Elbara : Melts The Coldest Heart

Hujan-hujanan



Hujan-hujanan

0Nusa berlari sampai akhirnya kini ia berada di depan gerbang sekolah yang memang sudah tidak ramai karena sesi pagi sudah pulang sejak tiga puluh menit yang lalu.     
0

Ia mengatur napas. Lalu berpikir pulang naik apa karena ia sama sekali tidak terbiasa dengan kendaraan umum, apalagi kalau sampai menggunakkan angkot.     

"Huft, niat mau kabur tapi gak berani." ucap Nusa yang bergumam sambil berjalan menepi di tembok sekolah.     

Menatap langit-langit yang tampah berawan, entah kenapa bulan ini seperti ini memasuki bulan hujan, cahaya matahari pun jarang menampakkan kehadirannya.     

Nusa menangis dalam diam. Untung saja sekolah Adalard itu masuk seperti ke kawasan perumahan, jadi di hadapannya bukan langsung ke jalan raya. Jadi, tidak ada seorang pun yang melihat dirinya semenyedihkann ini.     

Baru pertama kali memiliki pacar, itu juga kebersamaan mereka belum lama. Dan tiba-tiba saja, El memutuskan untuk pergi ke London? Tolong jelaskan padanya, apakah ini sebuah ujian cinta yang ia jalani bersama dengan El? Atau bagaimana?     

Pada akhirnya, yang Nusa lakukan adalah memuluk dirinya sendiri. Ia tidak pernah berpikir akan hancur hatinya seperti ini. Mungkin bagi beberapa orang yang tidak pernah merasakan INGIN hubungan jarak jauh antar negara, merasa perilakunya saat ini berlebihan, padahal mah sangat menyesakkan.     

Pada akhirnya, entah mengapa tiba-tiba rintik hujan langsung turun dan membuat dirinya saat ini kebahasan karena langsung deras.     

Dan apa yang dilakukan oleh Nusa? Ia malah berjalan menerobos hujan tanpa adanya pikiran untuk menepi dan meneduh. Ia malah berjalan di bawah hujan, menangis tersedu-sedu sambil memeluk tubuhnya yang basah dan juga menggigil.     

"Nusa, berhenti!"     

Panggilan dari El pun terdengar, menjadikan Nusa kini mulai memalingkan kepala ke sumber suara yang saat ini memanggilkan dirinya. Melihat El yang berlari ke arahnya yang juga sambil menerobos hujan, namuan di tangannya ia menggenggam payung yang masih terlipat. Kenapa tidak di pakai?     

Nusa memutuskan pandangan, tidak peduli dengan panggilan tersebut yang malah membuat dirinya semakin mempercepat langkah kaki namun tidak sampai berlari karena hujan yang mengguyur saat ini menjadi pandangannya buram, takut ia tidak melihat ada kendaraan yang lewat.     

"Nusa! Ya ampun, berhenti dulu." Lagi dan lagi, terdengar suara El bahkan langkah kaki cowok itu yang mengejarnya pun terdengar bersamaan dengan cipratan air hujan yang dihasilkan dari kakinya.     

Nusa tidak berhenti, ia semakin menangis. Menangis di bawah guyuran hujan adalah hal yang paling terbaik yang memang harus di lakukan di kala menangis, bahkan bisa menghilangkan segala perasaan sesak yang kini bersarang di hatinya.     

Sampai pada akhirnya, tangan El dapat menjangkau lengannya. Membuat Nusa mau tidak mau menghentikan langkah, namun tangisannya semakin menjadi.     

"Gak usah kejar aku, biarin aku sendiri." ucap Nusa dengan lirihan. Ia berkali-kali memberontak agar El biaa melepaskan tangannya, namun tentu saja tenaganya jauh lebih lemah jika di bandingkan dengan cowok yang saat ini memeganginya.     

El menatap Nusa dengan sendu. "Lo mau kemana? Sama siapa? Naik apa? Ayo neduh dulu, gue lepas tangan lo, tapi lo jangan kabur, ya?" ucapnya dengan sangat lembut bahkan sambil menghembuskan napasnya dengan pelan. Merasakan air hujan yang masuk ke matanya, terasa perih.     

