Elbara : Melts The Coldest Heart

Kembali Masuk ke Sekolah



Kembali Masuk ke Sekolah

0Pada akhirnya, mereka saat ini sudah kembali masuk ke dalam area sekolah, lagi dan lagi melewati pintu belakang.     
0

Kini bedanya ada tambahan personil, yaitu Alvira yang berjalan beriringan dengan El. Sedangkan Reza dan Mario berjalan di belakang mereka supaya tidak terlalu memakan habis jalanan yang dapat membuat sempit kalau mereka berempat berjalan satu baris.     

Dengan apa yang di ucapkan oleh Bian mengenai cowok satu itu yang tidak ingin kembali ke sekolah, tentu saja membuat El meninggalkan cowok tersebut di warung luar sekolah tadi. Ia juga tidak memberikan saran apapun supaya Bian kembali masuk ke sekolah, tetap menjadi tidak peduli namun penuh gaya.     

Alvira tatapannya tampak masih menyimpan kegusaran di kilatan matanya itu, ia menghembuskan napas di kala masih tertampak perasaan ragu di dalam hatinya, sungguh. "Kak, Kak Bara langsung ke kelas aja sama Kak Reza juga Kak Mario. Aku bisa kok ke kelas sendirian,"     

Mendengar itu, El menaikkan sebelah alisnya seperti tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh cewek tersebut. "Maksudnya? Gak, gue mau tetep anter lo ke kelas, nanti bisa-bisa lo malah kabur lagi." balasnya.     

Reza menatap punggung Alvira, masih tidak menyangka dengan yang dilakukan cewek itu. Ingin tampak terlihat peduli dan khawatir pun dirinya sudah memilih untuk menahan agar tidak melakukan hal tersebut. Ingat rencananya, ia memiliki peran yang sangat berat dan tingkat formalitasnya harus tinggi.     

"Lagian mau aja sih lo di culik sama Om Bian, malah gak bales chat kita-kita. Kan kasian tuh El jadinya khawatir. Tau-taunya lo lagi enak-enakan di warkop, malah gak ngajak-ngajak gue." Ini yang berkata adalah Mario, memang cowok yang pantas untuk di hajar.     

Reza mengetuk kepala Mario seperti biasa, karena bisa saja kan cowok tersebut kembali kesadarannya saat ia ketuk? Seharusnya sih sekalian ketuk pintu rohani Mario ya, kali saja bisa lebih benar walaupun sedikit. "Ngajak-ngajak pala lo, gak gitu konsepnya woi."     

"Sirik aja kan lo sama gue yang secara gak langsung bilang kalau kapan-kapan ada rencana bolos lagi, ya ajak-ajak lah." balas Mario.     

Beruntung, membicarakan mengenai bolos membolos ini mereka tengah berjalan di koridor sepi yang enggan di injak para murid kecuali murid tipikal seperti mereka.     

El mendengus. "Gak, enak aja omongan lo bilang kayak gitu. Gak ada lagi rencana apapun tentang pembolosan," ucapnya tanpa menolehkan kepala ke arah Reza dan Mario yang berada di belakangnya. Ia malah menatap Alvira untuk saat ini dan ternyata sang adik telah menatap dirinya juga. "Lo makin gede seharusnya tau mana yang baik dan mana yang buruk," menyambung perkataan.     

Alvira menganggukkan kepala dengan lemah. Kalau saja El tau jika dirinyalah yang melakukan aksi pembolosan, dan artinya ucapan Bian adalah omong kosong belaka. Pasti, El sudah lebih marah dan kesal dari sekarang. "Maafin aku, janji gak ngulangin hal yang sama lagi."     

"Kalau ngulangin, gue suruh Mom sama Dad buat berhenti kasih uang jajan mingguan selama satu bulan." Mengancam, memang selalu menjadi jurus andalan El yang paling menyeramkan karena pasti tidak akan main-main.     

Alvira membelalakkan kedua bola matanya, merasa tidak setuju kalau sampai hal itu terjadi kepadanya. "Gak ih, jahat banget masa mainnya ngamcem aku." balasnya sambil cemberut, bibirnya mengerucut dan terlihat menghemaskan.     

