Elbara : Melts The Coldest Heart

Menikmati Camilan



Menikmati Camilan

0"Aduh sorry banget ya gue lama ganti bajunya, tadi sekalian mandi soalnya gerah banget. Lo udah ngapain ada tiga puluh menit tanpa gue?"     
0

Reza mengalihkan pandangan ke arah Priska yang kini terlihat sudah berganti memakai pakaian rumah, lebih mirip dengan piyama.     

Bagaimana perasaannya jika di tinggal 30 menit lamanya dan tidak ada kabar, hm? Seperti patung namun bisa bergerak, ia sudah mengubah berbagai macam posisi duduk karena ia merasa bokongnya yang mulai pegal.     

"Ya lo mikir aja lah di tinggal tiga puluh menit, gak ada temen ngobrol, lo pikir gue bakalan jungkir balik apa gimana?" balasnya dengan sewot, lalu mendengus kecil. Ia menatap Priska dengan tidak habis pikir, lalu pada akhirnya, ia mengubah posisi duduk menjadi tiduran di atas sofa. Tadi ia ingin berbaring seperti ini, namun tidak enak karena tidak ada Priska yang takutnya ia terlihat tidaklah sopan.     

Tau ekspresi apa yang malah di tunjukkan oleh Priska? Cewek itu malah terkekeh kecil sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Hehe maaf ya maaf banget, ya emangnya mau gimana? Kan udah di sekolah berjam-jam, pas sampai rumah tuh enaknya langsung mandi."     

Reza hanya menganggukkan kepala, ia sebenarnya juga membenarkan apa yang dikatakan oleh Priska. "Ya udah lah duduk, ngapain lo malah diri aja kayak orang nahan BAB." ucapnya, ia menatap langit-langit ruang televisi yang berwarna merah gading.     

Tunggu sebentar, kenapa Reza berpindah dari ruang tamu ke ruang televisi? Ini atas ucapan pembantu rumah tangga Priska yang mengatakan kalau sebaiknya Reza berpindah saja karena akan jauh lebih nyaman mengobrol di ruang televisi. Jadi, di sinilah mereka.     

Priska yang mendengar itu pun menatap Reza dengan tajam, lalu mencibir. "Siapa juga yang pengen BAB? Huh dasar, punya cowok kok sinting?" balasnya, lalu memutuskan untuk duduk di sofa yang berada di seberang Reza yang kini sudah memposisikan diri berbaring di sofa.     

"Sinting gini juga nanti lo demen sama gue, liatin aja. Tunggu aja nih tanggal mainnya," balas Reza sambil memejamkan kedua bola mata dan masuk ke dalam ketenangan yang ada.     

Priska mengernyitkan dahi karena merasa kalau ucapan Reza sangat membuatnya merasa terlalu aneh, setelah itu berpura-pura mual. "Huh, siapa juga yang bakalan suka sama lo? Kayak mimpi buruk bagi gue kalau hal itu terjadi, Za." baalsnya sambil memutar kedua bola mata.     

"Mana ada jatuh cinta jadi mimpi buruk buat diri sendiri? Sejak kapan, hm?"     

"Sejak gue ngomong sekarang sampai suatu saat terjadi, gue bakalan tetep inget sama mimpi buruk itu, Za."     

"Kalau sampai terwujud, berarti lo seneng dong harusnya."     

"Seneng kalau akhirnya gue jadian sama El, tapi kalau sama lo sih gak dulu deh. Tapi gue tetep jalanin yang ada, sorry kalau nyakitin hati lo."     

'Nyakitin hati gue?' ulang Reza di dalam hatinya saat mendengar apa yang Priska katakan. Bahkan ia sampai mengulang di pikirannya untuk mencerna 'nyakitin hati' yang di maksud oleh Priska.     

Reza terkekeh kecil sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, merasa tidak setuju dengan apa yang dikatakn oleh Priska karena itu bukan kenyataannya. "Gak kok gue gak sakit hati. Lo berhak bilang apapun tentang El, gue juga kan gak terlalu peduli karna itu udah termasuk masa lalu lo. Sekarang, kalau lo udah ada pikiran dewasa sih seharusnya gak pernah bawa-bawa nama El lagi."     

