Elbara : Melts The Coldest Heart

Nusa Ngambek



Nusa Ngambek

0Di percepat …     
0

Minggu-minggu ujian telah berlangsung bagi anak kelas 3 SMA Adalard. Bagi mereka yang serius, tidak ada lagi waktu untuk bermain-main atau sekedar nongkrong di cafe seperti biasanya.     

Mereka memiliki tumpuan seperti, 'selesaikan semua ujian terlebih dulu, setelah selesai baru bisa hangout untuk melepas penat yang ada di kepala'. Ya, kira-kira seperti itu pedoman mereka.     

"Soal tadi gimana? Susah atau gampang? Duduknya sih samping-sampingan, tapi di acak soalnya. Misal yang kiri dapet soal A, dan yang kanan dapet soal B. Untung selama ini gue udah les privat sama El, kalau gak mungkin aja gue buta sama pelajaran."     

Mendengar ocehan Mario yang cowok itu sambil memakan cireng membuat El hanya terkekeh kecil. "Banyak manfaatnya kan setiap hari gue ajakin lo buat belajar bareng di rumah gue? Lega tuh lo bisa ngerjain soalnya, daripada kebingungan." ucapnya yang memberikan tanggapan.     

Saat ini, mereka berada di kantin. Setiap kali ujian di bagi dua sesi. Ada yang di bagi menjadi sesi pagi, dan ada juga yang menjadi sesi siang. Kini, sesi kelasan El sudah selesai karena mendapat bagian sesi pagi selama ujian.     

Mereka boleh saja menetap di kantin, namun tetap harus sunyi dan tidak menimbulkan keributan apapun. Jika ingin mengobrol ya sewajarnya saja, jangan tertawa terlalu terbahak-bahak atau hal-hal yang mengundang kebisingan lainnya.     

"Iya emang tadi sih susah, ya lumayan. Aku aja tadi hampir stuck sama satu pertanyaan yang menurut aku sangat menjebak," ucap Nusa sambil menganggukkan kepala merasa setuju dengan tanggapan Mario yang mengatakan soal tadi cukup menguras pikiran.     

Reza memijat pangkal hidungnya. "Sukses itu emang harus di raih mati-matian ya? Perjuangannya aja sebesar ini, gila sih." ucapnya sambil meraih segelas jus aplukat di tambah dengan sedikit susu kental manis rasa vanilla.     

"Nah iya emang kayak gitu harusnya sih." Mario memberikan tanggapan. Jangan lupakan, tangannya sibuk mengambil cireng yang sudah di potong menjadi bagian yang kecil-kecil. "Ini cireng gak ada duanya dah, enak banget apapun kondisinya." sambungnya yang bergumam sendiri memuji makanan yang saat ini ia santap.     

"Makan terus otak lo." ucap Reza yang mencibir.     

Nusa terkekeh kecil, ia meletakkan surai rambut di belakang telinga. "Kalian emangnya lulus sekolah mau pada kemana?" tanyanya yang menatap El, Reza, dan Mario satu persatu. Ia dengan serius ingin menyimak kemana tujuan mereka setelah lulus, atau apakah ingin bekerja, atau memang ingin menikah? Eh tidak.     

Mario tidak perlu berpikir lagi untuk menjawab pertanyaan Nusa. Tentu saja ia sudah menyiapkan jawaban karena memang tujuannya dengan kedua sahabatnya itu sama. "Gue mah ikut El, ke University College London." balasnya dengan senyuman lebar.     

Ia bangga dengan pilihannya walaupun ikut El, yang terpenting keluarganya juga telah menyetujui dan mampu memberikan fasilitas untuk kuliah saat di London nantinya.     

Reza yang mendengar jawaban Mario pun membelalakkan kedua bola mata, dengan refleks ia menyenggol kaki Mario yang memang duduk di sampingnya dengan lumayan keras. "Bego." gumamnya pada sahabatnya yang satu itu.     

El merasa kalau saat ini Nusa memperhatikannya dengan sangat tajam, seolah meminta kejelasan dengan apa yang dikatakan oleh Mario.     

