Elbara : Melts The Coldest Heart

Pembicaraan Tentang Obsesi



Pembicaraan Tentang Obsesi

0Ini sudah jam istirahat. Dan ya, tanpa di ketahui banyak orang terutama pacar mereka masing-masing. Kini, El dan Priska berada di belakang halaman sekolah sambil menatap masing-masing dengan raut wajah lekat.     
0

"Kenapa nih? Tumben-tumbenan lo mau deket-deket gue? Gak ilfil?"     

Pertanyaan Priska yang seperti itu menjadikan El menatap cewek di sebelahnya sambil berdehem, tidak ada tatapan damai. "Ya masa lo duduk di sini gue di ujung sana? Kan gak kedengeran, ngaco lo ya?" balasnya.     

Sejujurnya, mengingat di sebelahnya adalah orang yang paling dirinya sukai, membuat Priska merasakan kehangatan yang menjalar di hatinya. Dalam diam, ia tersenyum malu-malu mengingat kalau dirinya ini duduk bersebelahan dengan seseorang dengan nama 'El', sang pujaan hati.     

"Iya juga sih, jadi lo mau ngomong apa sama gue? Sampai gak boleh ketauan orang lain, emangnya ada apa nih?" tanya Priska, ia duduk menyerong sambil menyilangkan kaki bertumpu pada kaki yang lainnya. Memang sudah genit dari lama, jadi walaupun sudah ada Reza pun rasa tidak peduli tetap saja hadir.     

El yang melihat itu pun makin menjauhkan duduknya dari Priska. "Lo deket-deket lagi, gue tendang lo dari sekolahan gue." ucapnya dengan raut wajah dingin, cukup tidak habis pikir dengan semua tingkah cewek tersebut.     

Mendengar itu, tentu saja Priska mengambil napas panjang, lalu menghembuskannya dengan perlahan-lahan. "Ya udah iya, sekarang lo ngomong apaan yang mau lo sampein? Jangan kayak begini, jadi kesannya gue terus yang salah di mata lo." balasnya yang memang sudah cukup lelah mendengar berbagai macam bentuk penolakan oleh cowok di sampingnya.     

El menatap Priska dengan selidik. Jika kalian berpikir kalau dirinya saat ini ingin menegur apa yang dikatakan oleh Nusa mengenai pembicaraan cewek di sampingnya dengan kedua anteknya itu, kalian salah, sungguh. Ia hanya ingin semakin memperdekatkan Priska dengan Reza, hanya itu saja dan tidak memiliki maksud untuk menegur atau apapun itu.     

"Lo jangan makin keliatan deket sama gue kenapa sih? Lo gak tau ya rasanya risih?" tanya El yang memulai pembicaraan.     

Priska mengerjapkan kedua bola matanya berkali-kali, setelah itu menghembuskan napasnya. "Gue gak kenal kata risih pas sama lo, gak kenal rasa sakit, atau apapun itu." jawabnya sambil tersenyum. Cintanya memang tulus, namun caranya yang tentu saja sangat salah.     

"Ya udah." ucap El sambil menganggukkan kepala, lalu menunjukkan senyuman walaupun hanya seulas saja. "Sekarang lo kan udah punya Reza, nah ganti aja obsesi lo jadi ke tuh cowok, jangan ke gue lagi, oke?" sambungnya sambil menatap ke pepohonan yang rindang. Menatap pohon jauh lebih baik jika di bandingkan harus menatap wajah cewek di sampingnya yang berpura-pura polos.     

Priska membayangkan bagaimana obsesinya jika di pindahkan pada Reza, ia langsung terpikirkan berbagai macam bentuk sumpah serapah yang kemungkinan akan di lontarkan oleh cowok tersebut kepada dirinya. Lalu, tanpa sadar pun ia bergidik ngeri.     

"Nanti di coba deh kalau minat, Reza serem, kata-katanya juga nyakitin."     

"Iya lebih dari gue, makanya lah luluhin."     

"Kalau gue bisa luluhin dia, kenapa?"     

"Ya lo juga bakalan ikutan luluh." jawab El yang memang menurut kenyataan, banyak orang-orang yang bernasib seperti itu di muka bumu ini. Ceritanya bahkan ada yang sama persis dengan yang terjadi oleh Priska dan Reza.     

