Elbara : Melts The Coldest Heart

Kebahagiaan Bersama



Kebahagiaan Bersama

0Bian menunggu Moli di parkiran sekolah. Berkali-kali ia melihat ke arah jam tangan, sudah hampir 10 menit ia menunggu disini namun sosok yang di tunggu belum juga menghampiri dirinya.     
0

"Ini anak kemana dah? Bilangnya mau buang air kecil, tapi lama banget. Apa iya mungkin perutnya mules?" gumamnya.     

Ia bersandar di motor, melihat ke arah koridor yang sekiranya terlihat kalau ada seseorang berjalan ke area parkiran sekolah.     

Jam pulang belum lama terdengar, namun para murid seperti sudah langsung keluar dari sekolah dan hanya menyisahkan beberapa murid saja. Kemungkinan besar, para murid kelas 3 di SMA ini memilih untuk langsung memburu barang-barang di mall.     

Ya niatnya Bian juga ingin ke mall kok bersama Moli, ia rela menolak ajakan teman-temannya dan lebih memilih untuk ke mall bersama dengan cewek yang dekat dengannya. Ia dan Moli belum pacaran? Tentu saja belum.     

Tau sendiri kan bagaimana Moli di SMA? Kutu buku, pintar, giat belajar. Dan bayangkan saja jika cewek tersebut masuk kuliah, pasti akan lebih produktif lagi jika di bandingkan dengan di masa SMA.     

Entah kenapa, Bian seperti ingin memastikan lebih dulu, apakah Moli ingin memiliki status dengannya atau tetap seperti ini? Ia akan ikut saja dengan keputusan cewek tersebut.     

Baiklah, bisa dikatakan kalalu Bian sudah nyaman dengan kehadiran Moli yang bisa menyingkirkan segudang cewek di pikirannya.     

Ibaratnya, El bertemu dengan Nusa yang bisa mengubah kehidupannya menjadi lebih baik, dan itu juga yang dirasakan oleh Bian di saat mendapatkan cewek seperti Moli.     

Siapapun cewek yang dapat mengubah seorang cowok menjadi pribadi yang lebih baik, maka sosok cewek tersebut adalah yang paling di idam-idamkan bahkan menjadi titik kenyamanan tersendiri bagi cowok tersebut.     

"Bian!"     

Tiba-tiba, suara panggilan yang berseru dengan sedikit melengking pun menjadikan lamunan Bian yang sesaat pecah. Kini, ia menolehkan kepala ke sumber suara. Dan ya, ia sudah melihat sosok yang di tunggu-tunggu sejak ia berada di area parkir.     

"Akhirnya lo dateng juga." ucap Bian ketika Moli sudah berada di hadapannya.     

Cewek yang memiliki tubuh lebih pendek darinya itu, menjadikan Bian harus menundukkan sedikit kepalanya.     

Moli meringis kecil sambil mengusap lengannya dengan perlahan, ia merasa tidak enak karena telah membuat Bian menunggu. "Iya maaf, tadi aku baca mading dulu buat liat pengumuman ke Bali. Ya walaupun di aula tadi aku menyimak dengan baik, tapi aku membacanya kembali dan mengambil foto." ucapnya yang menjelaskan dengan nada bicara yang merendah.     

Kalau seseorang bisa menjelaskan sepanjang ini dan penuh dengan kejujuran, Bian rasa itu sudah cukup. "Ya udah gak apa-apa. Gue pikir lo ada masalah sama siapa gitu, atau mungkin lo ada hal lain di toilet." ucapnya sambil memberikan senyuman.     

"Iya maaf, tadi gak sempet buka hp selain buat foto pengumuman." balas Moli sambil mengerucutkan bibirnya.     

Mendengar itu, menjadikan Bian terkekeh kecil. Ia menjulurkan tangan untuk mengusap-usap puncak kepala Moli dengan penuh sayang. "Ayo berangkat ke mall," ucapnya yang mengajak.     

Moli menganggukkan kepala dengan semangat, mumpung sang Daddy baru memberikan uang jajan, jadi ia bisa memakainya untuk berbelanja. "Ayo. Oh ya, tapi aku gak bawa helm, soalnya tadi pagi sama supir-nya bokap." ucapnya.     

