Elbara : Melts The Coldest Heart

Nasib Jomblo



Nasib Jomblo

0"Aduh, nasib cogan pasti jadi nyamuk di hubungan orang. Mendingan mau cari cewek ah, babai El dan Nusa, silahkan jadiin lagi dunia serasa milik berdua terus sisanya cuma ngontrak."     
0

Mario beranjak dari duduk, kini makanan di hadapannya sudah habis semua dan ia merasa kenyang.     

Melambaikan tangan pada Nusa dan El yang sekarang tengah berkegiatan secara romantis itu menjadikan Mario agak sedikit iri karena… KAPAN DIRINYA BISA SEPERTI ITU, YA? oke, kalem Mario, jomblo itu tentang memilih dan bukanlah pilihan.     

Telah melangkahkan kaki keluar dari kantin, ia tidak mencari keberadaan Reza kok karena ia sendiri juga tau kalau sejujurnya pasti sang sahabat tengah bertemu dengan pacar barunya, si nenek lampir. "Haduh…. Namanya juga bucin ya susah deh jadi ada yang terlantar kayak gue gini." ucapnya sambil menepuk kening dengan pelan.     

Melihat Reza bersama Priska seperti tengah menyaksikan seseorang yang menelan salivanya sendiri, selucu itu memang terkadang takdir walaupun murni Reza tidak memiliki perasaan apapun pada cewek tersebut.     

Berjalan-jalan di sekitar koridor dan melewatinya sendirian layaknya tengah cat walk, ia saat ini seolah menjadi pusat perhatian.     

Tidak ada arah dan tujuan itu sudah biasa, termasuk melambai-lambaikan tangan ke arah para fans-nya yang menyapa dengan terbuka.     

"Hai Mario, dari hari ke hari makin ganteng aja."     

"Pantesan jomblo, ternyata Mario mempertahankan kualitas."     

"Jomblo bukan sembarang jomblo nih, bos."     

"Pantesan aja gue nge-fans terus sama Mario, tingkat kegantengannya dari hari kehari semakin meningkat."     

Mendengar itu, hanya satu kata yang bisa di lontarkan oleh Mario, yaitu 'terima kasih'. Ia termasuk cowok yang bingung di saat menanggapi situasi. Jadi, hanya kata simpel yang dapat mewakili perasaan saja yang mampu dirinya ucapkan.     

"Ya gini nih resikonya orang ganteng, kemana-mana pasti ada aja yang demen. Duh jadi terlalu percaya diri, tapi kenyataannya emang begitu."     

Berjalan sambil memasukkan satu tangan ke dalam saku celana, cara berjalannya seorang Mario juga sangat cool layaknya para cowok idaman.     

Tiba-tiba, terlihat Moli yang berjalan berlawanan arah dengannya. Begitu sampai di sampingnya, ia langsung saja mencegat lengan cewek tersebut sampai berhenti di sampingnya. Ia membawa Moli ke tepi dinding, agar tidak terlalu menghalangi jalan karena mereka yang berhenti di tengah jalan.     

"Eh apaan nih kok aku di tarik-tarik?" tanya Moli dengan heran sambil melepaskan tangan Mario yang memegang lengannya, tentu ia agak risih karena merasa kalau dirinya harus menjaga hati untuk Bian.     

Mario yang melihat itu pun meringis kecil sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Eh sorry banget sumpah gue gak bermaksud," ucapnya yang merasa bersalah.     

"Gak apa-apa kok, Rio. Emangnya ada apa nih?"     

"Mau tau aja, Bian kemana nih?"     

"Gak tau, Rio. Daritadi aku juga nyariin dia, kayak ilang gitu aja. Di chat gak di bales, di telfon juga gak di angkat."     

Mendengar itu, Mario ber-oh-ria sambil mengangguk-anggukkan kepalanya dengan perlahan. "Oh gitu."     

Moli menaikkan sebelah alisnya, ia merasa bingung dengan apa yang menjadi pertanyaan Mario mengenai keberadaan Bian. "Emangnya kenapa? Ada urusan atau apa? Jangan bilang kalian mau gelud lagi, ya?" Di akhir perkataan, ia sambil menyipitkan mata untuk menatap cowok tersebut dengan intens.     