Priska tertawa, tidak kepikiran sampai kesana. Ia mengaduh, lalu memijat pangkal hidungnya dengan perlahan-lahan. "Duh iya juga ya. Jangan sampai deh gue luluhin dia," ucapnya sambil ikutan menatap ke arah objek yang saat ini tengah di tatap oleh cowok yang berada di sampingnya.     

Tawa Priska tidak mengundang, sehingga saat ini masih tatapan datar yang terlihat jelas di permukaan wajah El. Ia menaikkan sebelah alisnya, setelah itu menghembuskan napas. "Kenapa?" tanyanya, hanta satu kata yang mewakili segala pertanyaan yang bersarang di otak.     

"Ya karena gue gak mau berenti mikirin lo, berenti mengagumi lo, bahkan gue gak mau berenti punya perasaan sama lo."     

Jawaban Priksa sangat membuat El tertampar, bukan tertampar yang seperti menyadarinya ke kenyataan tapi tertampar yang seperti ia seharusnya sadar kalau sudah tidak ada lagi pembicaraan yang dilakukan bersama Priska untul menyadarkan cewek tersebut. "Biaya ke psikiater emang mahal, mungkin itu alesan lo gak berobat kesana, ya? Gue biayain deh, gue tau dan semua orang tau kalau perasaan yang lo maksud buat gue itu perasaan obsesi."     

Priska menganggukkan kepalanya. "Iya kok tau banget gue obsesi sama lo, nah makanya selagi gue obsesi sama lo, itu ya juga keuntungan sendiri bagi gue. Sekarang, kan gue udah gak ganggu lo sama Nusa lagi, gue juga udah berusaha jalanin sama Reza. Tapi urusan sayang sama Reza, kayaknya itu gak bisa."     

El merasa kalau pembicaraan mereka tuntas sampai di sini. Namun terbitlah pemikiran licik di otaknya. Ia menatap Priska, menjadikan cewek tersebut juga ikutan menatap wajahnya. "Tingkat populeritas gue sama Reza kan sama tuh, dia juga ganteng sebanding lah ya sama gue. Terus, dia juga punya banyak fans kayak gue. Lo bayangin seberapa banyak orang yang kepo sama hubungan lo dan Reza? Di saat itu mungkin banyak yang mampir ke sosial media lo."     

Popularitas adalah salah satu alasan Priska tidak ingin berhenti memiliki perasaan pada El. Karena selama ini, nama cewek itu naik karena ia adalah si pawang El yang selama ini selalu membuat fans El hanya bisa diam-diam kagum karena takut dengan kehadiran Priska.     

Pernyataan El membuat Priska seperti tengah menimang-nimang. Bayangkan, jika kamarin-marin ia populer karena El dan menghasilkan kepuasan tersendiri. Dan bagaimana kalau sekarang berpindah ke Reza? Bukankah itu akan menghasilkan keuntungan yang berkali-kali lipat?     

Melihat Priska yang melamun yang dapat El tebak kalau cewek itu tengah berpikir menjadikan dirinya tersenyum dalam diam. Ia tau sekali kriteria Priska itu yang bagaimana, maka ia bisa menjamin hal yang barusan ia ucapkan dengan manjur.     

"Ya udah gue mau ke kantin nyamperin cewek gue, lo agak lamaan dulu kalau mau kesana, biar gak di curigain atau gimana-gimana." ucanya yang tidak peduli lagi dengan perkataan Priska yang selanjutnya.     

Pada akhirnya, El memutuskan untuk beranjak dari duduknya. Ia mulai melangkahkan kaki untuk meninggalkan Priska sendirian bersama dengan pikirannya yang seperti tersesat.     

Tidak ada lagi cara apapun untuk bermain bersih. Sekarang, jika dapat meracuni Priska —dalam artian untuk masuk ke pesona Reza—. Memangnya ingin di nasehati dengan deretan kata apalagi supaya Priska bisa mengerti? Sampai kapanpun, cewek itu tidak pernah paham dengan arti cinda dan kasih sayang yang tulus.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.