"Gak apa-apa, nanti gue bawa lo lewat jalan dalam aja jangan lewat jalan raya. Surat-surat gue sih lengkap, SIM dan STNK juga ada. Tapi kalau ada polisi dan lo gak pakai helm, ya bisa-bisa sih gawat, takut di berhentiin." ucap Bian yang menjawab. Ia mengambil helm, lalu memakainya.     

Sebelum naik ke motor, Nusa lebih dulu menelusuri pandangan pada tubuh Moli. Ia melihat pakaian cewek tersebut terlalu ketat, sehingga kini dirinya langsung membuka jaket yang tadinya ia kenakkan.     

"Lo pakai jaket gue dulu, nih." ucapnya sambil menjulurkan jaket yang sudah terlepas dari tubuhnya. "Gue gak suka liat lo pakai seragam kayak gitu, pakai biar nutupin badan lo." sambungnya.     

Moli menganggukkan kepala, patuh dengan apa yang dikatakan oleh Bian. Ia meraih jaket yang di berikan cowok itu kepadanya, lalu mengenakkannya walaupun kebesaran di tubuhnya, tapi itu tidak masalah.     

"Udah nih, ada lagi yang mau kamu protes?" tanya Moli dengan lembut, ia hanya ingin menuruti perkataan Bian agar cowok tersebut sama sekali tidak keberatan dengan kehadirannya.     

Bian menatap Moli dari wajah sampai telapak kaki, setelah itu menatap wajahnya lagi. "Gak ada, udah sempurna, cantik." balasnya yang berkomentar sambil tersenyum hangat.     

Mendengar itu, menjadikan Moli tersipu malu, bahkan kini ia membasahkan tenggorokkan dengan saliva, saking gugupnya. "C-cantik?" tanyanya sambil mengerjapkan kedua bola mata, seakan-akan tidak percaya.     

Moli menganggukkan kepalanya. "Iya lah, emang kata siapa lo jelek? Lo selalu cantik di mata gue," ucapnya yang mengambil surai rambut Moli untuk diletakkan di belakang telinga cewek satu itu.     

"Euhm, oke. Makasih banyak," balas Moli dengan tergagap. Ia bahkan bisa merasakan kehangatan yang menjalar dari hati sampai ujung telinga, seakan ada sesuatu yang menyengat dirinya.     

Bian menganggukkan kepala, lalu memberikan senyuman yang terbaik. "Sama-sama, yuk naik." ucapnya sambil naik ke motor, setelah itu menurunkan pijakan kaki untuk Nusa. "Ayo naik, kok malah bengong?" sambungnya.     

Mengerjapkan kedua bola mata, setelah itu Moli baru tersadar karena teguran Bian yang seperti itu menjadikan dirinya meringis kecil. "Eh? I-iya, aku lupa." balasnya. Lupa? Jawaban yang konyol saking ia merasa ada gerombolan kupu-kupu di hatinya pada saat ini.     

Setelah itu, Moli naik di jok belakang motor Bian dan meletakkan kedua tangan di pinggang cowok tersebut walaupun gugup. Ini bukan pertama kalinya ia berpegangan dengan Bian di motor seperti ini, namun entah mengapa rasanya masih sama seperti baru pertama kalinya.     

Bian melirik Moli dari kaca spion, setelah itu terkekeh kecil. "Mukanya biasa aja kali, masih malu sama pujian gue yang bilang lo cantik?" tanyanya yang meledek cewek tersebut. Habisnya, saat ini wajah Moli terlihat sangatlah menggemaskan.     

Lagi dan lagi, ternyata Moli tertangkap basah. Menjadikan dirinya meringis kecil, lalu menepuk-nepuk bahu Bian karena malu. "Sudah jangan lihati aku terus, aku malu, aku sudah mengakuinya. Dan sekarang, tolong jalan kan motor mu." balasnya yang nyaris saja mengeluarkan nada bicara sedih karena kesal.     

Bian hanya terkekeh, setelah itu menganggukkan kepala dengan perlahan. "Iya iya, bawel ih marah-marah terus. Ya udah deh ayo kita jalan, let's go!" ucapnya.     

Bian terlebih dulu memundurkan motor untul keluar dari barisan deretan parkiran motor, setelah itu mulai melaju untuk meninggalkan area sekolah. Mereka on the way ke mall, untuk berbelanja kebutuhan saat di Bali nanti.     

