Elbara : Melts The Coldest Heart

Hubungan yang Kelabu



Hubungan yang Kelabu

0"Lo kenapa sih dari pulang sekolah nyuekin gue kayak gini?"     
0

Bian menatap bingung ke arah Moli yang saat ini berada di hadapannya, ia menaikkan sebelah alis saking bingungnya dengan keadaan. Tanpa adanya aba-aba bahkan ia merasa tidak melakukan kesalahan apapun, namun tiba-tiba Moli malah jutek dan menjawab ucapannya seadanya saja.     

Moli yang tengah mengerjakan berbagai tugas sekalian belajar untuk memahami materi karena Ujian Sekolah tidak boleh di anggap remeh, ia pun menolehkan kepala ke arah Bian dengan singkat seolah tidak memiliki rasa semangat untuk mengobrol. Lalu, ia kembali menatap buku yang memang lebih menarik dari apapun.     

"Gak apa-apa." balas Moli seadanya sambil menaikkan kedua bahu pertanda ia tidak ingin memberitahukan apa yang dirinya rasakan lebih jauh kepada cowok yang kini ada di atas sofa. Ya, ia lagi dan lagi belajar dan duduk di karpet tebal berbulu, merasa pegal kalau belajar di sofa karena nanti juga akan membawa hawa malas dan berakhir tiduran di sofa sambil bermain ponsel.     

Bian menghembuskan napas, lalu menatap Moli yang memang membelakanginta dengan lekat. "Gue serius loh, Li. Kalau sekiranya gue ada salah sama lo, seharusnya lo bilang kan biar gue gak bingung."     

Ada banyak hal yang ingin ditanyakan oleh Moli kepada Bian. Namun sepertinya, ia memiliki hati yang sulit untuk bertanya karena takut pertanyaannya termasuk ke dalam tuduhan.     

Diam, yang dilakukan Moli hanya diam dan bukannya menjawab kebingungan Bian yang saat ini laki-laki tersebut sudah mengacak-acak rambutnya berkali-kali.     

Seperti kemarin, lagi dan lagi Bian berada di rumah Moli untuk menemani cewek itu belajar dan terbukti sekarang jam sudah menunjukkan sore hari yang dalam artian ia sudah berjam-jam di rumah ini.     

"Biar gue tau apa yang lo rasain, Moli. Jawab gue, biar bisa gue perbaiki buat kedepannya." ucap Bian lagi kali ini dengan nada yang berusaha sabar dan masih lembut.     

Moli pada akhirnya menghembuskan napas dengan perlahan, lalu memilih untuk meninggalkan pandangan dari buku dan berbalik badan supaya lebih enak menatap Bian.     

Bian masih menatap Moli dengan lekat, ia sungguh membutuhkan jawaban yang akutar mengenai kondisi awkward yang entah mengapa malah mengisi situasi pada hari ini.     

"Lo bebas keluarin apa yang lo rasain, gue gak bakalan marah atau apapun itu." ucap Bian lagi, ia melontarkan kata untuk menenangkan Moli karena kelihatan sekali kalau cewek itu ragu untuk mengatakan apa yang dirasakan dan apa yang dipikirkan.     

Moli menatap Bian, seolah tengah mengunci pandangan mereka. Ia menguatkan hati, ingik berbicara apa yang dirasakan. "Jujur, kamu tadi kenapa bolos?" tanyanya dengan nada bicara yang sedikit tercekat dari biasanya.     

Mendapatkan pertanyaan yang jawaban kejujurannya tengah di sembunyikan oleh Bian, menjadikan ia meneguk saliva dengan susah payah. "Ya emangnya kenapa gak boleh bolos? Maksudnya, gue bolos kan karena itu juga udah jadi kebiasaan gue daridulu kok. Kalau urusan nanti dapat hukuman, ya gue bisa main cantik kayak tadi balik ke sekolahan tapi buktinya gak ketauan, iya kan?" balasnya, yang sudah bisa mengendalikan ekspresi agar tidak mencurigakan.     

Emang siapa yang ingin jujur kalau alasan Bian membolos itu untuk menemani Alvira? Bian sendiri pun lebih baik berbohong daripada nantinya Moli merasa sakit hati dengan perlakuannya.     