Sedangkan Mario? Ia yang di tegur Reza tentang perkataannya pun mengumpat untuk diri sendiri karena menurutnya keceplosan. "Eh enggak, gue bercanda doang. Mana ada kita mau kesana," ucapnya yang seperti berusaha untuk mengalihkan pembicaraan.     

Namun, Nusa sama sekali tidak bergeming atau pun terpengaruh dengan perkataan Mario yang seperti membuat pengulangan kepadanya. "Kamu beneran mau ke University College London?" tanyanya dengan nada bicara yang seolah tercekat di ujung tenggorokkannya seperti tidak bisa mengeluarkan kalimatnya dengan jelas seperti baisanya.     

El mengambil napas panjang, lalu di hembuskan dengan perlahan. Ia sama sekali tidak menyalahkan Mario atas Nusa yang akhirnya tau akan hal ini. Ini adalah salahnya, salah karena tidak memberitahu sang pacar untuk pendidikannya yang selanjutnya. "Maaf ya gak bilang apa-apa sama lo mengenai ini," ucapnya dengan nada yang pelan karena ia tau cewek yang kini bertatapan dengannya merasa kecewa, sedih, bahkan mungkin dominan seperti ingin menangis?     

Merasa sedih yang langsung menyebar di tubuhnya, menjadikan Nusa merasa sesak. Tidak, ia belum mempersiapkan hati untuk menjalani LDR beda negara dengan El. Kalau saja sebelumnya cowok itu bisa bilang kepadanya, mungkin ia akan lebih mudah untuk terbiasa sendirian untuk menjalin hubungan jarak jauh.     

"Kenapa gak bilang? Masa aku harus denger semuanya dari Mario, emangnya kamu gak bisa jujur?" tanya Nusa sambil menahan diri untuk tidak menangis.     

Reza dan Mario meringis, menjadi merasa bersalah dengan kesedihan Nusa yang kini terasa di hati cewek tersebut.     

"Gue mau bilang, tapi nunggu waktu yang pas." ucap El, ia menjulurkan tangan berniat untuk mengelus-elus puncak kepala kekasihnya.     

Nusa menatap El dengan tidak percaya, ia menggelengkan kepala dengan perlahan. "Nunggu waktu yang tepat? Kapan?" tanyanya, mempersiapkan hati agar tidak meledak. "Kamu mau kasih tau pas aku nangis-nangis nyari kamu di bandara, iya? Baru kamu mau kasih tau aku di saat itu?" sambungnya, tidak paham.     

El menurunkan kedua alisnya, ia yang merasa paling bersalah disini. Ya, Reza dan Mario sebelumnya sudah mengatakan padanya untuk bilang dari jauh-jauh hari. "Maaf, sayang. Gue gak ada maksud buat nyakitin lo," ucapnya dengan suara gamblang. Ia benar-benar menyesal.     

Entah apa yang kini di rasakan oleh Nusa, namun sepertinya perasaan penuh dengan kekecewaan yang lebih dominan dari apapun.     

Untung saja kini Nusa sudah selesai makan, bahkan sudah membayarnya ya walaupun pakai uang El karena cowok itu sangat pemaksa. Ia beranjak dari duduk sambil kembali memakai tas di punggung, serta mengambil juga ponsel yang sebelumnya tergeletak di meja. "Aku mau pulang, jangan ada yang nganter." ucapnya bersamaan dengan air mata yang menetes.     

Akhirnya, Nusa segera berlari menuju keluar kantin sambil menahan perasaan sesak yang menjalar di tubuhnya dengan sangat.     

"Gak lo kejar, El?" tanya Reza sambil menaikkan sebelah alisnya.     

El menghembuskan napas terlebih dulu, mengatur agar tidak ada emosi sedikit apapun di dalam hatinya. Ia lebih dulu menenangkan diri. "Iya ini gue kejar kok," balasnya sambil menganggukkan kepala. Setelah itu, ia beranjak dari duduknya dan menghampiri Nusa yang sudah melesat keluar dari kantin karena berlari sangat cepat.     

"Mampus, El marah sama lo." ucap Reza yang memanas-manasi emosi Mario sambil menatap cowok tersebut seolah memang benar salah.     