"Aku mau jalan kaki aja sampai rumah, jangan peduli lagi sama aku. Aku kesal, kamu udah bohong sama aku, mau ninggalin aku jauh tanpa bilang-bilang." balas Nusa sambil menagis, ia bahkan saat ini berganti dari posisi berdiri sampai berjongkok, untung saja El tidak melarangnya.     

El mengerjapkan kedua bola mata, lalu pada akhirnya dengan perlahan melepaskan tangan yang menggenggam tangan Nusa. Ia beralih membuka payung di tangannya, lalu menjadikan tempat berteduh untuk Nusa dan juga sekaligus dirinya walaupun punggungnya masih jelas terguyur dengan air hujan.     

"Gue minta maaf, ayo neduh. Jangan nyiksa diri lo sendiri, ini gue bakalan cerita semuanya sama lo. Dari niat gue ke London, sampai gue takut bilang ke lo karena gak mau lo begini, Sa." ucap El yang berusaha untuk menjelaskan sambil menghembuskan napas dengan perlahan-lahan.     

"Tapi kamu nyakitin aku El, kamu nyakitin aku.." Lirih Nusa, ia menyilangkan tangan di lutut, setelah itu menenggelamkan kepala disana.     

Untung saja saat ini mereka berada di area pejalan kaki, jadi tidak menghalangi kendaraan jika ingin lewat, juga tidak akan ada kendaraan yang menabrak mereka.     

"Iya gue jelasin makanya semuanya. Setelah ini, gue bakalan nurutin apa mau lo. Lo mau jauh dari gue dulu? Silahkan. Tapi gue mau, kita ngehabisin waktu bersama sebelum kita lulus dan gue bakalan bener-bener ninggalin lo. Bukan ninggalin maksudnya bakalan putus sama lo, ninggalin negara ini, lo, teman-teman, keluarga, buat ke London dan hidup di sana selama kuliah." ucap El lagi yang bersusah payah agar suaranya tidak teredam oleh suara hujan.     

Nusa mengerjapkan kedua bola mata di telungkupan tangannya. Merasa kalau apa yang dikatakan El tentang menghabiskan waktu bersama itu ada benarnya juga.     

"Gue cuma gak mau bikin lo khawatir kalau gue bilang dari kemarin-marin, ganggu ujian lo, gue juga mau kita semua dapat hasil ujian yang terbaik. Gue nunda bilang ke lo juga ada alasan yang serius, daripada gue ngerusak fokus lo." ucap El lagi yang masih berusaha untuk menjelaskan agar cewek di hadapannya paham.     

Pada akhirnya, Nusa mengangkat kepalanya sambil kembali menatap El dengan mata yang sendu dan kini memerah serta juga agak sembab.     

"Ayo pindah." ucapnya dengan nada serak.     

El menghadirkan senyuman, setelah itu menganggukkan kepala. Dengan tangan satunya yang tidak menggenggam apapun, ia langsung saja membantu Nusa berdiri dan pada akhirnya mereka jalan beriringan menuju ke sebuah halte yang biasa di gunakkan untuk bis khusus antar jemput siswa SMA Adalard ini.     

Mereka mendaratkan bokong di sana. Duduk bersampingan dengan keadaan tubuh yang basah.     

El sudah kembali melipat payung, kalau di biarkan begitu saja, takutnya terpental karena angin di kala hujan saat ini itu cukup kencang.     

El menggaruk tengkuknya yang tak gatal, entah mengapa terasa menjadi canggung. "Yah, maaf ya lo juga badannya jadi basah deh, gue juga. Tapi gue mah gak masalah, lo kedinginan?" tanyanya sambil menaikkan sebelah alis karena merasa tidak enak.     

"Gak apa-apa, lagian kan gak ada yang nyuruh El ikutan hujan-hujanan sama aku." balas Nusa dengan nada bicara yang datar sambil mengangkat kedua bahunya merasa tidak tau menahu. Namun, ternyata saat ini ia menggigil terbukti dari kedua tangan yang mengusap lengannya. Lalu, tak lupa ia meniup-niup telapak tangan dan di gesekkan antar satu sama lain agar tercipta kehangatan.     