"Bodo, lo yang susah di atur bahkan gak ngabarin gue. Kalau gue kedapetan yang kayak gini lagi, gue pertegas lo."     

"Iya ih Kak Bara jangan jahat-jahat. Alvira juga suntuk aja di kelas gak ada temen satu pun."     

"Ya kalau begitu, lo bilang lah. Biasanya juga lo ke kantin terus makan bareng gue, Reza, dan Mario."     

"Kan biasanya. Aku lagi nyoba buat gak terbiasa saja sama hal itu, emangnya gak boleh?"     

"Bukannya gak boleh, Alvira. Duh susah deh sebagai Kakak lo, gue juga gak paham sama jalan pikiran lo yang sekarang."     

Reza dan Mario bungkam, seperti mendengarkan adu mulut adik dan kakak yang berada di hadapan mereka. Bahkan tak ayal, mereka berdua saling berbicara random yang menarik berbagai macam pembahasan walaupun terkadang nanti ikut campur dengan pembicaraan El dan Alvira.     

Alvira pikir membolos adalah jalan terbaik yang pernah dirinya lakukan, namun ia saat ini benar-benar salah di saat mengingat 'jalan terbaik' menjadi 'jalan malapetaka'.     

Pada akhirnya, mereka sampai tepat di depan kelas El, Reza, dan Mario yang tampak sudah ada guru yang mengajar.     

Barulah di saat ini El membalikkan tubuh untuk menatap Reza dan Mario. "Lo masuk duluan aja, nanti lo berdua ketinggalan materi. Ini gue mau anter Vira ke kelas." ucapnya yang memberikan pesan kepada kedua sahabatnya untuk masuk lebih dulu.     

Mendengar itu, Reza dan Mario saling menganggukkan kepala, ia mengerti.     

(Pindah sudut pandang menjadi Reza dan Mario)     

Melihat punggung El dan Alvira yang kembali berjalan menjauh, Reza membalikkan tubuh menatap ke dalam kelas. "Ya elah matematika, malah gue bego banget di pelajaran itu."     

"Matematikan sama dengan matematian, alias orang kayak gue yang gak suka tuh pelajaran berasa mau mati." respon Mario yang juga seperti memiliki kapasitas yang serupa dengan Reza jika di bidang mata pelajaran ini.     

Reza melirik-lirik, lalu menemukan beberapa pasang mata menatap ke arahnya. "Cabut aja kali ya? Kantin?" Pertanyaannya dilontarkan bersamaan dengan indra penglihatannya yang menangkap kalau Nusa dan Priska duduk bersampingan. "Wah nenek lampir emang gila." sambungnya.     

Mario menaikkan sebelah alis saat mendengar nama 'nenek lampir' yang khusus diberikan untuk seseorang yang mereka kenal sekaligus mereka benci, menjadikan dirinya ikut melempar pandangan untuk mencari apa yang dimaksud dari perkataan Reza barusan.     

Dan ya, coba tebak apa yang dilihat dirinya saat ini? Yaitu Nusa dan Priska yang duduk bersebelahan.     

"Kok bisa?" tanyanya, refleks terkejut.     

Mendengar itu, Reza menaikkan kedua bahu. Lalu tanpa banyak basa-basi pun langsung masuk ke kelas dan diekori oleh Mario dengan tatapan lugunya yang tidak mengerti.     

"Permisi Bu, izin masuk kelas ya. Tadi sebelumnya sudah meminta izin sama wali kelas untuk telat mengikuti pelajaran," ucap Reza dengan sopan.     

Setelah mendapatkan pengiyaaan dari guru tersebut, Reza dan Mario langsung mendekati tempat duduknya dan mendaratkan bokong di sana sambil memutar tubuh untuk menatap Nusa dan Priska.     

Terlihat wajah Nusa yang seperti meminta pertolongan, sedangkan Priska dengan senyuman mengembang yang terlihat sangatlah menyebalkan.     

"Hai Reza dan Mario, udah balik ke kelas nih. Abis dari mana aja? Tuh ada tugas, selamat mengerjakan." ucap Priska sambil memasang wajah yang menurutnya manis, tapi tidak menurut kedua cowok tersebut yang terlihat cukup menyebalkan.     

