Elbara : Melts The Coldest Heart

Melupakan Permasalahan



Melupakan Permasalahan

0Kembali lagi menceritakan tentang kisah Moli dan Bian. Iya, sekarang mereka berdua kini telah duduk berhadapan satu sama lain. Si cowok berkeinginan untuk meluruskan masalah yang terjadi diantara mereka karena perihal ia yang seperti tidak menghargai ke beradaan cewek yang saat ini ada di hadapannya.     
0

Sedangkan si cewek? Ia saat ini tengah menunggu sosok di hadapannya untuk berbicara lebih dulu supaya bisa membuka percakapan, karena ia tidak mau membuka percakapan lebih awal seperti sebelum sebelumnya yang merasa kalo hanya dirinya saja yang ingin mengobrol.     

Sekitar 5 menit mereka saling diam dan menatap satu sama lain, pada akhirnya pun helaan nafas dari mulut Bian terdengar yang berarti cowok tersebut tengah menginterupsi suasana.     

"Oke, kayak sebelumnya gue bakal minta maaf lebih dulu sama lo karena gue tahu kalau pertengkaran kita murni karena salah gue. Dan gue nggak mau lo jadi cuek kayak gini ke gue. Pesan gue nggak dibalas, telepon gue nggak dibalas, dan parahnya lagi kalau kita duduk deketan kayak gini pasti jadinya nggak ada percakapan diantara kita. Nggak tau lo yang mulai tertutup sama gue atau emang lo pengen gue ngerayu lo." ucap Bian yang pada akhirnya bersuara juga. Ia mengatakan semuanya dengan tulus, tanpa perasaan kesal sedikit pun.     

Moli menyimak dengan seksama, tentu saja yang mendengarkan dengan baik apa yang dikatakan Bian kepada ya. Sebenarnya, ia juga tidak ingin berperilaku seperti ini, tapi keadaan yang seperti ini seolah memaksanya untuk bersikap seolah olah cuek dan tidak menanggapi Bian.     

"Tapi kenapa kemarin kamu juga ikutan nggak peduli sama aku? Jadi, aku pikir kamu emang nggak serius sama aku. Karena, seharusnya kalo emang serius mau dekatin cewek dan cewek itu marah atau kesal dan ngambek yaitu udah keharusan kamu buat ngerayu." jawab Moli yang ikut menyampaikan apa yang dia rasakan selama ia mencueki cowok tersebut.     

Mendengar pernyataan yang dikatakan oleh Moli, menjadikan Bian menaikkan sebelah alisnya. "Gue ikutan cuek sama lo bukan berarti gue bang mau cuek sama lo, ngerti nggak? Gue cuekan gue lagi mikir apa harus gue lakuin buat lo karena hampir segala cara gue udh kasih ke lo. Udah gue chat gua kan gua spam chat lo, Udah spam telepon juga, gue bawain lo makanan, mengajak lo jalan, dan pada akhir ya gue nyamperin lo ke rumah lo ini ton pas pengetahuan lo. Gue kurang apalagi?"     

Memang benar, Bian seperti sudah melakukan segalanya untuk merayu Moli yang marah kepadanya bahkan hampir dua hari mencueki dirinya dan sama sekali tidak memberikan perhatian seperti apa yang dirinya mulai lakukan.     

"Ya sekarang gini deh, kamu merasakan di posisi aku. Coba aku jalan sama cowok dibelakang kamu dan nggak bilang apa apa sama kamu, apa perasaan kamu? Kalo aku sih kecewa."     

"Bisa gak kita gak bahas permasalahn itu dulu? Gue tau kalau masalah satu itu yang jadi alesan kita berantem sekarang. Tapi, kan sebaiknya jangan di ungkin karna gue juga udah minta maaf."     

"Jaminan apa yang bisa kamu kasih kalau kamu gak bakalan ngelakuin hal itu lagi, huh?"     

"Jaminannya gue bakalan buktiin semua omongan gue itu semuanya bener, boleh?"     

