Elbara : Melts The Coldest Heart

Menceritakan Penyesalan



Menceritakan Penyesalan

0Di dalam taxi online …     
0

Alvira memilih untuk duduk di belakang, bersama dengan Mario supaya ua bisa mengobrol dengan cowok itu. Ia menatap ke arah Mario dengan tubuh yang menyerong supaya kepalanya tidak terasa sakit karena menolehkan kepala yang terlalu miring.     

"Kak Mario." panggil Nusa.     

Mendengar dirinya yang di panggil menjadikan Mario meninggalkan tatapan pada layar ponselnya, dan kini menaruh pandangan kepada Alvira dengan sebelah alis yang terangkat sambil menganggukkan kepala. "Iya, Ra. Kenapa?" tanyanya.     

Alvira melihat ke arah jendela yang berada di samping Mario, lalu ia menghembuskan napas. Ingin jujur dengan perasaannya yang menyesal dengan Reza yang kini jauh darinya. "Aku boleh gak sih cerita?" tanyanya dengan ragu. Karena takutnya, Mario malah mentertawakan perkataannya yang padahal ia membutuhkan seseorang untuk mendengarnya.     

"Boleh dong, gue mah bakalan dengerin sebaik mungkin." balasnya dengan penuh perhatian. Lalu, mengetahui Alvira yang ingin bercerita, tentu saja ia langsung menonaktifkan ponsel dan menaruhnya pada saku baju seragam.     

Sejauh yang Alvira tau, tentu saja Mario sangat baik di setiap dirinya memilih cerita dengan cowok itu.     

Dengan perlahan, Alvira mengambil napas lalu menghembuskannya dengan perlahan. Ia juga tidak malu kalau bercerita seperti ini yang notabenenya ada supir taxi online yang akan mendengar senua ceritanya.     

Sudah siap dengan hati yang matany, Nusa menekuk senyuman sambil kembali kenatap ke arah cowok yang berada di sampingnya. "Aku nyesel banget putusin buat ngejauh dari Kak Reza, Kak. Aku… aku mau dia balik ke aku. Kedengarannya emang egois, tapi aku sedih liat dia bisa lebih bahagia sama Kak Priska. Dalam artian, aku gak mungkin ngerusak hubungan mereka." ucapnya yang sudah di pikirkan kalau perkaraannya ini sudah siap untuk mendapatkan tanggapan berupa apapun itu.     

Mario terkejut? Tentu saja. Sejauh yang ia lihat, Alvira-lah yang terpaksa menjalankan pendekatan saat bersama dengan Reza dan pada akhirnya kembali kepada Bian yang ternyata kini malah lebih memilih bersama dengan Moli. "Tunggu, gue mau cerna apa yang lo bilang dulu." ucapnya.     

Alvira menghembuskan napas dengan perlahan, memang benih kebohongan selalu tertanam di dalam dirinya seperti tidak memiliki obat untuk dijadikan jalan keluar.     

Diam, Alvira menunggu reaksi Mario yang ternyata cowok tersebut masih saja diam membisu.     

Dan setelah beberapa saat, terdengar hembusan napas Mario sambil mengacak-acak rambutnya.     

'Kalau aja Reza tau ini, pasti tuh anak udah seneng banget nih. Emangnya siapa yang bilang kalau tuh bocah udah bisa move on dari Alvira?' batin Mario.     

Tolong tetap di ingat, Reza masih menaruh nama Alvira dengan jelas di hatinya. Rasa sayang itu masih sangatlah jelas, Mario dan El-lah yang menjadi saksi kalau Reza terkadang masih memikirkan segala hal yang bersangkutan dengan Alvira.     

Mario menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia takut berbicara hal yang salah dan pada akhirnya rencana El segalanya berantakan. "Ya gimana ya, emang kan semua penyesalan dateng di akhir. Gue gak nyalahin lo yang nyesel, tapi gue gak dukung lo buat perjuangin semuanya lagi karena kan Reza udah punya Priska yang dalam artian lo gak boleh ada niatan jadi orang ketiga."     

