Elbara : Melts The Coldest Heart

Kehidupan Moli Penuh Aturan



Kehidupan Moli Penuh Aturan

0Moli berada di kamar, duduk manis menyilangkan kaki dengan laptop yang kini ada di hadapannya. Ia sedikit mempertimbangkan apa yang dikatakan oleh Bian mengenai hidupnya yang terlalu datar, ia akhirnya memutuskan hari ini untuk sedikit bersantai sambil menonton film kesukaannya walaupun kartun layaknya anak kecil.     
0

Cup es krim berada di tangannya, ia sesekali menyuapi ke dalam mulut. Oke, dua jam lagi ia akan pergi tidur sekitar jam 12 malam.     

Setelah kepulangan Bian, ia merapihkan rumah sebentar dan mematikan televisi lalu langsung pergi ke kamar untuk bersantai. Setidaknya, bersama Bian ia paham kalau kinerja otak tidak boleh terlalu di paksakan.     

Rasa manisnya es krim plus dingin, kini menyapa rongga mulut Moli.     

Tok     

Tok     

Tok     

Mendengar suara pintu kamar yang di ketuk, menjadikan Moli memutuskan untuk mem-pause film dan beranjak dari kasur untuk membukakan pintu kamar untuk seseorang di luar.     

Ia sampai di dekat pintu, lalu memutar knop pintu dan terbuka menampilan sosok laki-laki bertubuh tegap dengan perawakan penuh dengan ketertiban.     

Itu adalah sang Daddy, si laki-laki yang mengubah Moli dari usia anak-anak menjadi remaja yang sangat ambisi mengejar nilai.     

Moli meneguk saliva dengan susah payah, setelah itu agak menahan napas selama beberapa detik. "Eh Dad, baru pulang? Mommy mana?" tanyanya, sekedar berbasa-basi, karena saat ini tatapan laki-laki di hadapannya sangat menyeramkan.     

Namanya Samuel, Daddy yang mendidik Moli dengan sangat keras bahkan tergolong kasar jika sang anak melakukan hal yang tidak sesuai dengan keinginannya. Yang tadinya ia ingin sang anak menjadi cewek yang pintar, ia malah mengubahnya seolah boneka yang pantas dirinya mainkan dengan sesuka hati hingga pada saat ini.     

"Itu kamu ngapain buka laptop? Lagi kursus belajar online zoom meeting?" tanya Samuel, ia tidak ingin menjawab pertanyaan Moli yang sebenarnya cewek tersebut tidak perlu bertanya pun sudah tau jawabannya.     

Moli berkeringat, padahal AC di kamarnya cukup dingin apalagi mengingat udara malam hari yang juga mampu membuat menggigil. "Euhm.. iya." jawabnya dengan ragu.     

Mendengar nada bicara Moli, menjadikan Samuel menatap sosok di hadapannya dengan meneliti bahkan menatap sang anak dengan tajam. "Daddy mau masuk kamar mu, boleh?" walaupun dirinya memiliki banyak sekali peraturan untuk kehidupan berlangsung sesuai yang dirinya inginkan, tapi ia tetap memiliki standar kesopanan.     

Karena Moli tidak pernah menolak permintaan perizinan Samuel, dan kalau menolaknya pasti sang Daddy akan curiga terhadapnya. Jadi, ia menganggukkan kepalanya dengan perlahan. "Boleh, Dad. Silahkan masuk," ucapnya yang mempersilahkan sambil membuka pintu kamarnya lebih lebar lagi.     

Samuel tanpa banyak bicara pun langsung memasuki kamar Moli, ia pertama-tama melihat ke arah laptop anaknya yang layarnya memunggungi arah pintu.     

Terlihat film kartun yang menurutnya tidak berbobot. "Kenapa nonton beginian? Kamu gak pernah ya nonton hal yang gak jelas kayak gini!" ucap Samuel dengan nada bicara yang naik satu oktaf. "Sudah mempelajari pelajaran via video atau belum?" lanjutnya.     

Moli tau kalau pada akhirnya, kondisi santai yang biasanya orang lain ciptakan akan menjadi boomerang tersendiri jika ia yang melakukannya. Ia pun mengusap lengannya dengan perlahan, lalu menggelengkan kepala. "Belum, Moli baru mengerjakan semua tugas plus membaca materi pelajaran besok, Dad."     

"Apa? Kenapa metode belajar kamu menurun untuk hari ini, hah?! Daddy mendidik kamu supaya puas melihat keberhasilan belajar kamu, bukannya bersantai kayak gini."     