Moli menyipitkan kedua bola mata, tidak percaya dengan pengakuan Bian yang terdengar aneh. "Biasanya kamu bolos sama beberapa temen kamu, tapi ini sendirian. Ya aku gak tau sih udah berapa kali kamu bolos sendirian, tapi kali ini kan ada aku. Juga, bertepatan tadi Alvira yang juga hilang dari kelas." ucapnya yang mulai mengarah mencurigai Bian yang membolos bersama dengan cewek yang dirinya maksud.     

"Lo kok ada pikiran kayak gitu? Emang ada bukti?" tanya Bian yang malah balik bertanya agar keadaan tidak terlalu menyudutkan seakan memang memaksa mengakui kesalahan yang ada.     

Moli menaikkan kedua bahu sambil menghelengkan kepala dengan perlahan. "Emang gak ada bukti apa-apa sih, cuma firasat aja. Tapi kan biasanya firasat cewek kueat, ya aku nanya ini karena takutnya kamu emang bolos sama Alvira."     

"Kalau misalnya gue emang bolos sama dia, kenapa?" tanya Bian, di satu sisi juga penasaran dengan apa yang dirasakan oleh Moli.     

Moli menghembuskan napas. Ia sebenarnya sadar posisi karena kan dirinya dengan Bian belum berpacaran, yang dalam artian mereka sama sekali tidak memiliki status apapun.     

"Ya gak kenapa-napa sih, tapi kan posisinya kamu lagi deket sama aku, dan Alvira itu mantan kamu. Takutnya, ada cinta yang bersemi kembali di antara kalian yang sama sekali gak aku sadari." balas Moli dengan nada yang rendah, ia juga malu mengatakan dengan jelas apa yang dirinya rasakan. Namun jika tidak di katakan, pasti hatinya masih ada yang mengganjal.     

Bian tersenyum, lalu terkekeh kecil. "Lo cemburu sama Alvira? Iya?" tanyanya. Bahkan baginya, tidak ada cewek yang boleh merasa cemburu dengan Alvira karena tidak mengetahui bagaimana sifat cewek itu yang sebenarnya.     

Ah, walaupun Bian sudah tau bagaimana kelakuan Alvira, ia tetap terkadang masih memikirkan cewek itu bahkan rela berbohong untuk melindungi Alvira dengan kemauannya sendiri. Memamg terkadang kinerja otak dan hati itu sangat berbeda.     

Kedua pipi Moli terasa panas, ia mengusap lengannya dengan perlahan karena memang merasa aneh saja kalau sifatnya saat ini dinyatakan cemburu. "Enggak, aku gak cemburu. Ya buat ingetin kamu aja gitu kan kalau kamu udah punya aku, jadi stop deket-deket sama cewek, apalagi deket-deket sama mantan kamu."     

Bian tidak menjawab karena memamg dirinya tidak biaa berjanji, namun saat ini ia mencodongkan tubuh sambil menjulurkan tangan untuk mengusap puncak kepala Moli dengan penuh kasih sayang. "Ya udah gih belajar lagi, lanjutin dulu belajarnya. Kan tadi udah makan bareng gue, pasti semangatnya udah kekumpul lagi dong ya." balasnya.     

Moli tau kalau Bian menghindar, namun ia tidak memaksa agar cowok itu bisa menepati apa yang dirinya katakan karena sekali lagi, mereka tidak memiliki hubungan yang serius sehingga Molu bisa melarang Bian ini dan itu sesuai dengan kemauannya.     

"Ya udah, aku belajar lagi, ya? Ayuk kita belajar bareng, gimana? Kan ujian gak kerasa tuh bakalan sebentar lagi,"     

"Gak deh makasih banget nih tawarannya, tapi gue gak minat belajar ambis banget kayak lo. Nanti juga gue bakalan belajar kalau gue mau,"     

"Ini bukan ambis, tapi menjamin masa depan."     

"Iya tau, tapi kan kayak apa yang gue pernah bilang ke lo, segala sesuatu butuh porsi buat tau seberapa kemampuan kita."     