Alvita paham dengan apa yang dikatakan oleh Mario, dan dirinya juga cukup sadar diri untul menjadi pelakor. "Aku tau kalau ngerusak hubungan orang itu gak baik. Jadi, aku gak bakalan kok yang namanya hadir di antara mereka." balasnya. "Tapi tuh yang aku bingungin, bisa ya Reza berubah perasaan secepat itu? Kemarin dia sayang banget sama aku, tiba-tiba nembak Priska." sambungnya, lalu mengusap wajahnya yang lelah dengan perlahan.     

Untuk banyak alasan, ada seseorang yang mengerti akan kehadiran seseorang di saat orang itu sudah benar-benar pergi. Dan ya, Alvira termasuk di dalamnya.     

Mario berpikir, ia tidak ingin menyakiti hati Alvira, namun ia juga tidak bisa mendukung cewek tersebut karena pasti akan mengundang harapan yang besar.     

"Bisa, mungkin kan Reza udah sakit hati. Lagian dulu waktu dia perjuangin segalanya buat lo, lo malah pergi gitu aja." balasnya sambil menghembuskan napas, seolah-olah mewakili perasaan kecewa Reza. Ia juga sedih di saat sahabatnya terus-menerus memikirkan Alvira yang dulu sudah tidak peduli dan malah balik dengan sang mantan seenak jidatnya.     

Alvira menekuk senyuman, mungkin memang ini adalah kesalahannya. "Hidup aku sepi semenjak Kak Reza udah gak perhatian lagi ke aku." Ia berucap, lalu mengembalikan posisi duduk yang tadinya menyerong menjadi lurus dan mulai mengistirahatkan punggung di kepala kursi dengan bersender.     

Merasakan setiap rasa penat yang saat ini rasanya seperti menghujam pikiran.     

Mendengar itu, Mario juga tidak tega. "Ya kali gue yang gantiin Reza di kehidupan lo? Kan gak mungkin banget." ucapnya sambil terkekeh kecil, memang sengaja untuk menyelipkan candaan ringan supaya kondisi tidak terlalu menegangkan.     

Alvira mendengus, ia selama beberapa saat menutup kedua bola mata, setelah itu kembali membukanya dengan perlahan. "Gak usah ada pengganti buat sejauh ini, aku cukup nikmatin kebahagiaan Reza aja, itu udah cukup banget." balasnya sambil tersenyum kecil.     

"Sad girl." gumam Mario sambil membalas Alvira dengan miris. Penyesalan plus takdir yang tidak berpihak adalah hal pendukung yang mempengaruhi segala perasaan yang tersimpan jelas di hati. "Udah ah gak usah di pikirin kayak gitu. Lo malahan kayak cewek paling menyedihkan sedunia. Pikirin aja dulu sekolah lo,"     

Alvira menganggukkan kepala. Ia menyadari keceriaannya yang dulu telah memudar, seiring berjalannya setiap permasalahan percintaan yang kembali menyerang seperti tiada henti. "Iya gak di pikirin lagi kok, kan udah cerita sama Kak Mario. Asalkan jangan bilang-bilang Kak Reza ya, takutnya nanti bermasalah sama pacarnya yang sekarang."     

"Iya kok gue gak bakalan bilang-bilang sama siapapun itu, termasuk Reza. Sekarang lo lega, kan? Jangan terlalu bawa pikiran, gue malah kangen Alvira yang dulu daripada Alvira sekarang yang kayak lebih suka murung banget."     

"Iya siap oke nanti di coba."     

Mario menatap ke arah Alvira yang terlihat memejamkan mata. Ia tidak sepenuhnya menyalahkan kelabilan cewek tersebut karena memang perasaan remaja sedang di fase yang seperti itu. Namun, ia juga tidak menyalahkan Reza yang pergi dan malah terlihat seperti sudah sayang dengan Priska. Ia pun tidak tau kalau cowoo itu sedang berpura-pura atau sudah terbiasa dengan kepura-puraan sampai terlihat sangat nyata dan tulus, iya kan?     

"Jangan kebanyakan berharap, nanti lo sakit." ucap Mario lagi, ia sudah menjadikan Alvira sebagai adiknya juga bahkan ia memiliki tanggung jawab untuk selalu jaga dan memastikan cewek di sampingnya merasa aman.     

"Hm.." Hanya deheman Alvira saja yang terdengar, menjadikan Mario sudah bisa menyimpulkan kalau cewek tersebut sekiranya sudah merasa lebih baik dan tidak terlalu mempedulikan permasalahan ini lagi karena sudah lega.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.