Mario menunjukkan raut wajah jijik, seperti mengernyit sebal. "Ga usah sok iye lo, lanjutin tuh tugas lo. Gue yakin juga belum selesai, tapi sok-sokan tutup buku." ucapnya dengan sinis, menatap Priska dengan sorot yang begitu menyelidik.     

Reza diam saja, ia sudah tidak ingin ikutan berkomentar mengenai apapun itu karena kan memang perannya yang sebagai pacar. "Tugas apaan? Kasih tau dong ada di halaman berapa," ucapnya yang lebih baik berkomentar positif saja.     

Belum sempat Priska menjawab apa yang ditanyakan oleh Reza, namun saat ini justru Mario-lah yang kembali berbicara sambil menatap Nusa yang sepertinya tertekan duduk bersebelahan dengan cewek tersebut. "Lo mau aja sih duduk sama nenek lampir kayak gini, Sa? Gimana kalau lo nanti di racunin? Atau lebih parah di kutuk?"     

Priska yang mendengar itu pun memutar kedua bola mata. Padahal yang seharusnya merespon duluan ya adalah Nusa karena cewek tersebutlah yang di ajak berbicara oleh Mario, namun malah saat ini dirinya duluan yang merespon. "Kebanyakan nonton kartun tuh makanya pemikiran lo sedikit doang, Rio."     

"Dih si sialan nantangin gue lo?" tanya Mario dengan kesal.     

Reza menepuk kening dengan pelan, merasa ada-ada saja jika Mario bertemu dengan Priska pasti ujung-ujungnya terbit emosi yang sangat mengundang amarah. "Kalen, Rio." ucapnya sambil menghembuskan napas.     

"Awas ya lo, gue tandain muka lo, dasar nenek lampir." ucap Mario, soalnya kan yang di ajak berbicara bukan Priska dan malah cewek itu yang menyambar jawabannya dengan menyebalkan.     

Nusa yang sedaritadi diam pun kebingungan. "Ih udah, kalian kenapa sih kok malah pada berantem kayak gini?" tanyanya yang merasa tidak enak di saat mengetahui mereka bertengkar karena dirinya, ya walaupun tidak 100%.     

Reza menatap Nusa lalu menggelengkan kepala dengan perlahan tau kalau cewek tersebut merasa tidak enak. "Gak kok, bukan salah lo, Sa." ucapnya dengan nada lembut.     

Priska yang mendengar itu sedikit tersentak. Bahlan, nada bicara Reza kepadanya saja tidak pernah seperti itu, sungguh. Kenapa banyak sekali yang memperlakukan Nusa dengan istimewa? Wajar saja jika saat itu terjadi pertengkaran di antara Alvira dengan El karena cewek yang duduk di sampingnya ini.     

Reza beralih menatap ke arah Priska. "Lo ngapain duduk disini? Maksud gue, kalau El liat, gue gak mau aja gitu lo kena marah dia. Lebih baik lo pindah lagi deh ke kursi lo," sambungnya menatap Priska dengan lekat seolah meminta pengertian dari cewek tersebut untuk sebaiknya menuruti apa yang dikatakannya.     

Priska menatap ke dalam kedua bola mata Reza, tatapannya berkaca-kaca seperti telah merasa di bedakan. Ia hanya… oke mungkin sedikit memanfaatkan Nusa yang lumayan pintar, tapi kan niatnya juga tidak seburuk itu. Apa salahnya juga ingin berteman —ewh sedikit aneh saat memikirkan pertemanan yang di maksud—, namun kan belajar untuk meninggalkan apa yang menjadikan kebiasaan buruknya.     

"Oke."     

Tanpa banyak berbicara pun Priska langsung mengemasi barang-barangnya, dimasukkan ke dalam tas. Ia beranjak dari tempat duduk dan pindah tanpa memberikan satu atau dua patah kata kepada siapapun, kembali mendaratkan bokong di kursinya semula.     

"Ih kok Priska malahan di usir, sih?" tanya Nusa seperti sedih.     

Lalu, Mario menatap Nusa dengan perasaan yang kesal karena semua ini tentang Priska. "Dia cuma manfaatin lo, Sa. Jangan terlalu welcome sama orang yang udah jahat sama lo,"     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.