Elbara : Melts The Coldest Heart

Kepedihan Priska



Kepedihan Priska

0Kini, Reza sedang dalam perjalanan ke rumah Priska. Ternyata, cewek itu membawa mobil dan malah mengusir Disty dan Nika untuk tidak satu mobil dengan mereka.     
0

Jadilah saat ini Reza yang menyetir dengan Priska yang terus-menerus menatap wajahnya di cermin kecil yang selalu di bawa-bawa oleh cewek satu itu.     

"Ngaca mulu lo, nanti yang ada, kaca-nya takut sama lo."     

Karena sebal juga di antara mereka tidak terjadi percakapan, Reza adalah tipe yang banyak bicara dan kalau suasana di sekitarnya sepi dan sunyi malah nenjadikan dirinya tidak bersemangat.     

Priska yang mendengar perkataan Reza pun mendengus, lalu menatap cowok tersebut dengan tatapan maut yang setajam pisau. "Apa maksud lo? Enak aja, yang ada tuh kaca bakalan berterima kasih sama gue karena udah menghadirkan wajah yang cantik jelita."     

Dalam diam, Reza mencibir seperti membiarkan apa saja yang ingin dikatakan oleh Priska tanpa adanya komentar satupun dari dirinya. "Ini rumah lo jauh apa deket? Gue haus, mau minta minum." ucapnya yang langsung mengubah topik pembicaraan karena kali ini benar adanya kalau tenggorokkannya sangatlah kering.     

Priska seolah berpikir.     

"Ngapain juga mikir, lupa sama rumah sendiri?" Dan Reza yang tidak sabaran pun langsung menyela sambil memutar kedua bola matanya.     

Priska berdecak kecil, sebal dengan Reza yang selalu menginterupsi segala apa yang dikatakan olehnya. "Enggak, biar ala-ala drama aja gitu mikir. Gak kok, rumah gue deket, bentar lagi nyampe."     

"Drama pala lo." gumam Reza sambil menggeleng-gelengkan kepala dengan pelan karena tidak habis pikir dengan apa yang dikatakan oleh Priska.     

Hei, drama apa yang ingin di mainkan di dunia nyata? Oh iya Reza hampir saja lupa kalau Priska memang merupakan ratu drama yang selalu memainkan keadaan dengan baik.     

"Jangan kasar sama ceweknya, Za." balas Priska, merasa kalau dirinya terlalu tidak di spesialkan. Ia tuh ingin sekali berada di posisi Nusa dengan perlakuan Reza yang seharusnya mirip dengan El, namun ia malah mendapatkan sebaliknya.     

Apa yang ia tanam, itu yang akan dia tuai.     

"Dimana unsur kasarnya? Ngaco nih anak." ucap Reza, ia tetap fokus menatap jalan raya sebelum dirinya kelewatan hendak menyadarkan Priska tentang ia yang berkata dengan sangat lembut seperti layaknya para bidadari dengan kelembutannya.     

Priska cemberut, tangannya menutup cermin di tangan dan di taruh di atas dashboard. "Gak, gak jadi. Kayak El kek gitu bisa memperlakukan Nusa dengan baik, jangan galak banget sama ceweknya huh dasar gak bisa jadi pacar yang baik nih." ucapnya sambil menyilangkan tangan di depan dada, ia sedikit menyerongkan tubuh walaupun sulit karena tubuhnya tertahan seat belt, supaya bisa menatap Reza dengan puas.     

"Ya kalau lo mau di perlakuin kayak El perlakuin Nusa, lo juga harus perlakuin gue kayak Nusa perlakuin El lah. Jangan mau enaknya aja, kita pacaran dua hati, bukan cuma ikutin hati lo."     

"Tapi kan dari awal lo yang nembak gue, Za. Jadi lo siap kalau hati lo bakalan gue atur-atur,"     

"Pantesan aja El gak mau, cara pikir lo aja salah total dan gak ada cinta yang pantes lo genggam."     

Mendengar pernyataan Reza menjadikan Priska kesal, namun ia lebih baik meredam emosi tersebut dan pada akhirnya meluruskan arah kaki dan memilih untuk menyandarkan tubuh pada kepala kursi jok mobil.     

