanya mengaduh, Lois malah mendesah nikmat, "Ahnnn ...."     

Meski tidak bisa melihat, Stefan bisa merasakan kalau dirinya diperhatikan. Pemuda itu pun mengangkat bahu. "Yah, seperti yang kalian pikirkan. Aku melakukannya dengan Ione."     

***     

Begitu tiba di luar, Ione membawa Lois menuju kolam renang. Lois masih saja meracau tentang Rava.     

Begitu sampai di kolam renang, ione melemparkan tubuh Lois ke air begitu saja. Lois langsung megap-megap, kepalanya pun timbul tenggelam di air. Begitu sadar, dia pun berenang ke tepian. Di sana, Ione sudah berlutut menunggunya.     

"Apa yang kamu lakukan!?" hardik Lois, mengusap wajahnya yang basah.     

"Aku baru saja menyadarkanmu dari mabuk minuman keras. Air dingin adalah metode yang paling ampuh. Aku tahu karena aku pernah berguling ke comberan dan tersadar," tutur Ione cepat.     

"Sial, aku ingat apa yang kulakukan!" Lois membelalakkan matanya dan memegangi kepala. "Aku tadi benar-benar akan memaksanya berhubungan s*ks denganku!"     

"Efek minuman keras kepada bidadari memang beda dengan manusia. Manusia akan lupa setelah mabuk ...." Ione sedikit menggelengkan kepala. "Ah, itu tidak penting. Ada alasan lain aku memisahkanmu dengan yang mereka. Lois. Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu. Ini tentang Medora."     

Sebelah alis Lois pun terangkat. "Memangnya, ada apa dengan Medora?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.