Elbara : Melts The Coldest Heart

Bertengkar dengan Priska



Bertengkar dengan Priska

0"Gue kira lo belum balik,"     
0

"Seharusnya gue yang ngira kayak gitu. Lo cewek, ngapain belum balik?"     

"Ya kan ini masih area sekolah, kecuali gue balik ujian langsung ke tempat dugem, baru lo boleh dah marah sama gue."     

Reza menatap cewek di hadapannya dengan tajam. Sebenarnya, apa yang dikatakan oleh sosok tersebut ada benarnya juga. Ini masih di area sekolah, dan bukan hal yang aneh kalau belum pulang, iya kan?     

Mendengar itu, tentu saja Reza menghela napas. "Ya kenapa lo gak langsung pulang, Priska? Jadinya hujan, lo liat gak tuh hujannya?" tanyanya dengan menaikkan sebelah alis, merasa ingin mengintimidasi cewek itu dengan kata-katanya.     

Priska, ya memang siapa lagi yang bersama dengan Reza? Alvira? Tidak, semua anak kelas 1 dan 2 SMA itu di liburkan, guna untuk tidak mengganggu para kelas 3 SMA di sini yang memang tengah melaksanakan ujian-ujian.     

"Ya gue kan liat sendiri tadi lagi sama Disty dan Priska, gara-gara lo gue jadi gak tau kemana tuh mereka berdua." ucapnya sambil memutar kedua bola mata. Namun, ia tak ayal merasa senang jika Reza ada di sisinya pada saat ini.     

Reza menaikkan kedua bahu, seolah tidak tau menau dengan apa yang dikatakn oleh Priska. "Lah kok salah gue? Gue gak tau deh soal itu, tiba-tiba temen lo hilang gitu aja kayak hantu." balasnya yang memilih tidak berselera menanggapi.     

"Ya lagian kan Mario juga ngilang, pasti dia yang bawa temen-temen gue."     

"Ya emang kenapa kalau Mario bawa temen-temen lo? Tadi lo yang nyamperin gue, nyuruh temen lo diri beberapa langkah dari meja gue. Sekarang pas mereka hilang, lo malah nyalahin gue, waras?"     

Priska mendengus dengan apa yang Reza ucapkan. "Ya iya juga sih, tapi kan gue di tinggal sendirian." ucapnya sambil meniup poni dengan mulutnya, ia juga menyilangkan kedua tangan di depan dada.     

"Lah?" Kata Reza, refleks. Setelah itu, ia terkekeh merasa lucu dengan perkataan Priska. "Terserah lo deh, cewek emang selalu menang, padahal udah jelas-jelas gue gak ngelakuin apapun." sambungnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.     

Ia beralasan kepada El yang bertanya di grup kalau sahabatnya itu ingin pulang duluan karena kehujanan untuk mengantar Nusa sekalian, ia berkata pada El ingin jalan-jalan pada Priska yang saat ia mengetik ini belum ada cewek tersebut. Dan kini, seolah terwujud, ada sosok Priska di sampingnya.     

Priska mendengus. Ia menopang kepala pada dagunya, mengedarkan pandangan yang hanya tersisa beberapa murid sana, ada penjaga kantin, ada para pedagang kantin, dan yang terakhir adalah suara hujan yang sangat ciri khas. "Iya maaf." ucapnya.     

Reza tidak menanggapi. Ia malah kini lebih memilih untuk fokus menatap layar ponselnya, berbicara dengan Priska seolah berbicara mengenai sejuta omong kosong yang tiada arti.     

"Nanti anterin gue balik, ya?" ucap Priska lagi. Seperti biasa, ia sama sekali tidak tahan dengan situasi yang seperti ini. Maka, kalau seseorang diam dan memilih untuk menutup percakapan, maka ia lebih memilih untuk membuka serta menghidupkan suasana.     