"Maaf Dad, tapi kan aku juga sudah belajar walaupun masih kurang—"     

"Nah itu kamu tau kalau ada yang kurang? Hari ini tidak maksimal, berarti besok nilai kamu pasti menurun." Samuel memotong perkataan Moli yang bahkn belum selesai di ucapkan.     

Moli menundukkan kepala. Ini adalah alasan utama mengapa dirinya seolah menyembunyikan diri dari publik, ia menghembuskan napas dengan perlahan sambil tersenyum dengan miris mengetahui takdirnya yang seperti ini.     

"Tapi Dad, aku mau sekali merasa santai di hidup ku. Sekali aja, apa gak boleh?" pertanyaan yang di lontarkan dengan nada bicara menurun itu mulai terdengar sangat memprihatinkan. Ia benar-benar definisi boneka hidup yang di mainkan sesuai isi hati sang dalang.     

Samuel melangkahkan kaki, lebih dekat ke arah Moli. "Kamu inget kan apa yang pernah Daddy bilang sewaktu kamu tanya kenapa kamu gak di perbolehkan bersosialisasi dengan orang-orang? Masih ingat, atau pura-puta melupakan?"     

"Ingat, Dad." cicit Moli dengan kedua bola mata yang berkaca-kaca.     

"Coha sebutkan kalau kamu ingat supaya bisa menerapkannya lagi dan tidak kembali melanggarnya."     

"Dad melarang ku bersosialisasi supaya lebih fokus belajar, tidak banyak gangguan yang merusak tujuan mengapa aku bersekolah, dan tidak menjadi penghalang keberhasilan ku."     

"Dan coba katakan apa tujuan mu bersekolah."     

"Tujuan aku bersekolah itu untuk belajar dengan baik supaya masuk ke Universitas unggulan dengan kumpulan murid terbaik dan pada akhirnya meraih S3 untuk tetap membanggakan nama keluarga."     

Ya, memang satu keluarganya tergolong orang-orang pintar dengan gelar tinggi yang berada di belakang namanya. Oke, untuk kasus ini Moli juga pintar, namun Samuel terlalu menekan sampai lupa kalau samg anak juga membutuhkan interaksi sosial kepada orang lain.     

Mendengar penuturan Moli membuat Samuel menganggukkan kepala karena apa yang dikatakan oleh anaknya itu 100% masih benar, tidak ada kalimat-kalimat yang terlewatkan.     

"Oke, bagus. Tapi Dad harap, kamu selalu mengingat itu." ucap Samuel, kembali memperlihatkan raut wajah yang ramah.     

Moli mengangkat kembali wajahnya untuk melihat wajah Samuel yang kembali seperti berdamai dengan dirinya.     

Tangan besar nan kokoh milik Samuel mendarat di puncak kepala Moli, mengelusnya dengan perlahan dan penuh kasih sayang.     

Di satu perasan, Moli takut dengan semua ketegasan bahkan larangan serta perintah yang terlalu menekankan kepada dirinya. Namun di satu sisi, ia juga tau kalau Samuel bisa bersikap sangat hangat, lembut, dan juga kasih sayang di saat ia melakukan semua perintah itu dengan benar sehingga memunculkan hasil yang memuaskan.     

"Kamu paham kan kalau Dad ngelakuin ini untuk yang terbaik buat kamu? Kamu ngerti, kan? Apa perlu Daddy menjelaskannya lagi?"     

Mendengar pertamyaan itu, menjadikan Moli menganggukkan kepalanya dengan perlahan. Apa yang dilakukan oleh Samuel memang memiliki segala peraturan yang menguntungkan bagi masa depannya yang cerah, namun mungkin cara sang Daddy terlampau salah dan terlalu keras dalam mendidik.     

"Ngerti, Dad. Maaf ya untuk hari ini, cara belajarku yang kurang membuat Dad marah." ucap Moli dengan nada bicara yang menyesal, bahkan kedua alisnya pun menurun.     

Samuel menganggukkan kepala. "Iya, Dad harap jika besok ada ujian atau ulangan apapun itu, nilainya tidak pernah berkurang."     

"Siap bos, Moli janji."     

"Asal kamu juga gak terlalu bersosialisasi, apalagi sampai punya pacar. Daddy gak bakalan nyetujui itu sebelum kamu menunjukkan pendidikan yang udah cukup untuk di banggakan."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.