Elbara : Melts The Coldest Heart

Jangan Sampai Jatuh Pesona



Jangan Sampai Jatuh Pesona

0"Woy mau kemana lo, tiba-tiba mau pergi, pamit enggak."     
0

Pertanyaan yang di lontarkan oleh Mario sambil cowok tersebut memakan jajanan ringan seperti ciki di tangannya. Mulut Mario seolah tidak berhenti mengunyah sampai merasa sudah bosen dengan apa yang dimakannya.     

Reza sedikit memberikan aba-aba styrofoam yang berada di tangannya ke arah Mario, ia sengaja tidak memakai piring supaya sekali pakai bisa langsung buang tanpa perlu repot-repot mengembalikan piring pada ibu kantin.     

"Mau ke sesuatu tempat, gausah ikut lo. Jadi nyamuk-nya El sama Nusa aja, gue pamit ya duluan."     

Tanpa menunggu jawaban dari Mario, Reza langsung melangkahkan kaki keluar dari kantin karena tidak ingin membiarkan Priska menunggu kedatangannya dengan lama. Ia segera berjalan, mungkin sambil sedikit berlari kecil.     

Menurut pengalaman, biasanya Priska akan meninggalkan dirinya —tidak menunggu kedatangannya—. Dan pada akhirnya saat sudah sampai di tempat, Reza tidak dapat bertemu dengan siapa yang ingin di temui olehnya.     

Ia berjalan cepat di saat sudah sampai di tempat yang di tuju, setelah itu melihat Priska dengan arah yang memunggungi dirinya. Ada perasaan yang tidak pernah di rasakan sebelumnya, paham tidak?     

Reza pernah berjuang, pernah juga menunjukkan perhatian, bahkan tak jarang menampilkan rasa peduli. Namun ketika semua itu dilakukan langsung kepada Priska, ya entahlah seperti ada hal yang membuat dirinya merasa ada perbedaan di dalam tubuhnya.     

"Sorry ya kalau lo nunggu lama, tadi ngobrol sebentar sama yang lain."     

Setelah itu, Reza menghampiri Priska yang duduk manis di kursi. Ia duduk tepat di samping cewek tersebut yang kini sudah menatap ke arahnya.     

Wajah Priska memang cantik. Memangnya siapa yang bisa menolak wajah blasteran Belanda? Tidak ada yang dapat menolak kecantikannya, termasuk Reza sekalipun yang merupakan seperti musuh abadi cewek tersebut.     

"Mana dimsum-nya? Laper banget." ucap Priska yang langsung to the point sambil menepuk-nepuk perutnya dengan perlahan. Hanya perasaan atau sugestinya saja, atau pikirannya saja kalau perutnya tiba-tina merasa lapar. Tapi, ia benar-benar merasakan perutnya yang keroncongan. Padahal, tadi ia kehilangan nafsu makannya.     

Reza yang mendengar itu pun terkekeh, lalu menaruh gelas plastik di antara duduknya dengan Priska. Lalu tangannya masih memegang styrofoam yang berisikan dimsum.     

"Iya ini gue bawain lo makanan, lagian lo malah tadi sok-sokan nolak gue mau bawain lo makanan. Sekarang lo malah bawel kelaperan."     

Mendengar perkataan Reza yang seperti membalikkan ucapannya membuat Priska cemberut, ia mendengus dengan kasar. "Ih jangan gitu juga kali. Kan namanya orang, bisa laper kapan aja. Kok malah lo yang ngatur-ngatur gue?"     

"Santai Mbak, sewot mulu dah heran banget punya cewek. Pacarnya siapa sih lo?" balas Reza sambil mencubit pipi Priska dengan tangannya yang tidak memegang apapun, ia menaruh tempat dimsum di pangkuannya dengan jagaan satu tangan supaya tidak terjatuh.     

Priska mengaduh di saat pipinya di cubit, setelah itu menepis tangan Reza dengan kasar. "Ih pipi gue bego, ngapain di usel-usel kayak gini? Gue tabok ya lo?!" Dengan cepat, ia merebut styrofoam yang berada di pangkuan Reza lalu langsung membukanya dan tercium wangi harum khas dimsum yang sangat memanjakan indra penciuman. "Euhm pasti enak banget nih." gumamnya yang berkomentar dengan senyuman mengembang.     

