Elbara : Melts The Coldest Heart

Membicarakan Lanjut Kuliah



Membicarakan Lanjut Kuliah

0Priska menatap Reza yang masih saja tertidur di sofanya. Sungguh, ia ingin membangunkan cowok itu, namun rasanya benar-benar aneh sekali kalau mengganggu tidur seseorang.     
0

"Dia nyuruh gue makan, tapi dia udah makan apa belum ya?"     

Di masing-masing genggaman tangannya, ada dua buah piring yang berisikan sate dengan lontong tentu saja pas untuk dua porsi.     

"Duh, mau bangunin gimana caranya ya? Tendang aja kali ya?"     

Pemikirannya yang satu ini seharusnya memang di tepis dari kepalanya. Priska meletakkan kedua piring itu di atas meja, setelahnya berjalan menghampiri Reza yang tidur dengan lekukan siku menutupi wajahnya.     

Pada akhirnya, Priska memutuskan untuk mencolek-colek lengan Reza dengan perlahan agar cowok tersebut terbangun. "Woy bangun woy kebakaran!" Ia berteriak dengan lantang.     

Memang gerakan tangannya bisa terbilang sangat lembut menyentuh lengan Reza, namun siapa yang sangka kalau dirinya akan berteriak seperti itu yang sudah dapat di buktikan 100% dapat membuat orang terkejut.     

Mungkin karena memang teriakan Priska sangat mengejutkan, kini Reza tersentak di dalam tidurnya sambil membuka kedua bola mata lebar-lebar.     

"HAH? KEBAKARAN? AYO CEPETAN KELUAR DARI RUMAH!!" Bahkan, respon Reza lebih heboh lagi jika di bandingkan dengan teriakan Priska beberapa saat yang lalu.     

Melihat Reza yang sudah beranjak dari duduknya dan sedikit panik sambil menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri, menjadikan Priska berhasil tertawa terbahak-bahak karena menurutnya respon Reza sangat berlebihan dan malah mengundang tawa yang sangat baginya.     

"HAHAHHAHA." tawa Priska menggelegar. "Apaan sih Reza random banget, kagak ada yang kebakaran, lo ngapain sih muka lo lawak banget." sambungnya yang berbicara sambil tertawa, bahkan hampir saja ia meneteskan air mata saking lucunya.     

Reza mengumpulkan nyawanya terlebih dulu, lalu mengusap wajar agar kesadarannya kembali walaupun belum sepenuhnya. "Hah? Maksudnya gimana, ya? Tadi kata lo kebakaran, terus ini mana api sama asap-nya?" tanyanya, sungguh wajahnya benar-benar kebingungan karena penjelasan Priska. Sudah tau baru bangun tidur, namun sudah di suguhkan oleh pembahasan yang berat.     

"Gue bohong biar lo bangun, habisnya gue gak tau mau bangunin pakai cara lembut apa kasar, jadi gue teriak begitu aja deh." ucap Priska dengan bangga seperti pantas mendapatkan reward dari apa yang dilakukannya.     

"Ih gila lo udah sinting, untungnya gue gak punya riwayat penyakit jantung. Kalau punya, bisa-bisa sekarang nih gue jantungan sumpah."     

"Ya maaf, gue mau bangunin lo buat makan sate. Gue takutnya lo kelaperan, gue tadi pesen dua porsi sate Taichan. Minumannya tuh juga boba, biar enak aja."     

Reza yang mendengar itu pun langsung menolehkan kepala ke arah meja yang memang di letakkan di tengah sofa yang mengelilingi. Ia benar melihat menu makan dan minuman yang di katakan Priska, langsung saja perutnya terasa keroncongan karena memang terakhir makan sekitar dua jam yang lu.     

"Lah daritadi lo ngapain aja belum makan? Kita pulang sekolah jam satu, sekarang udah jam setengah empat. Kayaknya gue tidur udah dua jam, dan lo belum makan?" Berbondong-bondong pertanyaan pun keluar dari mulut Reza, bahkan sebelah alisnya terangkat dengan tatapan yang mengintimidasi sang lawan bicara.     

