Elbara : Melts The Coldest Heart

Membolos Bersama



Membolos Bersama

0Dimana Bian berada? Dimana Alvira berada? Jawabannya akan di jelaskan menjadi satu kalimat, yaitu mereka kini tengah bersama.     
0

Iya, bersama.     

Setelah tadi pagi memberikan bekal untuk Reza dan Mario, Alvira tak lagi menunjukkan batang hidungnya. Bahkan, saking sibuknya orang-orang terdekat, mereka tidak tau dengan kabar yang menyatakan secara kenyataaan kalau cewek satu ini tengah melakukan bolos sekolah.     

Terdengar nakal? Tentu saja.     

Tidak ada yang mengetahui sekalipun El, eh tapi ada deh satu orang yang mengetahui kegiatan membolosnya ini, dia adalah Bian.     

Entah mengapa, tadi jauh sebelum jam istirahat, ia lebih dulu ke halaman belakang sekolah dan berusaha untuk bolos menaiki pagar belakang yang memang selalu di gembok. Ia kesulitan untuk mencapai bagian atas dinding, namun tiba-tiba ada yang membantunya dengan memberikan pijakan pundak supaya dirinya bisa naik lebih tinggi lagi.     

Dan disinilah Alvira, berada di warung kopi bersama dengan Bian sejak sekitar hampir 2 jam yang lalu. Tidak ada percakapan di antara mereka. Entah dirinya yang malas untuk membuka suara, atau memang pada kenyataannya Bian lebih nyaman saat mengetahui cewek di sampingnya berdiam diri dan tidak banyak bicara.     

Namanya juga seseorang yang suka sekali berbicara, tidak dapat di pungkirkan kalau Alvira sedikit risih karena tidak di ajak ngobrol. Pada akhirnya, ia memberanikan diri untuk menatap Bian dan meninggalkan menatap layar ponselnya.     

"Bian." Alvira memanggil Bian yang terlihat tengah menyantap mie rebus instan dengan telur setengah matang di atasnya, dengan minuman es teh manis sebagai pelengkapnya.     

Mendengar namanya yang dipanggil menjadikan Bian menolehkan kepala ke sumber suara dan kedua matanya bertabrakan dengan milik Alvira. "Apaan?" tanyanya, kali ini benar-benar menatap cewek tersebut dan meninggalkan ponselnya.     

"Itu bajunya jadi kotor, maaf ya." ucap Alvira sambil menunjuk dimana adanya bekas kotor alas sepatunya yang terdapat di bahu Bian. Sungguh, ia merasa sangat bersalah dengan apa yang dirinya lakukan.     

Bian melihat ke sisi bahu kanan dan kirinya, ia memang mendapatkan baju seragamnya yang kotor karena tadi di jadikan tumpuan berdiri untuk membantu Alvira dalam menjalankan misi bolos sekolah ke area luar.     

"Iya gak kenapa-napa, gue juga santai kok." balas Bian sambil menganggukkan kepala, lalu mengambil rokok dan memetiknya sehingga menyala dan siap untuk di nikmati.     

Alvira belum menanyakan kenapa Bian membantunya bolos, bahkan cowok tersebut juga ikutan bolos dengannya. "Kamu ngapain ikutan bolos juga? Sampai tadi bantuin aku," ucapnya dengan nada bicara yang rendah.     

Bian menaikkan kedua bahunya. "Ya karna gue tau lo gak mampu bolos sendirian. Apalagi kalau ketahuan El, mau mampus sendirian lo? Kan kalau ada gue, gue bisa jadi tameng lo biar gue bilang nanti kalau gue yang sebenernya ngajak lo bolos." jawabnya, jawaban yang sangat gentleman berhubung ia siap di salahkan dengan apa yang dilakukan oleh cewek di sampingnya.     

Alvira menatap Bian, setelah itu menghembuskan napasnya. Ia bingung, sungguh. Kenapa di saat dirinya sudah memilih untuk move on dan menjauh, namun justru cowok yang ia jauhi malah semakin menempel dengannya.     

Sungguh, ia membolos bukan untuk menarik perhatian Bian yang entah kenapa secara tiba-tiba hadir di belakangnya untuk membantu. Ia bahkan tidak tau kalau ada Bian yang mengekorinya karena berpikir seperti apa yang tadi cowok itu katakan.     

