Elbara : Melts The Coldest Heart

Penjelasan Kabar



Penjelasan Kabar

0Mario melempar tubuhnya yang terasa seperti seluruh tulangnya telah meluruh dari tubuh, begitu menyentuh permukaan kasur yang empuk, ia langsung menghembuskan napas lega.     
0

Yang dirinya cari sedaritadi adalah kasur, memangnya apalagi? Makanan? Ia sudah terlalu banyak makan hari ini, dan pada akhirnya lebih memilih untuk mengistirahatkan diri.     

"Aduh pegel juga ya. Mau kehar Universitas tinggi emang butuh effort yang tinggi juga, kalau gak bisa pasti nanti gue ke tendang."     

"Tapi gue kam mau sekolah lagi bareng El dan Reza, kalau seenggaknya nanti gak ke terima, mungkin ambil Universitas lain namun di negara yang sama."     

"Luar Negeri? Gak pernah ngebayangin ih gue tinggal di sana."     

Ya, Mario kalau ke luar negeri itu lebih dominan ke Singapura, Malaysia, dan beberapa negara yang dekat dengan Indonesia saja.     

Kenapa tidak pergi yang jauh seperti Prancis, Amerika, Spanyol, dan lain-lain? Karena kedua orang tuanya sama seperti orang tua pada umumnya yang memiliki kehidupan sangat melebihi kata 'berkecukupan'.     

"Keren kali ya sehari-hari gue pakai bahasa inggris? Untung gue bisa bahasa Inggris, jadi gak malu-maluin banget."     

Ya, Reza dan Mario juga El tentu saja fasih dalam berbahasa Inggris —untuk berbicara—. Tapi kalau di dalam materi atau pembahasan, terkadang Mario dan Reza lebih pasif.     

Mengingat kedua sahabatnya yang memiliki kekasih, menjadikan dirinya meringis penuh rasa kasihan yang pasti akan terpisah dengan pacarnya.     

"Untung gue juga gak punya pacar alias jomblo, jadinya yang gue tinggalin cuma keluarga doang."     

Bayangkan jika di posisi Nusa, pasti cewek satu itu sangatlah hampa kalau jauh dari El. Entah El sudah mengatakan hal ini atau belum, pasti nantinya Nusa akan merasa sepi karena menjalin hubungan LDR dengan cowoknya.     

Tak mau memikirkan nasib orang lain, namun ia berjanji akan membahas hal ini dengan El yang dirinya sangat ketahui kalau sahabatnya yang satu itu pandai menunda-nunda sesuatu sampai seseorang yang berusaha untuk merahasiakan apa yang dirinya sembunyikan tau sendiri dengan fakta yang tersaji.     

Mario merenggangkan kedua tangan, seolah melepaskan setiap kepenatan pada otot-otot tangannya. Ini baru menunjukkan jam setengah sepuluh, dan pantas saja kantuk juga menyerang karena kan kemarin malam tidak tidur.     

Kini pertanyaannya, apa Reza tidak merasa kantuk setelah tadi di rumah El saat tengah belajar bersama di ruang tamu. Membayangkan Reza yang menahan kantuk sampai di lempar penghapus kecil oleh El, membuat dirinya saat ini tertawa.     

"Dih receh banget gue. Udah ah, mendingan tidur."     

Baru saja ingin memejamkan kedua bola mata, tiba-tiba ponselnya berdering. Menjadikan dirinya mengacak-acak rambut dengan kasar, lalu mengubah posisi tiduran di kasur menjadi duduk di atas kasur.     

Mario menjulurkan tangan untuk meraih ponsel yang berada di atas nakas, lalu melihat username orang yang menelepon dari layar ponselnya. Setelah itu, ia tau kalau sang penelepon adalah Moli.     

"Ngapain nih anak? Bukannya udah sampai rumah? Atau tadi dia ketinggalan di rumah El dan gue nganterin arwahnya?" tanyanya dengan bingung kepada diri sendiri.     

Mungkin karena efek mengantuk, maka perkataan Mario juga efek dari kantuk tersebut seperti melantur kemana-mana.     

"Ah gila kali gue kalau bawa arwah, udahlah angkat aja kali ya? Siapa tau penting,"     

Bukannya langsung menjawab, malah mengobrol dengan diri sendiri terlebih dulu.     