Reza yang mendengar itu menaikkan sebelah alis, namun tidak menatap Priska. Layar ponsel jauh lebih baik untuk di tatap jika di bandingkan dengan sosok di sebelahnya. "Nganterin? Maksud lo? Lo paham kan kalau gue gak bawa kendaraan? Tiap pagi El yang jemput gue sama Mario. Kalau dia paginya El berangkat sekolah sama Nusa, gue sama Mario ya berangkat dengan supir pribadi biat baliknya bisa se-mobil sama El." balasnya yang menjelaskan panjang kali lebar.     

Memang mungkin pada dasarnya pelupa, saat ini Priska menepuk keningnya. "Astaga, emang gue bodoh. Gue lupa. Ya udah, kita pakai mobil gue aja, gimana?" ucapnya yang mengubah permintaan.     

Kali ini, sebaiknya memang benar Reza menaikkan pandangan dan menatap Priska dengan terheran-heran. "Lah kalau naik mobil lo, gue sama aja kan pulang naik kendaraan online? Mendingan gue langsung balik, mau tidur." balasnya.     

Priska mendengus, setelah itu mengerucutkan bibirnya. "Ish, emangnya lo gak mau jalan-jalan sama gue?" tanyanya dengan nada bicara seperti memohon, serta sorot matanya yang kini juga terlihat memohon.     

"Jalan-jalan gimana lagi sih, Ka? Lo gak liat noh ujan di luar deres banget, mau jalan-jalan juga susah. Dimana-mana becek, basah, gak enak juga kalau mampir ke tempat makan pas ujan. Kecuali kita di tempat itu sebelum turun hujan," balas Reza. Entah kenapa ia terdengar seperti tengah menghindari Priska yang mengajak jalan dirinya dengan berbagai macam jawaban yang seperti telah dirinya rangkum dengan sangat baik.     

Priska menggembungkan pipi, merasa kesal dengan jawaban Reza yang menurutnya cukup kasar. "Ya udah nunggu ujannya reda, disini." balasnya sambil kini mengubah raut wajah menjadi tersenyum lebar.     

"Wah udah gila lo. Hujan yang kayak gini tuh tanda-tandanya bakalan awet sampai siang, mungkin? Atau bahkan bisa sampai sore. Lo mau nungguin? Silahkan, tapi gue mau balik." ucap Reza. Ia meminum es teh manis di hadapannya, guna membasahi dinding tenggorokkan yang terasa kering karena ia terus berbicara sambil menelan perasaan kesal.     

'Sabar Za, sebentar lagi lo lulus. Sebentar lagi lo bakalan ungkap kejahatan Priska, dan sebentar lagi lo sama dia bakalan putus' ucap Reza di dalam hatinya seperti tengah menyemangati diri sendiri.     

Priska tampak mengangkat kedua bahunya. "Ya udah kalau gitu ayo ke rumah gue," ucapnya yang mengubah rencana lagi. Memang ia seperti berusaha untuk Reza menyetujui ajakan jalannya.     

"Ya elah baru kemarin ke rumah lo, nobar film. Masa iya setiap hari gue harus ke rumah lo dan pulang malem terus?" balas Reza sambil memutar kedua bola mata. Baginya, Priska adalah cewek yang paling ribet sedunia. Kalau boleh memilih, ia tentu saja lebih memilih Alvira daripada cewek itu.     

"Lo kenapa sih? Berusaha biar gue nge-iyain ajakan lo apa gimana?" sambung Reza yang bertanya sambil mendengus.     

Priska ikutan menghembuskan napas. Ia menatap Reza seperti ingin mengatakan sesuatu namun juga seperti tengah di tunda. "Gue cuma mau kayak orang-orang aja, Za. Waktu itu gue liat Nusa yang berkali-kali ngajak El kesini dan kesitu, dan lo tau tanggepan El apa? Dia selalu nyetujuin kemana tuh cewek mau pergi. Tapi giliran gue sama lo? Seakan-akan lo gak pernah mau di ajak sama gue." ucapnya yang mulai bercerita dan mengatakan hal yang mengganjal di hatinya.     

"Kita juga pacaran udah hampir tiga bulan, iya kan? Gue cuma mau perlakuan spesial lo buat gue, kayak dulu lo kasih semua hal manis ke Alvira, gak bisa?" sambung Priska yang bertanya.     