Priska tampak menaikkan kedua bahu, lalu menggelengkan kepala. "Gak tuh, gak ngapa-ngapain. Tadi nunggu ojek online cuma dua puluh menit doang, sisanya gue nonton Tv kok tadi disini sama lo yang lagi tidur." balasnya dengan jujur. Ia malah menonton serial kartun The Powerpuff Girls dengan sangat serius, bahkan sesekali juga tertawa jika di rasa ada yang lucu.     

Membulatkan mulut seakan berkata 'oh', Reza kembali duduk di sofa sambil merenggangkan otot-otot tangan yang terasa kebas karena tertidur di sofa tidak cukup nyaman dan terbukti tubuhnya yang sedikit sakit.     

"Ya udah, tuh makanan bener kan buat gue?" tanyanya untuk memastikan.     

Priska memutar kedua bola matanya, lalu juga mendaratkan bokong di sofa, namun kali ini duduk tepat bersampingan dengan Reza. "Ya iya lah, masa iya gue makan dua porsi? Rakus banget dong," balasnya, agak jutek.     

Reza hanya terkekeh ringan, setelah itu malah berpindah tempat duduk menjadi di lantai dengan beralaskan karpet berbulu. Ia tidak terbiasa makan dengan meja yang lebih rendah dari posisi dirinya duduk, dan menurutnya memang lebih enak duduk di lantai dengan meja yang setara dengan dadanya.     

Priska menaikkan sebelah alisnya, berniat ingin bertanya kenapa pindah, namun malah ia seolah menahan pertanyaan tersebut di ujung tenggorokkan.     

"Emang enak makan pas posisi meja lebih rendah dari posisi lo duduk? Sini makan di bawah sama gue, atau lo gak pernah makan terus duduk di lantai, ya?"     

Perkataan Reza menjadikan Priska yang agak melamun menjadi kembali tertarik ke dunia nyata, ia menatap cowok tersebut lalu menganggukkan kepalanya. "Iya, gak pernah makan di lantai kayak gitu walaupun beralaskan karpet."     

"Tapi kalau sama posisi lo yang sekarang, lo nyaman makan di meja yang lebih rendah gitu?" tanya Reza lagi, ia hanya ingin memberitahu kalau kenyamanan itu tidak boleh di paksakan.     

Priska menganggukkan kepala dengan perlahan, ia pada akhirnya mengikuti perkataan Reza dan segera memindahkan makanan dan minuman miliknya dan milik Reza agar mendekat ke arah mereka.     

"Dah kan, gak usah di ceramahin lagi gue-nya." balas Priska, lalu menganggukkan kepala karena sudah berada di posisi yang diinginkan oleh Reza.     

Reza tersenyum, lalu menjulurkan tangan untuk mengelus puncak kepala Priska dengan lembut. "Nah gitu dong, kan enak kalau makan barengan kayak gini, samping-sampingan pula."     

Mendapat perlakuan yang seperti itu, Priska benar-benar mengerjapkan kedua bola mata karena tidak percaya dengan perlakuan Reza kepadanya yang termasuk… lembut?     

"Dah gak usah mikirin gue yang elus-elus pala lo, Ka. Mendingan lo lanjut makan aja, perlu gue suapin atau gimana nih?"     

Priska segera menggelengkan kepala karena takut kalau Reza akan menyuapinya makan.     

…     

Setelah selesai makan …     

Siapa yang bilang kalau Reza langsung pulang? Kini dirinya kembali duduk di sofa dengan tangan yang memegang ponsel di genggamannya.     

Ia sedang bertukar pesan dengan El dan juga Mario yang memang mereka membentuk grup chating.     

| ruang pesan |     

Mario     

Yah sayang banget Reza gak ada di sini, pasti dia nyesel banget karena gue bisa makan berbagai macam camilan yang dibeli sama Alvira.     

El     

Reza bisa beli sendiri, lo mah kaum gratisan, Rio.     

Mario     

Lah, tidur lo oneng. Katanya masuk kamar mau tidur, malah pegang hp.     

El     

Gue mah pegang hp buat ngabarin cewek gue, lo tuh yang megang hp buat gabut doang.     

