Elbara : Melts The Coldest Heart

Berdamai Dengan Segalanya



Berdamai Dengan Segalanya

0Priska masih duduk di halaman belakang, pikirannya seperti melayang-layang di udara pada saat ini. Ia sudah bermenit-menit lamanya semenjak El meninggalkannta sendirian hanya dengan bayangannya yang tampak pudar karena cahaya matahari tak cukup terik untuk sekedar memunculkan bayangan.     
0

Tidak ada niat juga ingin beranjak dari kursi. Menurutnya, kekosongan adalah hal yang paling berteman baik dengannya untuk saat ini.     

"Masa iya gue nyerah perjuangin El dan malahan memutuskan buat jatuh cinta sama Reza? Apa otak gue gak bermasalah ini, ya?"     

Pada akhirnya, satu hembuskan napas berat pun keluar dari dalam mulut Priska. Ia menyandarkan tubuh di sandaran kursi, setelah itu menatap langit-langit yang tumbenan sekali berawan.     

Disty dan Nika juga tidak tau keberadaannya di sini, tidak ada satu pun orang yang tau. Jika boleh di katakan, Priska adalah orang yang butuh sekali perhatian dan makanya ia memilih untuk sedikit menanamkan bumbu caper di dalam hidupnya.     

Tidak banyak orang yang menyukai nama 'Priska' yang melekat pada dirinya. Ya karena ia juga sadar kepribadiannya sangat buruk. Untuk sadar dari segala kesesatan hatinya ini pun terasa sangatlah sulit baginya.     

Sudah dari awal masuk sekolah, namanya populer bahkan kakak tingkat pun tidak ada yang berani mencari masalah dengannya. Ia terbilang cewek yang tidak kenal takut dalam artian sangat berani karena tekadnya cukup kuat untuk berpikir tidak ada satupun orang yang bisa menandinginya, bahkan sampai saat ini pun tidak ada yang berani menggantikan kekuasaanya sebagai ratu bully.     

Katakan, memang Priska cewek jahat tidak berperasaan. Mungkin banyak orang yang tidak mengenal dirinya pun akan merasa kalau dia patut untuk di jauhi. Padahal, kan ada pepatah yang mengatakan 'tidak kenal, maka tidak sayang'. Tapi setiap orang yang bertemu dengannya, langsung menanamkan pemikiran seperti 'jangan deketin Priska kalau gak mau dapat masalah'.     

Ya kalau yang ingin berteman dengannya, harus memberikan kesan pertama yang baik. Jangan seperti dengan tidak sengaja menumpahkan jus ke rok-nya, atau bahkan ada yang diam-diam menaruh mainan kecoa di dalam kotak kacamatanya. Itu kejam, jujur.     

Priska pantas mendapatkan apa yang pernah ia lakukan kepada orang lain? Ayolah, jika tidak ada bara, pasti api tidak berkobar, kan?     

"Bingung gue, mau berubah jadi baik nanti di kata aneh dan lain sebaliknya. Tapi kalau begini terus, ternyata makin kosong aja hidup gue."     

Nafsu makan menurun, menjadikan saat ini Priska tidak bergerak di tempatnya.     

Tiba-tiba, ponselnya yang berada di tangan terasa ada getaran. Ia langsung memeriksanya, dan melihat nama Reza yang tampak menghubungkan panggilan telepon untuknya.     

Tanpa banyak basa-basi, Priska pun menyeret tombol hijau untuk menjawab panggilan. Setelah itu, panggilan terhubung menjadikan dirinya langsung meletakkan letak speaker ponsel ke arah daun telinganya untuk berbicara dengan seseorang di seberang sana.     

"Halo, Ka. Lo dimana dah? Tumben banget gak ke kantin? Lagi sama Disty dan Nika atau gimana?" Pertanyaan itu muncul di katakan oleh suara bariton Reza yang saat ini terdengar nada bicara yang seperyi penasaran dengan keberadaan sang pacar yang tiada kabar.     

Mendengar itu, Priska mengalihkan pandangan dari langit menjadi menatap sepatunya yang berlogo mahal. Satu yang menjadi pelajaran, kekayaan bukanlah poin utama yang di butuhkan di dalam kehidupannya.     