El terkekeh kecil, ia menggelengkan kepala. "Gak ada yang nyuruh gue ujan-ujanan, tapi gue mau ngejar cewek gue yang lagi ngambek." balasnya sambil menaik turunkan kedua alisnya seperti menggoda sosok yang ada di sampingnya pada saat ini.     

Nusa diam, ia tidak menanggapi. Ia sepertinya tengah menunggu El mengatakan apa yang ingin dikatakan oleh cowok tersebut.     

Dan ya, kini terlihat El yang menghembuskan napas. Dengan senyuman yang hangat, ia mulai menjulurkan kedua tangan untuk lebih dulu mengelus kedua pipi Nusa dengan sangat lembut. Tak lupa juga kalau ia membantu untuk menghapus air mata cewek tersebut dengan lambat.     

"Maafin gue ya, gue udah bohong dan nyembunyiin hal yang seharusnya gue langsung omongin sama lo." ucap El sebagai perawalan. "Lo jangan sedih, jangan nangis lagi. Gue juga gak tau bakalan kuliah di sana, ikut keluarga soalnya Aunty sama beberapa Uncle gue lulusan sana." sambung El yang sepertinya mengambil napas terlebih dulu sebelum melanjutkan kalimatnya.     

"Pasti lo pikir gue bakalann putusin lo, ya? Itu gak akan kok, gue bakalan setia. Gue juga gak bisa nyia-nyiain kesempatan kuliah di Universitas gede kayak gitu. Gue bakalan tetap sayang sama lo, gue tau LDR beda negara itu berat." ucap El lagi, ia juga merasakan sesak yang serupa dengan Nusa. Bedanya, ia lebih bisa mengontrol.     

Nusa mengatur napasnya yang agak berantakan karena menangis sampai sekarang hanya tersisa sesenggukkan. "Aku baru dapet pacar pertama kali itu kamu, kita belum lama berpacaran. Ternyata takdir jahat. Kalau bisa, aku juga mau satu Universitas sama kamu. Tapi kamu tau aku bukan orang kaya, aku juga udah ngincer Universitas terbaik di Jakarta." ucapnya, nada bicaranya pun masih lemah.     

"Apa ini yang di maksud setiap pertemuan ada perpisahan?" sambung Nusa lagi dengan pertanyaan, ia menatap El dengan serius, seolah mencari sela seberapa cowok itu sayang kepadanya. Ternyata benar-benar sayang.     

El menggelengkan kepala dengan tegas. "Gak, gak ada yang bilang ini perpisahan. Gue gak terima kalimat atau tindakan perpisahan." ucapnya.     

Siapa yang rela kehilangan seseorang di saat masih sayang-sayangnya? Tidak ada yang bisa rela, begitu juga dengan El yang saat ini tidak setuju dengan pertanyaan Nusa mengenai pertemuan pasti ada perpisahan.     

"Terus?" tanya Nusa, ia kembali ingin menangis. "Aku belum nyiapin hati buat LDR, aku belum kuatin diri sendiri kalau aku bisa jauh dari kamu, aku belum motivasi diri aku sendiri kalau LDR ini membuahkan hasil perasaan yang sama seperti saat ini." sambungnya, dan ya air mata kembali meluruh membasahi kedua pipinya.     

"Maafin gue," balas El. Ia merasa cipratan air hujan mengenai kakinya. Untung saja hujan cukup deras, jadi percakapan mereka seperti di sembunyikan oleh suara ciri khas hujan. "Kalau semisalnya lo gak kuat LDR sama gue, lo bisa senang hati lepasin gue walaupun berat—"     

"Bukan aku yang takut gak kuat, tapi kamu, El." ucap Nusa yang memotong perkataan El, kini menatap cowok tersebut dengan mata basahnya.     

El mengerjapkan kedua bola mata, setelah itu menghembuskan napasnya. "Lo tau kalu bukan gue doang yang pertama bagi lo, tapi lo juga yang pertama bagi gue, Sa. Gue mohon tanem kepercayaan untuk kita masing-masing, dan jalani semuanya dengan lapang dada. Gue tau kemana gue harus berlabuh, ya itu hati lo yang bakalan jadi tempat pelabuhan gue."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.