Moli menatap lekat kedua bola mata Bian, seperti tengah mengunci tatapan mereka satu sama lain. Ia menelusuri sorot mata cowok tersebut, ia mencari keseriusan dan mendapatkannya. Ia hanya takut kalau perkataan Bian hanyalah sekedar janji yang sama sekali tidak mengandung pembuktian nyata.     

"Kalau aku bolehin kamu, apa kamu gak bakalan ngecewain aku lagi?" tanyanya dengan kedua bola mata yang berkilat, seperti sekuat tenaga untuk merasa sakit yang kini terasa jelas.     

Bian menganggukkan kepala. Urusan gudang para cewek, buaya, pemain hati cewek, dan lain sebagainya, ia sudah kubur untuk di jadikan predikat masa lalu. Predikat masa sekarang ya hanya untuk dirinya yang mementingkan Moli, ia merasa serius dengan cewek satu itu dan sebisa mungkin untuk tidak mengecewakan. "Kalau sewatktu-waktu gue ingkar dan jalan sama Priska, lo boleh maki-maki gue."     

Tersenyum pahit dengan perkataan perkataan Bian yang mengizinkan dirinya untuk memaki cowok tersebut, ia merasa kalau suruhan Bian itu tidak ada gunanya. "Mau maki-maki gimana? Kamu nyakitin aku kayak kemarin aja, aku tuh diem doang dan berakhir nyuekin kamu."     

Karena tahu kalo hal ini akan berkepanjangan, menjadikan Bian dengan segera meraih tangan Moli untuk digenggam dengan sangat rapi. Ia memberikan kehangatannya dari genggaman tangan tersebut, dirinya tidak akan membiarkan Moli merasakan sakit yang sama seperti sebelumnya. Ia menurunkan kedua alisnya, merasa kalau kemungkinan cewek tersebut memang sedikit terauma dengan apa yang ia lakukan.     

"Lo udah kehilangan kepercayaan ya sama gue? Gue minta maaf banget sama lo, dan gue sampai saat ini belum denger lo maafin gue."     

"Aku bukannya nggak mau maafin kamu, tapi aku takutnya kamu di maafin malah ngulangin hal yang sama untuk kedua kalinya. Dan aku juga takutnya kamu mengulang bukan hanya dua kali, tapi pemulangan yang kesekian."     

Bian memutuskan pandangan mereka, namun saat ini ia mencium punggung tangan Moli dan tidak melepas ya selama beberapa detik. Ia mengendus wangi sabun yang masih bertahan di permukaan kulit tangan cewek tersebut. Harum, wangi, dan sekiranya memabukkan.     

"Gue janji nggak bakal bohong, gue bakal buktikan semuanya sama lo."     

…     

Setelah terjadinya perundingan yang lama dan juga seperti kegiatan maaf bermaaf-maafan, pada akhirnya Moli dan Bian sudah memutuskan untuk kembali merupakan permasalahan yang menjadikan Moli seperti ini. Bian juga sudah mendapatkan larangan yang setidaknya ia masih boleh nongkrong dengan Priska namun dengan satu syarat yaitu harus menghubungi atau mengabari Moli.     

"Gimana rasa sate-nya? Enak apa nggak? Soalnya kan kamu pakai bumbu kecap, padahal kan enaknya sate itu pakai bumbu kacang." Bian berusaha untuk terus menerus membuka percakapan karena suasana hati Moli belum terlalu pulih untuk memulai pembicaraan lebih dulu. Jadi, ia memilih untuk bermain dengan cara aman karena tidak ingin membuat cewek tersebut kembali marah.     

Menganggukan kepalanya dengan perlahan, Moli memang cewek yang lemah lembut, berkebalikan dengan Nusa yang lebih dominan cerewet dan suka sekali bertingkah aktif. "Suka kok, rasanya enak. Iya aku lebih suka pakai bumbu kecap, soalnya kalau pake bumbu kacang aku sedikit alergi sama kacang jadinya lebih baik menghindari hal hal yang berbau sama kacang."     

Membulatkan mulutnya, jujur saja Bian baru tahu mengenai soal Moli yang alergi pada kacang. "Oh iya benar juga, kalau semisalnya emang lu alergi kacang ya udah emang sebaiknya hindari makanan itu. Tapi ya menurut lidah gue sate pakai bumbu kecap itu kayak aneh aja."     