"Ini gue ada di… di perpustakaan." Jawabnya, berbohong. Untuk suatu alasan, menurutnya ketenangan itu bukan untuk di ganggu tapi untuk di nikmati oleh diri sendiri.     

Terdengar kekehan geli dari seberang sana. "Perpustakaan? Si bad girl udah jadi si nerd girl, gitu?" ucap Reza yang meledek Priska dari seberang sana, bahkan tawa-nya pun terdengar sangatlah puas.     

Mendengus dengan apa yang dikatakan oleh Reza, lalu Priska berdecak kecil. "Ih lo mah berisik, emangnya kenapa juga kalau gue di perpustakaan? Masalah buat lo?" Pada akhirnya, ia bertanya dengan suara sewot, bahkan kini kedua bola matanya berputar kesal.     

"Lah marah, jangan marah-marah mulu pantesan lo cepet tua tuh mukanya. Pantes aja gue sama Mario julukin lo Nenek Lampir."     

"Ada ya gue punya pacar nyebelin kayak lo? Setiap saat kerjaannya cuma ngeledek gue doang, belum pernah ya gue tampar?"     

"Tampar dong, gak takut."     

Setelah itu, malah Reza kembali tertawa padahal berada di kantin yang dalam artian ramai dan pasti menjadi pusat pembicaraan. Priska pikir, mungkin cowok tersebut telah menganggap kantin sebagai kepemilikan sehingga merasa bebas berekspresi.     

Priska berdecih, lalu kembali menatap ke arah langit yang memang tidak pernah membosankan untuk di tatap selama mungkin.     

Mungkin karena mendengar Priska yang tak kunjung menjawab, kini Reza memutuskan untuk kembali berbicara. "Serius lo lagi dimana, oneng. Gue mau samperin lo bawain makanan, gue tau lo belum makan, iya kan?"     

"Gak usah deh, gak laper. Lo makan aja buat diri lo sendiri, gue gak butuh perhatian dari lo." balas Priska yang padahal saat ini hatinya tengah bersusah payah supaya tidak masuk ke dalam pesona cowok di seberang sana. Walupun menyebalkan, ternyata sifat Reza tidak terlalu buruk juga.     

"Gue udah kelar anjir makan mie rebus, sekarang lo pasti belum makan, iya kan? Gak ada sejarahnya lo bawa bekel ke sekolah. Jadi, gue anggep lo pasti belum makan." ucap Reza yang masih bersikeras mengetahui dimana keberadaan Priska pada saat ini, nada bicaranya benar-benar serius.     

Mungkin memberikan kesempatan pada Reza juga tidak buruk, sepertinya? Yang Priska lakukan itu adalah berdamai dengan kenyataan, berdamai dengan takdir, dan berdamai dengan hatinya sendiri di saat El menolak dan datanglah Reza dengan segala sifatnya yang menyebalkan.     

"Emangnya lo mau beliin apaan nih buat gue?" tanya Priska, sebelumnya bertanya hal ini lebih dulu daripada nantinya ia tidak suka dengan makanan yang dibawa oleh Reza.     

Terdengar suara deheman kecil dari seberang sana. "Euhm, dimsum? Setau gue, ini yang lo makan waktu gue nembak lo kemarin, iya kan? Atau mau yang lain? Biar gue pesenin—"     

"Gak usah, itu udah bener. Bawain dimsum aja sama lemon tea," Priska langsung memotong perkataan Reza.     

"Oke, bilang dulu lo dimana. Lama-lama gue cubit ya ginjal lo, bukannya di jawab malah jawab pertanyaan yang lain." Sepertinya Reza terdengar sedikit kesal, dan menurut Priska itu sangat lucu.     

Priska tertawa, lalu menaikkan kedua bahunya. "Rahasia, lo harus nebak gue ada dimana." ucapnya sambil mengulum sebuah senyuman di akhir kalimat.     

"Lo pikir gue cenayang yang bisa tau lo ada dimana? Lama-lama gue gigit ya lo." balas Reza dengan nada bicara yang sedikit depresi dengan jawaban Priska yang seolah-olah ia bisa mengetahui lokasi seseorang tanpa diberitahu.     

"Oke, oke, gue ada di halaman belakang sekolah, bawel banget lo."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.