Elbara : Melts The Coldest Heart

Tentang Penyesalan Alvira



Tentang Penyesalan Alvira

0El sudah keluar dari mobil, setelah itu langsung saja berjalan menuju ke pintu utama rumah, lalu membukanya dan masuk.     
0

Wajahnya lelah, ia ingin sekali memanjakan tubuhnya di kasur yang empuk.     

Seperti biasa, sebelum berjalan terlalu jauh masuk ke rumah, El sudah melepaskan sepatu yang memiliki logo centang satu untuk diletakkan ke rak sepatu yang memang khusus untuk meletakkan sepatu yang telah di pakai.     

El memiliki rak khusus untuk memajang deretan sepatu mahal, dan itu ada di kamarnya. Tidak di gunakkan, hanya di jadikan pajangan. Jika ingin di gunakkan, maka tanpa banyak pikir dan menimang-nimang pun ia membelinya dua pasang.     

Memang ada saja tingkah orang kaya.     

Berjalan gontai, melewati ruang tamu. Kesepian menyapa, membuat dirinya menghembuskan napas. Seharusnta hari ini kedua orang tuanya kembali, namun katanya di tunda yang kemungkinan besok baru akan pulang.     

Memang beginah konsekuensi memiliki kedua orang tua yang sama-sama pekerja, apalagi pekerjaan mereka itu satu tempat dan yang pasti kesibukannya pun bersama-sama.     

Menaiki satu persatu anak tangga yang membawanya ke lantai dua dengan langkah pelan, malas karena juga telah kehilangan semangat. Pijakan anak tangga terakhir sudah selesai, kini El melangkahkan kaki untuk mendekati pintu kamarnya dan mulai masuk ke sana.     

Ruang kamar El pun terlihat, menjadikan dirinya tersenyum kecil karena surga dunia yang paling nyaman adalah kamar.     

"Welcome, El." gumam El seperti yang menyambut dirinya sendiri kala sudah masuk ke kamar dan menutup pintunya dengan perlahan.     

Wangi kamar El yang ciri khas menjadikan sang pemilik pun mengangkat senyuman tipis. Sejak mobilnya sudah terparkir di garasi, sejak itu pula panggilan telepon dengan Nusa selesai.     

Melempar tas ke sembarang arah, setelah itu membuka kancing seragam satu persatu, meninggalkan kaos putih tipis yang sangat pas di tubuhnya. Juga, ia melepaskan celana yang satu motif dengan atasannya, menyisakan boxer saja.     

"Mau mandi males banget dah, tapi kalau gak mandi badan rasanya keringetan banget dah." gumam El sambil mengusap-usap rambutnya.     

Pada akhirnya, sebelum mandi El pun berniat untuk ke dapur lebih dulu. Hawa haus tiba-tiba menyerang dinding tenggorokkannya, ia mau tidak mau harus kembali ke dapur karena tadi tidak kepikiran untuk mengambil minum.     

"Kerja dua kali." gumamnya sambil mendengus.     

El melangkahkan kaki untuk keluar kamar, dan kembali menuruni tangga yang kali ini lebih cepat daripada menaikinya beberapa menit yang lalu.     

"Kak Bara!" Panggilan seseorang menjadikan El mau tidak mau menghentikan langkah di anak tangga terakhir. Setelah itu, mendapati Alvira yang berada di lantai dua. Memang kamar mereka berdekatan.     

El memganggukkan kepala. "Iya, apaan?" tanyanya.     

Alvira menatap El, lalu cengengesan. "Minjem baju Kakak, boleh gak?" tanyanya, sambil menggaruk tengkuk yang tidak gatal.     

Sebenarnya sih heran kenapa Alvira ingin meminjam bajunya, namun hal itu tidak di pedulikan oleh El yang pada akhirnya mengiyakan apa yang dikatakan oleh sang adik. "Ambil aja sendiri di lemari, pilih."     

"Oke Kak, makasih ya!" seru Alvira, lalu terlihat melesat pergi begitu saja.     

El yang tidak mau memiliki banyak pikiran pun langsung melanjutkan langkah. Ia sudah berada di lantai dasar, dan niatnya ke dapur juga tidak tertunda oleh karena sebab apapun.     