"Oh begitu." Tanggapan Alvira tidak seperti kemarin-marin yang mungkin akan melayang jika di beritahu yang sejujurnya mengenai rasa peduli cowok tersebut yang masih terlihat jelas.     

Bian mengernyitkan dahi, merasa bingung dengan respon Alvira yang menurutnya sudah jelas berbeda jika di bandingkan dengan sebelumnya. Ia memang risih dengan Alvira yang terlalu mengejar-ngejar, namun ia tambah risih saat mengetahui perasaan antusias cewek tersebut terhadap dirinya sudah berkurang.     

"Lo kenapa dah? Kok tumben gak seneng pas lo tau gue bela lo? Biasanya lo malah jerit-jeritan heboh kesenengan kalau lo tau gue perhatian."     

"Kenapa emang? Aku gak boleh jutek sama kamu?"     

"Ya enggak, biasanya juga lo gak kayak gini semarah apapun lo sama gue."     

Bian tidak tau kalau Alvira memutuskan untuk bersikap seperti ini kepadanya di karenakan suatu alasan yang telah di simpan rapat-rapat oleh Bian berdua dengan Priska. Sebagai adik, ia tidak cukup bodoh dengan mempertahankan perasaan untuk tetap mencintai cowok yang begitu brengsek.     

"Kan itu biasanya, sekarang beda." balas Alvira, ia memutuskan pandangan. Kembali menatap layar ponsel sepertinya adalah hal yang jauh lebih menarik jika di bandingkan menatap wajah cowok di sampingnya yang ingin sekali ia cakar.     

Bian merasa aneh, lau merebut paksa ponsel dari tangan Alvira dan menyingkirkan ke sisinya terlebih dulu. "Ngomong dulu sama gue, lo kenapa? Cemburu gara-gara gue sekarang lagi deket sama Moli, iya?" Bahkan, pertanyaannya terdengar terlampau percaya diri saat masuk ke dalam indra pendengaran Alvira.     

Menjadikan Alvira yang sudah menatap wajah Bian kembali mengubah raut wajahnya menjadi mengernyit jijik. "Cemburu sama kamu dan Moli? Maaf ya Bian, mungkin selama ini emang aku yang bodoh, tapi aku sadar kalau kamu gak pantes buat di perjuangin." ucapnya dengan sorot mata yang berkilat kecewa.     

Satu-satunya orang tadinya ia percaya dapat membahagiakannya kelak pun telah menjadi orang yang membahayakan salah satu keluarganya, El.     

Mendengar apa yang dikatakan Alvira, Bian hampir tidak percaya dengan deretan kalimat yang diucapkan oleh cewek tersebut. Ia menatap Alvira dengan lekat, mencari apa yang setidaknya tersisa dari cewek tersebut untuknya. Dan apa yang dirinya dapat? Tidak ada.     

"Lo kenapa sih? Serius. Ini kan yang lo butuhin? Ini yang lo paling senengin? Tau kepedulian—"     

"Kepedulian Bian gak ada gunanya, tau gak?" potong Alvira sebelum Bian berhasil menyelesaikan apa yang ingin dikatakan. Matanya menatap cowok tersebut dengan tajam, mungkin tatapan elang telah di arahkan untuk satu-satunya orang yang dirinya kesali kini. "Kamu udah deh gak usah sok peduli soalnya Vira juga udah gak peduli sama kamu, balik ada kekehidupan masing-masing. Kalau sekarang kamu mau bolos sama aku dan bilang kayak gitu ke El, ya udah aku terima kasih. Tapi, untuk pikiran kamu yang bakalan kembali buat aku jatuh untuk yang kesekian, kayaknya udah gak bakalan bisa." sambungnya.     

Sial, hampir saja air mata Alvira menetes kalau ia tidak dengan cepat-cepat mendongakkan kepala supaya air mata tersebut tidak jatuh.     

Bian tidak mampu mengeluarkan kata-kata, maka dari itu ia saat ini memilih untuk terdiam sambil kembali menikmati putung rokok yang sedaritadi dirinya diamkan.     

Alvira pun begitu, ia mengontrol napasnya karena saat ini dadanya seperti selesai berlari, bahkan degup jantungnya pun berbetak tak karuan.     

Biarkan suasana awkward yang menguasai mereka, jangan kebodohan cinta Alvira yang kemarin-kemarin muncul kembali.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.