Mereka menginggalkan area sekolah, kini sudah memasuki jalan raya dan artinya Bian sudah tau titik-titil jalanan yang sekiranya tidak ada polisi.     

Moli merasakan hembusan angin yang menerpa pernukaan kulit wajahnya. Ia merasa angin yang sejuk walaupun ini siang hari, cahata matahari juga tidak terlalu menyengat dan membakar kulit.     

"Emamgnya nanti mau beli apa?" tanya Moli yang mendekatkan diri ke arah bahu Bian, meletakkan dagunya disana. Ia mendekatkan diri seperti ini supaya perkataannya juga di dengar oleh Bian karena takutnya nanti cowok tersebut tidak jelas mendengar.     

Bian melirik sekilas Moli di kaca spion. "Beli baju, lo nanti ke tempat-tempat make-up mungkin? Gue temenin, biasanya sih cewek selalu kesana." balasnya sambil menebak, ya kemungkinan besar benar sih. Karena apa yang dikatakan olehnya itu sudah terbukti.     

Dulu saat belum bersama dengan Moli, Bian selalu jalan dengan cewek yang berlainan. Dan ketika tujuan mereka ke mall, pasti para cewek-cewek menyuruhnya untuk berbelok ke tempat yang menjual make-up. Dan ya, kemungkinan Moli juga akan seperti itu.     

Moli sedikit berpikir, setelah itu menganggukkan kepalanya dengan perlahan. "Wah boleh juga tuh." balasnya sambil tersenyum dengan sangat manis, terlihat cantik seperti pujian Bian beberapa menit yang lalu.     

"Nah kan bener tebakan gue." ucap Bian sambil terkekeh kecil, sudah ia bilang kalau dirinya itu paham dengan sifat para cewek ya karena ia sudah pernah dekat dengan berbagai macam sifat dan karakter yang ada.     

Moli ikutan terkekeh kecil, setelah itu ia tersenyum. Masih menaruh dagu di pundak Bian, ia merasa nyaman jika naik motor dengan posisi yang seperti ini. "Gak apa-apa kan aku numpang naruh dagu di bahu kamu?" tanyanya yang izin kepada cowok yang kini mengemudikan motor.     

Mendengar pertanyaan Moli yang seperti itu menjadikan Bian menaikkan sebelah alisnya karena bingung. "Boleh, emangnya kenapa harus nanya kayak gitu?" tanyanya. Yang padahal mah hal tersebut ya wajar-wajar saja kok.     

Moli menaikkan kedua bahu dengan pelan, ia juga tidak tau mengapa izin seperti itu. "Ya ini pertama kalinya bagi aku sih naruh dagu begini di bahu cowok selain keluarga yang sedarah, juga takutnya kamu risih kan kalau aku kayak gini? Nah makanya aku nanya sama kamu," balasnya yang menjelaskan sambil tersenyum kecil.     

"Pertama kalinya? Ya udah, gak apa gue jadi yang pertama buat lo. Jadiin bahu gue senyaman mungkin buat lo, oke?" ucap Bian yang memberikan tanggapan dengan sangat baik, bahkan saat ini ia juga tersenyum dengan sangatlah manis.     

Moli menganggukkan kepalanya, lalu tersenyum juga dengan sangatlah manis. "Oke, itu sih udah pasti." balasnya. Ia mengusal-usal dagunya di bahu Bian, terasa sangatlah nyaman seperti ini.     

Mendengar itu menjadikan Bian tersenyum dalam diam, entah Moli melihatnya atau tidak, namun yang pasti dirinya sudah merasa sangat… bahagia? Entahlah, memang itu yang ia rasakan sekarang dan tidak ada lagi hal yang membuat ia menahan perasaannya sendiri.     

Moli pun juga memiliki perasaan yang serupa dengan Bian. Ia berharap kalau semua ini bukan hanya angan-angan yang dapat membunuh hatinya yang paling dalam.     

Banyak pertimbangan yang harus di lakukan di hubungan mereka, itu dikarenakan masa depan Moli di atur oleh kedua orang tuanya yang sama sekali tidak boleh gagal untuk meraih kesuksesan sesuai dengan apa yang sudah di tentukan oleh mereka.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.