Reza memperhatikan semua gerak gerik Priska, ada desiran aneh di saat melihat cewek tersebut tersenyum yang tanpa sadar membuat dirinya mengulas senyuman walaupun hanya senyuman kecil yang samar. "Bilang makasih dong, ya elah gak ada respon baiknya banget lo sama gue." ucapnya sambil menyandarkan tubuh pada sandaran kursi, mencari kenyamanan duduk.     

"Makasih? Lo gak ikhlas nih beliin gue? Ya udah nih gak jadi, mending nanti gue pesen sendiri di kantin sambil bolos—"     

"Gak, gak usah bilang makasih anjir, sumpah dah. Mendingan lu diem aja deh tuh makan dimsum-nya, gue males juga ngeliat lo yang ngambekan."     

Priska menjulurkan lidah ke arah Nusa, ia meledek cowok tersebut sambil menunjukkan raut wajah yang kesal. "Nah gitu dong daritadi, biar gak berantem. Itu tuh jadi cowok harus ngalah, sumpah. Kan tugasnya cowok kayak gitu," lalu ia tersenyum dengan penuh kemenangan.     

Mendengar itu, Reza terkekeh kecil. "Iya emang dan cewek apapun kondisinya ya tetep bakalan menang kok, gak pernah cewek gak menang karena itu mustahil." balasnya.     

Reza menikmati hembusan angin yang menerpa permukaan wajahnya. Ia merasakan angin yang seolah merasakan ketenangan. "Lo ngapain ada disini? Maksud gue, biasanya Disty dan Nika ngintilin lo terus setiap saat." Akhirnya, ia bertanya hal ini karena penasaran. Sambil menutup mata, napasnya mulai terdengar teratur, namun dirinya bukan berniat untuk tertidur.     

Hanya merasakan ketenangan tanpa ada gangguan atau bahkan suara bising pun ternyata memang suatu hal yang sekali-kali di butuhkan.     

Pertanyaan Reza tentu saja tidak bisa di jawab dengan kejujuran, menjadikan Priska memakan dimsum bersama dengan bumbu kebohongan pada saat ini. "Ya emangnya gak boleh ya punya waktu sendiri? Gue juga butuh kali menjauh dari orang-orang buat ngerasain ketenangan yang mungkin sekarang juga lo rasain." ucapnya sambil menganggukkan kepala.     

"Iya gue paham, tapi tumben aja. Si penguasa sekolah yang jahat gak menampilkan muka sesering biasanya. Lo lagi ada masalah?" Ini adalah salah satu tugas menjadi pacar bohongan, ia memancing kebenaran yang dirasakan oleh cewek yang berada di sampingnya.     

"Si penguasa ini lagi bosen bully, nanti sekalinya minat, gue bisa abisin banyak orang."     

"Boilah, galak amat neng. Untungnya gue suka sama lo, jadi gak perlu takut lah sama kejahatan lo."     

"Kejahatan?" Priska mengulang sambil menaikkan sebelah alisnya, menatap Reza dengan bingung. Ak lebih tepatnya, ia membutuhkan penjelasan dari kata tersebut.     

Sepertinya Reza saat ini tengah mengumpat kasar dalam hati untuk dirinya sendiri. Ia membuka kedua bola matanya, lalu menolehkan kepala ke arah Priska. "Ye emang tindakan lo yang suka bully itu gak termasuk kejahatan? Huh?" tanyanya sambil menjawab, untung saja ia sangat pintar bersilat lidah sehingga tidak dapat dicurigai.     

Priska pun ber-oh-ria, setelah itu menggelengkan kepala karena ia merasa tidak memiliki salah apa apapun dan siapa pun. "Bukan, bagi gue bukan kejahatan. Itu namanya bersenang-senang dengan gaya, lo pasti gak tau rasanya."     

Reza tidak menanggapi. Ia tau kalau kesehatan mental Priska sebenarnya sudah turun, entah apa saja yang terjadi di kehidupan cewek ini sehingga memiliki sifat yang tidak pantas untuk dilakukan.     

"Oh ya, nih gue kali ini mau bilang tulus sama lo. Makasih ya udah bawain gue makanan, dan sorry buat semua perkataan gue yang bukannya ngehargai lo malah marah-marah."     

Melihat dan mendengar ketulusan itu menjadikan Reza terdiam, setelah sadar pun ia dengan pelan menganggukkan kepala, sambil kembali menatap langit dan memejamkan mata. "Iya oke deh, sama-sama."     

Ya, jangan sampai malah dirinya yang jatuh pesona.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.