"Lo mau gue perlakuin kayak gimana, Za? Gue selama hampir tiga tahun sibuk mencintai El, gue udah buta gimana perlakuin orang dengan tulus. Cinta yang tulus aja rasanya udah gak ada di diri gue, makanya gue minta lo perlakuin gue kayak El ke Nusa biar sekalian gue pelajari."     

Berkat ucapan Priska yang terdengar dengan nada sendu seperti itu menjadikan Reza termenung, namun bukan berarti dirinya kehilangan fokus untuk berkendara. Ia tidak tau kalau Priska akan berkata seperti itu, maka dirinya kini seakan di sadarkan oleh kenyataan kalau cewek di sampingnya bukan orang yang tegar seperti apa yang dirinya kenal selama ini.     

"Belok kiri, gerbang hitam itu rumah gue." ucap Priska yang mengaba-aba.     

Reza hanya menganggukkan kepala, setelah itu menghentikan mobil di salah satu rumah pada perumahan besar.     

Priska mencodongkan tubuh ke arah Reza, lalu menekan klakson satu kali sebagai aba-aba kepada sang security kalau ada yang ingin masuk.     

Mungkin karena Priska sudah terbiasa meng-klakson mobil seperti ini, beberapa saat kemudian seorang security berlari kecil ke arah gerbang yang menjulang tinggi dan membuknya dengan lebar supaya mobil bisa masuk.     

Reza menurunkan kaca jendela, "makasih pak." ucapnya pada security.     

Setelah itu, mobil melaju memasuki pekarangan rumah Priska dan langsung saja Reza menghentikan mobil tepat di depan garasi rumah.     

"Dah sampe, ayo." Priska bergegas sambil mengambil tasnya yang di taruh dashboard mobil lagi, ia melepaskan seat belt secara mandiri. Tidak ada acara romantis Reza yang membantunya membukakan alat pengaman tubuh tersebut.     

Reza pun mengikuti langkah Priska yang sudah turun dari mobil, lalu setelah berada di luar, ia mengunci mobil tersebut lalu menyusul Priska yang sudah mendorong pintu utama rumah.     

Tidak kaget lagi dengan rumah Priska yang memang besar. Sudah dari awal masuk sekolah Reza bisa menebak kalau cewek tersebut adalah anak yang sangat berkecukupan di segi materi kehidupan.     

"Ayo Za masuk, lama banget jalannya kayak siput." ucap Priska yang berdiri di dekat pintu, menunggu langkah Reza yang sepertinya sengaja di perlambat.     

Reza menganggukkan kepala. "Bawel lo, emang segalanya harus cepet?" tanyanya, lalu sampailah ia masuk ke rumah megah Priska.     

Tidak 'wah' bagi Reza, karena rumahnya juga setara dengan semua ini. Jadi, tatapan kagum pun tidak ada.     

Begitu melihat Reza yang sudah masuk menjadikan Priska kembali menutup pintu utama rumah dengan rapat, setelah itu berbalik badan untuk menghampiri Reza.     

Mereka berjalan ke ruang tamu, dan menghentikan langkah kaki disana.     

"Lo duduk dulu, gue mau ganti baju. Nanti Bibi bakalan nyiapin lo minuman, wait ya."     

Reza hanya mengangguk saja sambil melepaskan tas punggung dan meletakkannya di atas sofa. Ia mendaratkan bokong di atas sofa yang empuk, setelah itu bersandar untuk melepaskan rasa pegal yang menjalar di tubuhnya. "Akhirnya gue duduk juga di sofa yang empuk." ucapnya sambil mengatur kenyamanan duduk, ia memanjakan tubuhnya untuk saat ini.     

Siapa yang tidak pegal karena seharian sekolah dan duduk di kursi sekolah yang datar dan sangat tidak nyaman?     

Melihat Priska yang telah melangkahkan kaki meninggalkannya sendirian di ruang tamu yang cukup besar, menjadikan arah pandang Reza menelusuri setiap sudut rumah. Tidak ada foto keluarga, satu pun tidak ada. Yang biasanya di ruang tamu setiap rumah pasti ada setidaknya satu foto keluarga, tapi ini tidak sama sekali.     

"Broken home."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.