"Iya kan itu menurut kamu, selera orang beda beda, termasuk juga selera kita." Balas menulis sambil tersenyum kecil. Lalu, ia memasukkan potongan lontong kecil ke dalam mulutnya, ia mengunyah sampai setengah halus lalu di susul memasukkan sate ke dalam mulutnya.     

Moli hanya menganggukan kepalanya saja sepertinya ia masih tidak selera untuk berbicara dengan Bian, namun ia berusaha untuk tidak terlalu cuek seperti sebelumnya. "Kamu mau cobain sate aku? Ya kali aja kamu suka, kan nggak ada yang tahu, iya kan?" tanya nya sambil menawarkan karena barangkali kau tersebut akan menyukai sate dengan bumbu kecap.     

Mendengar itu menjadikan Biyan menatap ke arah sate yang berada di hadapan Moli, lalu ia mengerutkan alis. "Boleh tuh, tapi suapin gue, ya?"     

Sebagai seseorang yang sudah jatuh cinta dengan seorang cowok, walaupun demikian dan kini dia menganggukan kepala sekolah menurut apa yang dikatakan oleh cowok tersebut. Ia mengambil satu tusuk sate lalu diarahkan ke Biyan, tangan satunya menengadah Agar bumbu kecap tidak berjatuhan ke meja dan membiarkannya menetes di tangan saja. "Buka mulut kamu, aku akan menyuapi mu." balasnya, seperti ibu yang ingin menyuapi anaknya makan.     

Bian pun menurut, ia membuka mulutnya dan menerima suapan sate tersebut dengan menarik daging sate yang terdapat di tusukannya. Mengunyah sate di dalam mulut terlebih dahulu untuk merasakan apa yang saat ini ia rasakan, jujur saja ini sate pertama dengan bumbu kecap yang pernah ia rasakan karena sebelumnya ia berfikir kalau semisalnya sate tidak cocok dengan bumbu selain kacang. "Enak, tapi sama saja seperti pikiran awal aku kalo aku lebih menyukai satu dengan bumbu kacang." balasnya yang menanggapi sesuai dengan apa yang ia rasakan.     

"Ya udah nggak papa, anggap aja sate bumbu kecap itu favorit aku dan bumbu kacang itu favorit kamu. Dan kau semisal kamu nggak jawab punyaku ambil aja tapi aku nggak bisa mencoba in punya kamu, gitu." ucapnya sambil terkekeh kecil, ia bisa menebak kalau cowok tersebut tidak terlalu menyukai kecap.     

Bian menatap Moli, Lalu melihat jika ada noda makanan di ujung bibir cewek tersebut. Ia meraih selembar tisu, Setelah itu ya menjulurkan tangannya untuk mengusap sudut bibir Moli agar noda makanan tersebut hilang. "Makanya kamu kalau makan itu jangan berantakan, untung saja tidak menetes bumbunya ke pakaianmu. Kalau semisalnya menetes, nanti kamu jadinya ganti baju lagi, menambah-nambahi pakaian kotor."     

"Iya maaf aku nggak tahu, nggak krasa juga kalo aku makannya berantakan. Terima kasih," balasnya dengan nada bicara yang sedikit terbata-bata. Karena saya tidak dapat memungkiri kalau seluruh kebaikan dan sifat romantis Biyan masih mampu menghipnotis-nya.     

Melihat Moli yang masih bisa tersipu malu dengan apa yang dikatakannya, menjadikan diantar ke kecil lalu diakhiri dengan senyuman yang sangat manis juga hangat. " ya udah lo makan dulu abisin sate nya, baru abis itu lo boleh tersipu malu sama gue." ucapnya sambil menjulurkan tangan yang masih bersih untuk mengelus puncak kepala cewek tersebut.     

Moli bersikeras untuk menahan semua kupukupu yang ingin terbang melalui rongga dadanya, ia merasa seperti melayang dan dia harap tidak akan dijatuhkan dengan sangat kuat sehingga nantinya ia akan kembali merasa sakit.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.