Reza sudah muak dengan pembahasan ini, ia juga pribadi tidak suka di banding-bandingkan seperti ini. "Udah berapa kali gue bilang sama lo kalau gue bukan El? Yang dalam artian, gue gak akan pernah bisa kayak El asal lo tau." balasnya yang kembali menjelaskan untuk yang mungkin.. ke-1000 kalinya. Haha, lucu. Tidak, Reza hanya bercanda mengenai ke-1000 itu, ini hanyalah penggambaran kalau ia sudah sering membals hal ini.     

Priska menganggukkan kepala dengan paham. "Iya gue tau, tapi lo gak bisa jadiin El panutan lo biar lebih baik perlakuin gue?" tanyajya dengan hati-hati, mungkin ia sebenarnya takut untuk berkata hal yang seperti ini.     

"Perlakuin lo lebih baik? gimana maksud lo?" tanya Reza, ia meletakkan ponsel yang tadinya di genggam olehnya. "Selama ini gue kurang baik sama lo apa gimana dah? Gue gak pernah kasar, gak pernah main tangan. Nyakitin lo dengan perilaku gue? Gak pernah, kecuali lo sendiri yang bawa penyakit hati." sambungnya.     

Priska cemberut. "Kenapa gak bisa lo berubah buat gue? Gue mau lo berubah kayak lo perlakuin Alvira ke gue, susah? Apa karena gue mantan musuh lo jadi lo masih nyimpen benci?" Banyak sekali pertanyaan yang saat ini ada di benaknya.     

'Gue? Berubah buat lo dan lo minta perlakuan yang sama kayak gue perlakuin Alvira? Mimpi.' balas Reza di dalam hatinya. Padahal ia ingin sekali memperlihatkan senyuman miring. Namun, sepertinya lagi-lagi ia tahan dengan sempurna.     

"Ya mau gimana emangnya? Gue gak bisa. Beda orang, beda perlakuan gue. Begitu juga dengan lo, pasti perlakuan lo sama gue beda kayak perlakuan lo sama El. Dan ya? Sampai sekarang gue gak pernah permasalahin hal itu."     

'Ya itu karena lo gak cinta sama Priska, bodoh.' balas Reza dalam hati sendiri.     

Reza mengatakan hal itu dengan sedikit kesel. Bayangkan saja seperti apa di posisinya, memang mungkin sudah kena mental dari lama karena berpacaran dengan Priska.     

"Kalau gue sama kayak Nusa, maksud gue sifat dan sikapnya, lo juga bakalan berubah jadi El?"     

"Bodoh. Prinsip cinta itu ya cintai diri sendiri, dan kalau udah bisa cintai orang lain juga, lo harus bisa cintai dia apa adanya."     

Perkataan Priska tentang cewek tersebut yang ingin menjadi Nusa sangatlah meresahkan. "Ya terus gimana lo bisa cintai gue, Za? Selama gue pacaran sama lo, kadang gue pikir kalau lo gak ada perasaan cinta itu buat gue." ucapnya, ia memberitahukan hal ini kepada sang pacar.     

"Setiap perlakuan cowok ke ceweknya itu beda-beda, Ka. Itu berlaku juga buat gue dan lo, lo harus inget itu. Jangan pernah lo samain hubungan kita kayak hubungan orang lain, karena yang lo dapetin itu cuma rasa iri, dan bukannya rasa syukur bisa jadi milik gue." Reza menanggapi dengan bijak, selalu seperti itu.     

Priska mengerjapkan kedua bola matanya berkali-kali, setelah itu menghembuskan napasnya. "Jadi, ini artinya kamu mau ke rumah aku?" tanyanya. Memang dasar cewek kebal, di kasih tingkah laku yang pahit sedikitpun terlihat sangat kebal seperti sekarang ini.     

Reza mengusap wajahnya dengan kasar. "Ya udahlah terserah lo deh mau gimana, ngomong sama lo juga cuma buat nyape-nyapein gue doang." balasnya yang pada akhirnya menyerah.     

Membiarkan Priska masih dengan kemauannya, sebelum ia membuat pengungkapan dan pada akhirnya memutuskan cewek tersebut.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.