"Ya sorry, gue gak sengaja. Gue pikir juga kan El udah ngasih tau Nusa, ya kan gue juga gak tau kalau ternyata El sampai sekarang belum ngomong apa-apa tentang ini." Mario menjawab. Ia bukan melakukan pembelaan terhadap diri sendiri. Namun memang ini kok kenyataannya.     

Reza menghembuskan napas, merasa kalau perkataan Mario memang ada benarnya juga. "Ya udah sih ya gue juga gak enak sih nyalahin lo, tapi kasian banget Nusa jadinya nangis." ucapnya sambil menumpu kepala dengan tangannya yang di letakkan pada dagu.     

"Iya kan? Nanti tapi gue mau liat sih keadaan Nusa. Takutnya terpuruk. Kan di tinggal ngampus apalagi di luar negeri itu bukan hal yang yang mudah, terlebih lagi pasti harus menjalin hubungan jarak jauh yang terasa mencekik.     

Reza menaikkan kedua bahu. "Gue ikut aja sih kalau lo ngajak, palingan juga sekarang El mau ke rumah Nusa. Kita beresin makan dulu deh." ucapnya sambil memberikan usulan.     

Seperti biasa, kini di hadapan mereka tersaji beberapa makanan yang dapat membuat perut merasa kenyang. Ini semua adalah ulah Mario yang menyebalkan. Bayangkan saja, cowok itu malah membeli ini dan itu tanpa berikur bakalan di habiskan atau tidak.     

Mario menganggukkan kepala, setuju dengan usul yang diberikan oleh Reza. "Ide bagus, ayo kita makan dulu soalnya perut gue masih terasa keroncongan sambil menatap berbagai jenis makanan yang ia pesan.     

"Priska kemana?" tanya Mario yang mengubah topik pembicaraan.     

Reza menaikkan kedua bahu lagi, namun kali ini seperti tidak tau menau. "Gak tau deh kemana, palingan sama dua dayang-dayangnya. Emangnya sama siapa lagi?" balasnya. Perasaannya kepada Priska masih sama seperti sebelumnya, yaitu merasa sama sekali tidak peduli.     

"Lo gimana? Udah ada perasaan sama Priska?"     

"Gak, sama sekali gak ada. Sama seperti sebelumnya, yang gue jalanin sama dia bagi gue cuma kepura-puraan doang."     

Mario meneliti raut wajah Reza karena ia tau karakter sahabatnya yang satu itu. Dan ya, saat ini ia tau kalau Reza mengatakan yang sebenarnya karena ia sama sekali tidak menangkap kebohongan saat cowok tersebut menjawab perkataannya. "Lo udah dapet rekaman CCTV yang mereka curi, iya kan?"     

Mendengar pertanyaan Mario lagi, menjadikan Reza tersenyum miring sambil menganggukkan kepala. "Kelulusan sekaligus pangungkapan, iya kan? Gue udah dapet dari Disty." balasnya dengan tenang. Mungkin kalau saat ini di hadapannya ada rokok, pasti ia sambil menyesap rokok.     

Mario ikutan tersenyum, merasa puas dengan kinerja Reza yang sangatlah profesional. "Gimana cara lo dapetin tuh rekaman CCTV? Maksud gue, gimana taktik lo sama Disty?" tanyanya.     

Mereka berbicara sambil bisik-bisik, dengan memperhatikan sekitar supaya tidak ada yang menguping pembicaraan.     

"Nanti gue ceritain, ini tempat ramai takutnya ada yang denger dan nyimak."     

"Oke jangan lupa ceritain sama gue, gue mau tau gimana usaha lo karena kan selama ini peran gue cuma sebagai pengaman aja biar lo gak belok dari rencana."     

"Itu udah pasti. Gue udah muak banget pacaran sama Priska yang cuma bikin hati gue terasa panas doang. Gak masalah kalau semisalnya gue dapet karma, yang penting gue udah balas semua tindakan kejahatan tuh anak."     

Mario salut dengan apa yang dilakukan Reza karena sahabatnya yang satu itu memang yang paling memegang andil di dalam rencananya ini.     

"Nanti sekalian kita atur aja sama El, Rio. Gue gak mau salah ambil langkah buat bikin karma si Priska, udah gedek juga."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.