Elbara : Melts The Coldest Heart

Memberi Pelajaran



Memberi Pelajaran

0"Woy Bian, cewek lo tuh di siram air sama si Bastian."     
0

Mendengar itu, Bian yang tadinya tengah duduk santai dengan kaki yang di naikkan ke kursi sebelahnya yang kosong pun menjadikan menurunkan kaki dengan segera. Ia menatap seseorang yang mengadu padanya seolah bertanya mengenai keseriusannya.     

"Bener, lo liat aja tuh di lambe SMA Adalard. Cewek lo di siram air, basah semua dari kepala sampai bawah mungkin."     

Mendengar pernyataan yang kembali di perjelas beserta bukti pun menjadikan Bian beranjak dari duduknya sambil mendengus. Ia sama seperti El, barang siapa yang menyentuh orang tersayang yang berarti di kehidupannta, pasti orang tersebut akan ia buat babak belur.     

Bian menyambar jaketnya yang tadinya di sampirkan pada kepala kursi, setelah itu berpamitan kepada teman-temannya yang kini sudah heboh. Ia berjalan keluar kelas, dan tanpa di duga sedikitpun teman-temannya itu mengekor untuk menyaksikan adanya perkelahian.     

Sudah jelas bukan kalau seorang cowok sudah memiliki cewek yang memenangkan hatinya, pasti ia akan turun tangan jika cewek tersebut di perlakukan yang tidak pantas.     

Memang cewek mana yang pantas untuk di siram di depan umum walaupun cewek tersebut yang bersalah sekalipun? Tidak ada. Itu sama saja merendahkan cewek secara tidak langsung, sungguh.     

Berjalan lebih cepat yang mengundang perhatian murid-murid yang masih berlalu lalang di koridor, ia tidak peduli akan hal itu,     

Melihat kelas Moli, ia mengubah jalannya menjadi normal yang malah memberikan kesan menyeramkan karena raut wajahnya saat ini mematikan.     

Lebih dulu, ia berhenti di depan pintu kelas. Lalu menyusuri pandangan yang membuat seluruh murid di kelas membungkan mulutnya, termasuk si pelaku, Bastian.     

Bian menolehkan kepala ke arah Moli yang tampak menundukkan kepala dengan memeluk tas, sudah pasti baju cewek tersebut terlihat transparan karena basah. Ingin berlari ke kamar mandi pun takutnya menjadi tontonan murid lainnya.     

Ia menghembuskan napas pelan, memilih untuk berjalan memasuki kelas untuk menghampiri Moli yang sepertinya tidak sadar dengan kehadirannya.     

"Nih pakai jaket gue, tenang aja anti air kok gak bakalan tembus." ucap Bian sambil menutupi tubuh Moli karena cewek itu memang duduk di dekat tembok, menjadikan hanya satu sisi saja —yaitu sisi yang tengah ia pungungi— yang dapat melihat ke arahnya saat ini.     

Mungkin, karena mendengar suara seseorang yang di kenal menjadikan Moli menaikkan pandangannya lalu ia menatap Bian dengan rasa sedih yang tercetak jelas di hatinya. Ia meraih jaket yang di berikan cowok tersebut, lalu menganggukkan kepala sambil memakainya.     

"Jaket gue pasti oversize di lo, bisa nutupin sebagian rok lo juga yang basah." ucap Bian lagi karena ia tau rok Moli basah. Ia memiliki celana olah raga, tapi di loker.     

Moli telah selesai memakai jaket milik Bian pada tubuhnya, ia menampilkan senyuman kecil walaupun saat ini matahya terlihat sembab. Ia tidak terima dengan apa yang dilakukan cowok lain kepada Moli seperti ini, terlebih lagi sampai membuatnya menangis.     

Bian menganggukkan kepala, setelah itu menbalik badan untuk menatap sekelas. "Yang namanya Bastian, maju lo."     

Suasana panas. Biasanya Bian menjadi tontonan murid-murid karena di habisi oleh El, namun sekarang dirinyalah yang akan menghabisi seseorang.     

Mendengar itu, Moli tau apa yang akan terjadi selanjutnya langsung saja menghembuskan napas dengan perlahan. Ia menjulurkan tangan untuk menahan cowok tersebut agar tidak melakukan apa-apa yang memperburuk suasana. "Hei, aku gak kenapa-napa. Gak usah nyari masalah," ucapnya yang menenangkan.     