Reza     

WKKWKWKWKW mampus Mario tertampar sama kata-kata El. Makanya megang hp itu yang berguna,     

Mario     

Lo sendiri ngapain Za megang hp? Kan lo lagi di rumah cewek lo, ngobrol lah sana.     

El     

Cepet banget ya udah main ke rumah aja.     

Mario     

Iya El, kayaknya sih habis lulus langsung pengen di lamar deh sama Reza.     

Reza yang membaca pesan Mario pun membelalakkan kedua bola mata, merasa tidak membenarkan apa yang tertulis disana.     

Reza     

Dih, pala lo? Kagak, gue gak ada niat pengen lamar siapapun. Gue kan mau lanjut kuliah, lo berdua tau sendiri.     

Mario     

Iya, tau. Rencana pada kuliah dimana?     

El     

Gue ke London, sorry ya.     

Mario     

WHAT?!     

Reza lagi dan lagi membelalakkan kedua bola mata saat membaca pesan El.     

Reza     

Anjir, lo gak ngasih tau apa-apa ke kita. Tapi tiba-tiba lo udah punya rencana ke London? Lo gila ya, El? Atau gak waras?     

Mario     

^2 merasa terbohongi selama ini     

El     

Lo deket ya Rio sama gue, gue timpuk bantal lo.     

El     

Ya kan gue juga sebelumnya gak ada pikiran ke luar negeri, paling gak ya disini sama lo-lo pada. Tapi di London ada Om gue, lumayan banget gue numpang hidup sama dia juga kan lo tau sendiri gimana bagusnya University College London     

Reza pun kini menganggukkan kepala, membenarkan apa yang dikatakan oleh El mengenai bagusnya Universitas yang satu itu.     

Reza     

Gue udah ada rencana kuliah di Indonesia, tapi ada pembahasan juga di keluarga gue kuliah di Kolombia.     

Mario     

Lah gue kemana, sialan? Gue niatnya juga di Indonesia, ya walaupun di luar negeri juga gak masalah sih keluarga gue juga mampu biayain.     

El     

Nah kan pilih Universitas itu sesuai pilihin lo berdua, jangan kegiur gara-gara gue di luar negeri malah pada ikutan.     

Reza menghembuskan napas, ia belum pernah terpisahkan dari Mario dan El. Kedengarannya agak sedikit lebay, mungkin? Namun bagi sebagian orang, persahabatan —apalagi persahabatan para cowok— itu terasa sangat abadi.     

Reza     

Gue ikut lo aja El, kan bisa nyusahin Om lo hehe. Urusan biaya, nanti perbulan bisa di itung kayak rumah sewaan aja biar gak ngerepotin.     

El     

Lah ngapain jadi ikut gue?     

Mario     

Iya, gue juga mau ikut.     

El     

Lo tau sendiri masuk sana bukan tentang biaya, tapi nilai lo berdua harus sepadan.     

Reza menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, setelah itu menghembuskan napas dengan perlahan. "Bisa gak ya nilai gue sepadan sama nilai El kalau keseharian gue sama Mario aja nyontek semua tugas punya El."     

Mario     

Kalau itu gue sama Reza mau usaha. Kita punya berapa hari buat serius belajar?     

Reza     

Masih ada waktu sekitar dua bulan kok     

El     

Keburu, lo mau sungguh-sungguh kam berdua? Biar gue sama Nusa yang jadi guru lo berdua, biar gue juga sama-sama belajar.     

Belajar itu tidak sulit, yang selama ini niat Reza saja yang kurang.     

Reza     

Oke, mulai belajar dari kapan?     

El     

Besok, gimana?     

Mario     

Ihhhhhh masih mau males-malesan dulu nih     

El     

Gue gampar ya lo, Rio. Tujuan kita ke University College London, tapi kalau males-malesan ya udah gue lepas lo berdua.     

Reza     

Ya gue pribadi sih mau usahain dulu karena setau gue usaha gak ngekhianatin hasil kok, tapi kalau nanti emang belum jalannya kan masih ada banyak Universitas yang welcome.     

Tanpa di sadari, perpisahan memang sudah semakin dekat.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.