Pada akhirnya, Mario menggeser tombol hijau dan meletakkan ponsel di daun telinganya.     

"Halo, Moli. Kenapa? Ada yang ketinggalan di gue apa gimana?" tanya Mario to the point, bahkan ia buru-buru bertanya seperti ini karena tidak ingin percakapan ini menyita terlalu banyak waktunya untuk beristirahat.     

Terdengar hembusan napas dari seberang sana. "Gak jadi deh, tadi mau nanya dimana pulpen doraemon yang kamu pinjem tadi. Eh ternyata ada di tempat pensil." jawab Moli dengan nada bicara yang seolah tidak berdosa, padahal ia baru saja mengganggu waktu istirahat seseorang.     

Mendengar jawaban Moli tentu saja mampu membuat Mario melongo. Bahkan, kini mulut cowok tersebut terbuka lebar seperti menganga. Sangat terkejut dengan jawaban yang mampu membuat emosi tersulut. Namun tidak, ia berusaha menahannya karena sang lawan bicara adalah cewek. "Lo nelpon gue cuma buat sesuatu yang gak jadi dan lo kabari ke gue kalau tuh pulpen udah ketemu? Gitu?" tanyanya dengan nada bicara yang bahkan seperti ingin meminta tolong kepada siapapun itu.     

"Iya hehe, tadi aku nyari awalnya gak ketemu mungkin karena aku buru-buru. Pas pencarian kedua baru deh ketemu, maaf ya."     

"Udah gitu doang? Lo buang-buang waktu gue, Moli…. Ini gue ngomong lenbut banget sama lo. Coba aja lo itu Reza, udah gue pukulin kali pakai bantal sofa yang keras."     

"Maaf Mario, kan aku udah minta maaf."     

Menghembuskan napas, di susul dengan mendengus. "Ya udah, gue matiin ya percakapan gak jelas ini." ucapnya sambil mendengus.     

Tanpa mendengarkan balasan Moli, ia langsung saja mematikan sambungan telepon itu karena menurutnya tidak perlu mengobrol lagi dan kini ia kembali menaruh ponselnya di atas nakas.     

Juga, Mario kembali membaringkan tubuh di atas kasur yang empuk.     

"Kembali tidur, rasakan kenikmatan dalam mimpi. Dan kini, waktunya beristirahat."     

Dalam hitungan menit saja, Mario langsung nyenyak di dalam tidurnya yang tertunda satu hari karena perihal Reza yang gagal move on.     

…     

Moli meringis kecil begitu panggilan telepon langsung di matikan oleh Mario.     

Ia berterima kasih kepada Tuhan karena pulang dari rumah El tidak di marahin sang Daddy, ya karena tadi ia juga laporan ingin belajar bersama bahkan sempat memoto teman-temannya tadi sebagai bukti, bahkan sempat melakukan panggilan video call juga supaya lebih akurat.     

Dan hasilnya, ia sampai rumah di sambut baik bahkan langsung di suruh beristirahat. Ia sudah mandi walaupun durasinya lebih cepat daripada mandi yang biasanya ia lakukan.     

Di sisi lain, ia kepikiran perihal masalahnya dengan Bian. Seharian ini, ia membiarkan cowok tersebut seperti mengejar-ngejar dirinya. Seluruh pesan, panggilan telepon, tidak pernah ia balas untuk hari ini. Berniat membaca pesan dari Bian pun tidak karena ia takut kalau cowok satu itu mengatakan semua bullshit yang takutnya ia akan termakan semua perkataan itu.     

"Tapi kalau aku gak balas semua pesan Bian, dia bakalan marah gak ya? Jangan-jangan langsung cari cewek baru?!"     

Terkadang ya memang seperti ini. Hati dan pikiran seolah bertolak belakang, menjadikan perasaan gelisah pun datang dan hinggap di relung hati seseorang yang memang tidak bisa terlalu lama untuk marah.     

"Ya udah lah, langsung telepon aja kali ya?"     

Daripada kelamaan, Moli akhirnya memutuskan untuk langsung menghubungi Bian setelah menghembuskan napas seakan menyiapkan mental. Padahal kan secara harfiah yang salah bukan dia, tentu saja bukan. Namun, entah mengapa perasaan gugup pun hadir.     