"Rumah sepi banget, tapi kalau keramean juga gue gak mau."     

Pada akhirnya, El sudah memasuki dapur. Dan betapa terkejutnya ia ada seseorang yang di kenal, tengah duduk manis di kursi pantry dengan posisi membelakanginya. Tanpa perlu melihat itu siapa, El pun sudah dapat menebak apalagi jajaran bungkusan camilan pun tersedia.     

"Mario? Lo ngapain disini anjir." ucap El yang langsung mendekati sahabatnya, ia memijat kening. Bukan karena Mario yang sepertinya akan bergerak menghabiskan camilan, namun karena cowok itu tidak memberitahukan dirinya kalau akan mampir ke rumahnya.     

Mario yang mendengar itu pun menolehkan kepala ke ara El yang sudah berdiri di hadapannya, hanya terhalang oleh meja pantry saja. "Eh ada El. Iya nih gue di sini, soalnya tadi di tawarin masuk sama Alvira. Katanya gue suruh makan camilan, jadi ya udah gue disini sekarang. Sorry ya gak kasih tau lo sebelumnya,"     

"Gue sih gak masalah juga, tapi seenggaknya bilang lah biar gue tau kalau ada sahabat gue yang main ke rumah. Masa ada temen malahan nanti gue di kamar atau lebih buruk malah tidur." balas El.     

Sambil mengobrol, El berjalan ke arah lemari pendingin dan mengambil minuman soda botolan. Ia rasa meminum soda itu adalah yang paling enak. Lalu, mengambil satu botol soda lainnya yang memiliki rasa berbeda.     

Kembali menghampiri Mario, dan meletakkan satu botol untuk sahabatnya. "Lo kesini cuma buat makan camilan doang?" tanya El, ia sudja berdiri di hadapan Mario dengan sebelah alis yang terangkat. Merasa terheran-heran dengan alasan tersebut yang terdengar terlalu klasik.     

Mario menganggukkan kepala sambil menyengir tanpa dosa. Di hadapannya sudah ada berbagai macam camilan, bahkan ada yang manis, asin, pedas, gurih, dan lain sebagainya. Ada bungkusan yang isinya telah kandas, dan ada juga yang masih tersegel alias belum di buka.     

"Iya, ya niatnya kalau gak di tawarin tuh gue mau langsung balik ke rumah. Mikirnya juga lo kan pasti mau lama-lamaan di rumah Nusa, eh ternyata cepet juga. Kan gak ada Reza, jadi males aja gitu kalau ke rumah lo." balasnya yang menjelaskan.     

Mario terkekeh kecil. "Lo mah makanan nomor satu. Gue balik cepet dari rumah Nusa, Mario. Niatnya mau tidur, istirahat, capek banget kayaknya hari ini." balasnya sambil membuka tutup botol soda, dan mulai menenggaknya.     

"Ya udah sana lo tidur. Gue lagi nungguin Alvira,"     

"Ngapain lo nungguin adik gue? Mau pergi bareng apa gimana?"     

"Enggak lah, emangnya ngapain pergi bareng gitu nanti di sangkanya pacaran. Tadi Alvira nyuruh gue tunggu dia mandi, terus nanti pas dia selesai mandi, niatnya gue juga mau mandi di kamar mandi bawah. Nunggu Alvira buat ambilin baju lo, hehe minjem baju ya El."     

Mendengar ucapan serta penjelasan dari sahabatnya itu menjadikan El mendengus. Namun tak ayal, cowok tersebut oke-oke saja. "Iya ambil dah, tadi tapi kayaknya lagi di ambilin Alvira. Gue kira ngapain adik gue minjem baju, ternyata buat lo." ucapnya yang memberikan tanggapan balik.     

"Oh udah mau di kasih nih buat gue? Ya udah deh gue siap-siap dulu."     

El segera menahan tangan Mario yang ingin beranjak dari duduknya. Ia memberikan aba-aba supaya cowok itu tetap duduk pada tempatnya, lalu berputar supaya bisa satu jajar dengan Mario dan duduk tepat di sebelah cowok tersebut.     