Tidak, Reza tidak kesal kok. Melainkan, ia ingin benar-benar menghilangkan nama El di pikiran Priska agar rencananya lancar dan sangat mulus.     

Priska menghembuskan napas. Sebenarnya ia tau di sebuah hubungan, rules pertama itu tidak boleh membicarakan orang yang termasuk masa lalu karena bisa menghadirkan masalah. Namun justru itulah, masalah yang ingin di hadirkan oleh Priska.     

"Ya emang kenapa? Gue cuma bilang apa yang gue rasain dan apa yang sesuai dengan kenyataan." Dan ya, kini Priska melepaskan alas kaki yang berupa sandal kelinci berbulu.     

Reza tidak peduli, ia masih memejamkan mata. "Dah ah, gue mau numpang tidur doang di rumah lo. Lo makan siang sana, jangan telat makan nanti sakit." ucapnya yang lebih mirip bergumam karena sepertinya hawa kantuk sudah menyerang tubuhnya.     

Mendengar sederet kalimat penuh dengan perhatian menjadikan Priska mengerjapkan kedua bola mata dengan perlahan. Tiba-tiba, hatinya merasa hangat. "Hm, gak usah sok perhatian."     

Setelah membalas seperti itu, Priska tidak lagi mendengar sepatah dua patah kata yang keluar dari mulut Reza. Menjadikan dirinya saat ini sedikit mencodongkan tubuh untuk melihat ke arah cowok tersebut supaya lebih jelas, dan ternyata ia melihat kalau kedua mata Reza sudah terpejam.     

"Dih malah tidur beneran, gue yang punya rumah, gue juga yang di tinggal sama tamu. Dasar bocah pelor, dimana-mana tidur."     

Pada akhirnya, Priska memutuskan untuk beranjak dari duduk sambil menghembuskan napasnya dengan perlahan. "Iya si mendingan juga gue makan, masa iya liatin Reza tidur? Apa untungnya buat gue?"     

…     

"Kak Mario mau mampir ke rumah apa gak? Kayaknya Kak Bara belum pulang sih, tapi kalau Kakak mau main sih gak apa-apa. Mumpung kemarin Bibi baru belanja banyak makanan ya kali aja Kakak—"     

"Ya mau lah, gas." ucap Mario dengan semangat, lalu ia keluar dari ta     

Mendengar itu, Alvira tertawa. Yang tadinya Mario ingin melanjutkan perjalanan dengan taxi online menuju rumah, namun kini malah ingin main ke rumahnya karena diiming-imingi camilan.     

"Pak, tadi udah di bayar ya sama Kak Mario." ucap Alvira sebelum turun dari mobil, mengingatkan sang sopir taxi kalau mereka sudah membayar dan dapat keluar dari mobil.     

Sang supir menganggukkan kepala sambil menoleh ke arah Alvira. "Udah Neng, makasih ya." Memang karakter driver taxi online saat ini sangatlah ramah.     

Alvira mengatakan 'sip', setelah itu keluar dari taxi dan menutup pintunya sampai rapat. Ia berjalan ke arah Mario yang tengah membuka gembok gerbang, memang sahabat El —kakaknya— memiliki kunci gerbang rumahnya.     

"Buru-buru amat, Kak." ucap Alvira sambil terkekeh kecil, merasa lucu dengan tingkah Mario yang terlalu bersemangat sampai pada akhirnya gembok berhasil terbuka dan mereka masuk kewat pintu kecil yang menjadi satu dengan gerbang. Memang khusus akses pejalan kaki.     

Mario menyengir, lalu tak lupa kembali menggembok gerbang. "Iya dong, kalau urusan makanan itu kan nomor satu. Gak bisa kelewat, kalau ketinggalan nanti gue nangis ajalah." ucapnya sambil mengubah raut wajah seolah-olah dirinya saat ini tengah bersedih hati.     

Kunci sudah kembali tergembok, menjadikan mereka melanjutkan langkah untuk berjalan lebih memasuki halaman rumah.     

Jika di tanya kemana keberadaan security? Jawabannya mereka ada di post. Dan urusan membuka pintu itu sudah menjadi aturan untuk membukanya sendiri jika berjalan kaki, dan kalau ingin masuk bersamaan dengan mobil, jangan lupa bunyikan klakson untuk pertanda.     