Moli sudah menghubungi Bian sampai dering telepon pun terdengar, setelah itu menempelkan benda tersebut pada daun telinganya.     

Tidak butuh waktu lama untuk menunggu Bian membalas chatan, karena sering kedua selesai pun panggilan sudah langsung terhubung.     

"Halo, akhirnya lo telepon gue juga." Suara bariton milik Bian terdengar dari seberang sana menjadikan Moli menahan napasnya dalam durasi singkat, lalu mengembalikan perasaannya yang seperti tidak menentu.     

Moli entah mengapa tersenyum, namun ia dengan susah payah tidak menunjukkan reaksi bahagia supaya tau seberapa tulusnya Bian. "Iya, baru inget sama kamu." balasnya dengan nada bicara yang jutek, memang seperti benar-benar bertingkah marah dan kesal dengan Bian, padahal mah ia tidak ingin seperti ini.     

Helaan napas Bian terdengar. "Lo liat seberapa banyak pesan gue buat lo, gue chat dan telpon gak ada satupun yang lo bales. Lo balik sekolah gak langsung ke rumah, iya kan? Gue tadi ke rumah lo mau ngajak jalan, tau-taunya lo gak di rumah." ucapnya yang seperti menceritakan apa yang ia lakukan siang tadi saat pulang sekolah.     

Menyesal karena tidak jadi jalan dengan Bian? Tentu saja tidak. Bagi Moli, belajar masih menjadi nomor satu. Jadi, ia tidak merasa keberatan kalau gagal berkencan dengan cowok yang saat ini menjadi lawan bicaranya.     

"Oh gitu? Ya maaf aku gak tau." balas Moli seadanya. Padahal ia langsung ingin bercerita mengenai belajar bersama dengan El and the genk juga Nusa.     

"Iya di terima maafnya, tapi lo kemana? Kok gak di jawab? Lo balas dendam ya sama perlakuan gue kemarin? Atau lo sengaja gak bilang kemana lo tadi, karena lo lagi jalan sama cowok kayak apa yang gue lakuin sama Priska ke lo?" Tuduhan ini langsung saja diucapkan oleh Bian tanpa di pikir terlebih dulu.     

Sudah jelas Moli tidak baik di dalam persoalan cinta, malah menuduh cewek itu jalan dengan cowok lain yang dalam artian seperti … untuk apa?     

"Dih gitu sekarang mainnya nuduh-nuduhan, ya? Kamu pikir aku ngapain? Selingkuh?" tanya Moli yang menanggapi. "Selingkuh aja bukan sebutan yang tepat karena kita gak ada status." sambungnya sambil tersenyum pahit.     

"Ya lagian kalau gak mau di tuduh, ya lo bales sih apa yang gue tanyain ke lo. Jangan kayak gitu ke gue, giliran gue bales lo malah ungkit-ungkit kita gak ada hubungan."     

Moli lama-lama juga merasa kesal, ia mendengus lalu mau tidak mau sepertinya harus lebih mengalah. "Tadi abis belajar di rumah El, sama yang lainnya juga buat persiapin ujian. Aku gak bilang sama kamu kan emang karena aku lagi marah, males juga buka ponsel."     

"Ya kenapa gak ngabarin?" tanya Bian yang seakan frustasi.     

"Ya kenapa gak berusaha nyari aku?" tanya Moli lagi membalikkan pertanyaan Bian kepadanya yang seperti itu.     

"Kata siapa? Udah, gue udah berusaha nyari. Tadi gie nelepon Alvira, tapi dia bilang gak tau lo dimana. Jadi, gue pikir se-genk mereka juga gak tau." balas Bian yang menjelaskan.     

Moli mengerjapkan kedua bola mata. Alvira? Kenapa cewek itu tidak memberitahukan dirinya tentang Bian yang mencarinya?     

Tanda tanya sangat besar kini terbingkai di dalam pikirannya dengan sangat jelas. Merasa bingung dan ingin tau apa alasan Alvira menyembunyikan keberadaannya tadi yang jelas-jelas juga menunggu kabar dari Bian.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.