Bian memutuskan pandangan dari Moli, lalu memilih untuk tiduran di sofa dan memejamkan kedua bola mata. "Dah ah gue mau tidur lagi, nanti jam lima atau menuju petang gitu, bangunin gue ya biar sekalian pulang." ucapnya, tidak ingin membahas lebih jauh lagi mengenai hal ini.     

Moli membiarkan Bian beristirahat untuk yang kesekian kali karena sebelumnya cowok itu tidak jadi tertidur. "Selayaknya kamu gak mau aku bohong dan nyembunyiin apa yang aku rasa dan apa yang aku pikirin, aku juga mau dapat semua kejujuran itu dari kamu, Bian. Kalau emang susah, seharusnya kamu jangan egois ingin tau apa yang dipikiran aku." balasnya dengan kedua bola mata yang mulai terlihat berkaca-kaca.     

Baru menutup mata, namun kini sepertinya harus kembali membukanya kembali dan menolehkan kepala ke arah Moli, namun posisi tubuhnya masih tiduran di atas sofa. "Tapi perlu lo inget, Moli. Gue gak pernah maksa lo, gue cuma membantu lo keluar dari pertanyaan di otak lo yang kalau gak di sampaikan pasti masih bakalan terus kepikiran. Selayaknya gue gak maksa lo, lo juga gak bisa paksa gue kalau gak mau cerita apa yang pengen lo tau." balasnya.     

Memang beginilah konsep dekat dengan seorang Bian. Di uji dengan sifat cowok itu yang sangat menyebalkan, namun terkadang bersikap sangatlah baik dan juga mans.     

Moli mengerjapkan kedua bola mata, dan begitulah cara air mata keluar dari kedua kelopak matanya secara bersamaan meluruh ke pipi. Pikirnya, jalan konsep percintaan itu seharusnya memang tidak seperti ini, iya kan? Oh, atau dirinya yang sama sekali tidak tau karena belum pernah memiliki hubungan sebelumnya?     

"Udah ah gue gak mau berantem nantinya. Sekarang yang penting, gue deket sama lo dan begitu pun sebaliknya, Li."     

Melihat Bian yang kembali memejamkan mata bahkan sampai mengubah arah tidur menjadi membelakangi Moli, membuat dirinya seakan tidak mengerti dengan perkataan Bian.     

Hei, bukannya ucapan Bian itu salah dari segi persoalan percintaan, iya kan? Mana ada sistem kerja percintaan yang seperti itu? Tidak pernah ada!     

Kecuali terpaksa …     

Moli menggelengkan kepala dengan perlahan, kehilangan paham dengan Bian. Ia segera menghapus air mata yang membasahi pipi karena ia mengerti kalau ini bukanlah saat yang tepat untuk menangisi keadaan dan masalah percintaan yang semakin membawanya tersesat.     

Paham Bian tidak ingin membahas, Moli kembali membalikkan tubuh untuk menatap buku kembali dan membaca untuk dipahami. Ia berusaha untuk tidak kehilangan titik fokus walaupun sejujurnya ia merasa kehilangan itu.     

Sedangkan Bian? Ia sengaja berbalik badan agar Moli tidak tau bagaimana raut wajahnya yang penuh dengan penyesalan. Ia belum bisa mengatakan pada Moli, ya karena sudah pasti alasannya sangat tidak ingin kehilangan cewek tersebut yang sudah berhasil membuat dirinya merasakan kenyamanan.     

Untuk saat ini, biarkan sifat egois melekat di diri mereka masing-masing.     

Dengan perlahan dan berusaha untuk tidak mengeluarkan suara, kini Bian kembali mengarahkan tubuh ke arah Moli dan melihat punggung cewek itu yang membelakanginya. Ia menatap Moli dengan perasaan yang bersalah. Namun apa boleh buat? Ia tidak bisa melakukan apapun selain menyembunyikan semuanya.     

Dengan perlahan, Bian mulai menutup kedua bola mata karena kali ini beneran merasa kantuk yang menyerang tubuhnya.     

Ada kedua hati yang kini saling membahas tentang kejelasan mereka berdua. Bahkan tak dapat di pungkiri kalau hati Moli merasa gelisah dengan hal satu ini.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.