Mario yang kebingungan pun mengerutkan dahi, tak lupa kalau dirinya menunggu apa yang akan di ucapkan oleh El saat ini. "Kenapa? Serius banget nih kayaknya penting, iya kan?" ucapnya, yang hanya sekedar menebak.     

El menganggukkan kepala, ia menaruh minuman soda botol di atas meja pantry. Ia menyerong-kan tubuh untuk menatap Mario lebih leluasa, setelah itu menatap sahabatnya dengan serius.     

Ia lupa memberitahukan kedua sahabatnya. Ya sebenarnya sih bukan lupa, tapi lebih tepatnya menunggu saat yang tepat untuk mengatakan. Dan sepertinya, ini adalah saat yang tepat walaupun tidak ada kehadiran Reza.     

"Ada yang gue mau kasih tau ke lo, Rio." ucap El sebagai perawalan supaya ia bisa berpikir dengan kalimat seperti apa yang selanjutnya ia katakan.     

Mario menganggukkan kepala. "Iya, bilang aja, gue simak baik-baik kok."     

"Tapi lo jangan ember, jangan kelepasan lo malah ngomong ini sama Alvira." ucap El yang lebih dulu memperingati sahabatnya yang memang terkadang suka sekali keceplosan dengan perkataannya.     

Mario sekali lagi menganggukkan kepala. "Iya El, gue berusaha buat gak keceplosan atau bahas tentang hal yang mau lo omongin sekarang ke Alvira."     

Merasa kalau perkataan Mario yang seperti itu sudah cukup di dalam pendengarannya. "Oke, gue cuma mau bilang kalau Alvira udah tau kalau Bian yang bikin gue kecelakaan makanya dia sekarang ngejauh dari Bian. Gue takutnya sih dia ceroboh banget malah jadi hama di hubungan Reza dan Priska, ya gak mungkin sih buat jaga-jaga aja." ucapnya yang menurutnya perkataan ini sudah sesuai cara penyampaian dan bahasa yang digunakkan.     

Mario mencerna perkataan El terlebih dulu, bahkan kedua bola matanya sampai mengerjap beberapa kali demi mengulang kembali perkataan El di dalam pikirannya untuk memastikan pendengarannya yang tidak salah. "H-hah? Gimana ceritanya kok Alvira bisa tau sih? Bukannya kita main rapih, ya? Gak ada seorang pun yang tau."     

Sebelumnya El juga berpikir hal yang sedemikian dengan Mario. Namun entah mengapa, Alvira bisa memberitahukan tanpa ada yang mengatakan.     

"Gue juga gak tau. Menurut penjelasan Alvira sih dia itu denger pembicaraan kita yang mau diskusi tentang Bian pas waktu itu, inget gak lo?"     

"Iya gue inget banget lah, dia nguping?"     

"Iya, gue pikir sih emang dia nguping. Makanya dia sekarang gak deket lagi sama Bian, udah berenti ngejar-ngejar. Makanya kan yang kemarin di warung kopi pas Alvira bolos sama Bian, mereka cuma diem-dieman doang."     

"Tadi juga pas di taxi Alvira bilang mau balik lagi ke Reza, soalnya dia nyesel. Tapi gue udah nasehatin sih buat gak ngerusak hubungan Reza sama Priska. Bukan rencana kita aja yang rusak, tapi juga takutnya ada korban satu hati lagi yang patah hati."     

El setuju dengan apa yang dikatakan oleh Mario. Takutnya, nanti Priska jatuh hati kepada Reza. Dan kalau tau Reza dan Alvira kembali, pasti perasaan cewek tersebut akan tersakiti.     

"Jadi kita harus gimana?" tanya Mario sambil menaikkan sebelah alisnya.     

"Ya lo jangan sampai keceplosan, itu yang utama. Gue gak tau sih mau kasih tau Reza atau gak tentang hal ini, soalnya takut dia gak profesional jalin hubungan sama Priska dan malah fokus ke Alvira lagi. Nanti kacau balau,"     

Mario menganggukkan kepala, ia paham dengan perintah El yang untuk menyembunyikan hal ini.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.