Mereka di perjalanan halaman rumah pun tidak mengobrol, sampai pada akhirnya sudah berhadapan dengan pintu utama rumah Alvira. Dan kini, cewek itulah yang memiliki kuasa dan langsung membuka pintu yang sama sekali tidak terkunci.     

"Ayo Kak masuk, anggep aja rumah sendiri."     

Sepertinya, salah kalau Alvira berbicara seperti itu kepada Mario.     

"Setiap hari malahan gue anggep rumah El kayak rumah gue, dengan senang hati mengakui rumah yang surga makanan kayak gini." balas Mario dengan senyuman yang mengembang.     

Alvira hanya terkekeh, lalu melepaskan alas kaki dan di taruh pada rak sepatu dan juga di ikuti oleh Mario yang juga menaruh sepatunya disana.     

"Dih kok El belum balik ya? Tadi kan dia duluan atau kita duluan sih yang jalan?" tanya Mario, ia segera menyamakan langkah Alvira yang sudah jalan lebih dulu daripadanya.     

Alvira menaikkan kedua bahu, urusan Kakaknya, ia tidak ingin tau. "Kayaknya masih di rumah Nusa sih, tapi aku gak tau juga. Yang jalan kan kita duluan daripada mereka, jadi wajar aja kita yang sampai lebih dulu." balasnya.     

Menganggukkan kepala, setelah itu menampilkan senyuman yang lebar. "Nah lebih leluasa nih makannya kalau gak ada El, kan kalau ada dia, gue serasa mukbang tapi di liatin sama orang yang ngancem gue." ucapnya seakan bersyukur dengan kenyataan kalau El belum menampakkan wajah di rumah ini.     

"Bawel kamu Kak, kebanyakan nonton film serem nih Kakak jadinya malah ngomong kayak gitu." Alvira memberikan tanggapan sambil memutar kedua bola matanya karena merasa kalau perkataan Mario memang sangat random, sungguh.     

Mario menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Lo mau ngapain abis ini? Maksudnya biar ada jangka waktu makan makanan lo." balasnya. Ia masih bisa tidak memiliki malu bersama El, Reza dan yang lainnya, tapi entah mengapa kalau sama Alvira ia akan merasa lebih bagus kalau menjaga attitude.     

Alvira tampak berpikir untuk sesaat. "Kayaknya sih mau mandi terus yang pasti ganti baju, soalnya males banget pake baju seragam."     

"Oh ya udah, gue langsung ke dapur, ya? Nanti kalau lo selesai mandi, ambilin baju El ya tolong soalnya gue juga mau mandi di kamar mandi bawah." ucap Mario sembari mengatakan pesan kepada cewek di hadapannya.     

Alvira memberikan ibu jari ke hadapan Mario, pertanda kalau ia paham dengan apa yang di suruh oleh cowok itu kepadanya. "Oke, nanti aku ambilin. Tapi maaf ya kalau aku mandinya lama,"     

"Iya gak apa-apa, Ra. Kan biar durasi makan gue agak lama," balas Mario sambil terkekeh.     

Alvira itu terkekeh. "Ya gak masalah kali kalau makan camilan ada aku, emangnya kenapa? Kan aku yang nawarin Kakak, lagipula jarang juga kok aku makan makanan begituan."     

"Terus kalau jarang, ngapain di beli?" tanya Mario dengan sebelah alis yang terangkat.     

Alvira menaikkan kedua bahu. "Gak tau deh, ya ngerasa aja gitu harus beli soalnya kan kadang Kak Reza sama Kak Mario pasti kalau datang kesini butuh makanan. Jadi, ya beli buat kalian."     

Mendengar jawaban Alvira yang mengaku dengan sangat polos itu membuat Mario terheran-heran. "Ada aja ya ulah orang kaya."     

"Yeuh, Kak Mario juga orang kaya. Bedanya, masih gemar yang gratisan." ucap Alvira sambil terkekeh kecil.     

Mario tidak tersinggung, justru ia malah tertawa dengan ucapan yang dikatakan oleh Alvira. "Udah sana lo bersih-bersih, gue mau cepet-cepet makan." Sudah menjadi tamu, malah mengusir.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.