"Iya gue mau gelud, gue mau patahin tulangnya." untuk hal ini, Mario berkata jujur. Namun, nada bicaranya ia ganti dengan nada humor supaya ketahuan di telinga orang kalau dirinya hanya sekedar bercanda. Padahal mah, ia memiliki dendam mengenai tindakan kejahatan cowok itu.     

Moli mengerucutkan bibir. "Ya jangan lah! Nanti Bian kenapa-napa, kan kemarin udah damai masa sekarang gitu." balasnya.     

'Yah lo mah gak tau ada gebetan lo itu tergolong kriminal, hampir bikin El meninggal kalau aja keamanan sahabat gue gak ketat.' batin Mario yang menjawab perkataan Moli. Ia sih ingin to the point, namun kasihan juga cewek di sampingnya ini.     

"Ya kan gue cuma bercanda." ucap Mario yang melanjutkan kekehan kecilnya.     

Moli menatap ke lain arah seolah mencari sesuatu. "Loh kok tumben kamu sendirian? Yang lain mana?" tanyanya yang berbondong-bondong dilontarkan langsung.     

Mendengar itu, Mario mendengus. "Biasa, nasib jomblo. Yang laen pada nge-bucin, gue mah jalan-jalan aja di koridor sambil tebar pesona ke cewek-cewek gitu." balasnya sambil menyapu jambul ke belakang, gerakan keren yang selalu di lakukan oleh para cowok.     

"Makanya kamu cari pacar, jangan cuma jalan-jalan doang di koridor kayak orang ilang."     

"Ih ya ampun, gue malah di samaain kayak orang ilang, sungguh nasib dunia memang kejam."     

Namanya juga Mario, jika tidak melakukan drama sepertinya ada yang kurang. Moli yang mendengar itu pun hanya terkekeh, setelah itu menggelengkan kepala. "Ada-ada aja kamu mah,"     

Mario duduk di kursi panjang saat sadar sedaritadi mereka mengobrol sambil berdiri. Moli pun mengikuti Mario walaupun tadinya ia berpikir ingin mencari Bian. Ya untuk apa mencari seseorang yang keberadaannya saja tidak jelas?     

"Gue pengen dah punya pacar kayak sahabat-sahabat gue, tapi gue gak mau patah hati, Li." Tiba-tiba tanpa di pancing pun Mario mulai menceritakan apa yang saat ini dirinya rasakan.     

Moli yang belum pernah mendengarkan cerita apapun tentang bagaimana kehidupan seorang Mario pun tentu saja menjadikan dirinya penasaran. Ia menatap cowok tersebut dengan serius, menunjukkan kalau dirinya benar-benar siap untuk menjadi pendengar yang baik.     

"Ya emangnya kenapa? Pacaran aja, udah nemu calonnya apa belum nih, hm?"     

"Ya calon mah belum ada. Gue emang playboy, tapi pikiran buat deket sama satu cewek itu belum ada."     

"Alvira kemana?"     

"Alvira mah punya Reza tadinya, oneng. Mana mungkin gue nikung sahabat sendiri walaupun kenyataannya mereka udah gak ada hubungan."     

Moli mengangguk-anggukkan kepala, merasa paham dengan penjelasan yang diberikan oleh Mario. "Satu pun cewek di sekolah ini belum ada yang kamu seriusin apa gimana?"     

"Ada, tapi paling cuma tahan harian. Kadang paling lama satu bulan, ia juga takutnya si cewek ngebatin gara-gara gue yang kelewat humoris."     

Tidak setuju dengan perkataan Mario yang mengatakan dirinya sendiri seperti 'kelewat batas, menjadikan Moli menggelengkan kepala dengan perlahan. "Enggak kok kamu gak kelewatan, ya mungkin selera humor orang beda-beda. Tapi menurut aku pribadi, kamu gak kayak gitu."     

"Ya gimana emang udah terlahir jadi biduan dangdut," ucap Mario dengan nada bicara yang seolah-olah sedih.     

Moli terkekeh kecil, ia saat ini tau kalau Mario tidak bisa di ajak serius. Bisa, namun hanya dalam durasi yang singkat saja. Ia pun menepuk lengan Mario karena kesal, tepukannya pelan sekali. "Ih dia mah gak bisa serius, ya udah kalau gak mau keliatan jomblo ya jari pacar atuh."     

"Usaha, nanti juga dapet." sambung Moli.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.