Bian menatap satu anak cowok yang berada di pojok kelas sambil memainkan ponsel seolah tidak peduli dengan apa yang terjadi. Namun dirinya tau kalau cowok tersebut lah yang mengajak dirinya berperang seperti ini.     

"Lo bilang gak apa-apa tapi lo nangis, lo bilang gue cari masalah padahal tuh cowok yang pengen banget gue bantai." balas Bian sambil menatap ke arah cowok yang sesuai dengan arah pandangnya saat ini.     

Semua murid di kelas ini bahkan teman-teman Bian yang sudah sampai dan memilih menonton di depan kelas pun menolehkan kepala ke satu-satunya cowok yang memang tidak tergiur dengan suasana ricuh seperti ini.     

Moli menggelengkan kepala dengan lemah. Ia memang buruk saat berbohong, bahkan untuk menyembunyikan dirinya yang tidak baik-baik saja pun tentu tidak bisa.     

Bian yang tidak melihat Bastian merasa tersindir pun langsung saja berjalan menghampiri cowok tersebut.     

"Hajar hajar hajar!" Ini adalah genk Bian yang memang ada beberapa yang bertugas untuk memanasi keadaan yang memang sejujurnya sudah terasa panas.     

"Mukanya burik tapi kelakuan selangit, siapa lagi kalau bukan cowok di pojokan?"     

"Sok-sokan mau nyenggol Bian, tapi pas Bian ke senggol ciut, siapa lagi kalau bukan cowok di pojokan?"     

"Segala nyiram Moli pakai air kayak orang caper, siapa lagi kalau bukan cowok di pojokan?"     

"Cowok norak yang beraninya sama cewek pas di samperin diem mati kutu, siapa lagi kalau bukan cowok di pojokan?"     

Segala ucapan teman-teman Bian membuat Bastian mengangkat kepala, dan kini terlihat Bian yang sudah ada di hadapannya.     

Memangnya siapa yang bilang kalau dirinya berani dengan Bian? Tidak, tidak ada yang bilang seperti itu termasuk dirinya, sungguh.     

Bastian meneguk salivanya dengan susah payang. "Ada apaan nih Bang ramai-ramai kesini kayak mau kondangan?" tanyanya dengan nada santai, padahal mah saat ini jantungnya bergedup kencang seperti tengah berada di diskotik.     

Bian menaikkan sebelah alisnya, lalu berdecih pelan. "Lo apain cewek gue, coba sini jelasin, gue mau denger dari mulut sampah lo." ucapnya dengan nada tajam, menelusuri dari ujung rambut sampai ujung kaki cowok tersebut yang sepertinya tidak memiliki keunggulan apapun, namun berani sekali mencari masalah dengannya.     

"Cewek lo tuh gue contekin gak mau malah ceramahin gue panjang lebar, nyokap gue aja gak terlalu begitu banget. Terus abis gitu dia ngatain gue bodoh, siapa juga yang terima di katain kayak gitu?" balas Bastian sambil memilih untuk memasang raut wajah yang memprihatinkan.     

"JANGAN MAU PERCAYA, BIAN. BASTIAN EMANG PLAYING VICTIM! JELAS-JELAS TADI DIA YANG NYEBUT DIRINYA SENDIRI BODOH!" teriak salah satu cewek yang sepertinya juga memiliki dendam pribadi dengan Bastian.     

Bian tertawa ringan, lalu menjulurkan tangan untuk menarik kerah seragam cowok tersebut sampai berdiri di hadapannya. "Mau sekarang, atau pulang sekolah?" tanyanya dengan tajam.     

Bastian bersusah payah untuk mengendurkan cengkraman tangan Bian pada kerah lehernya yang terasa mencekik. "Lepasin dulu, gue gak bisa jawab." ucapnya.     

Karena kasihan dan takutnya berlebihan mencekik, akhirnya Bian melepaskan cengkraman tangan pada kerah baju Bastian. "Cepetan jawab pertanyaan gue, mumpung rasa sabar gue masih ada nih."     

"Gue cuma mau bilang sekali lagi." ucap Bastian yang sudah berhasil mengatur napasnya. "Gue nyebut cewek lo murahan, gue jujur." sambungnya.     

Tiba-tiba …     

Bugh!     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.