Elbara : Melts The Coldest Heart

Menangkap Basah Priska



Menangkap Basah Priska

0Kini, Reza dan Mario sudah berada di cafe dengan pakaian casual mereka. Namun siapa yang sangka memang kalau Mario masih memakai sepasang pakaian milik El? Namun bedanya ia memakai outer bomber untuk memperkeren penampilannya.     
0

Mereka memilih duduk di lantai dua cafe karena di sana juga ada live music yang menjadikan suasana di cafe berisi dengan banyaknya orang yang mengobrol dengan tujuan nongkrong bersama teman.     

Reza dan Mario hanya berdua, mereka tentu saja duduk di kursi yang sesuai dengan kapasitas jumlah mereka berdua.     

"Orang pada bawa temen rame banget, apa gak bingung ngobrolnya?" tanya Mario yang mengeluarkan apa yang saat ini dipikirkan.     

Reza menolehkan kepala ke arah yang di maksud oleh Mario, ia melihat perkumpulan yang terdiri mungkin delapan orang karena mereka yang kini menguasai cafe karena memang tempat duduk yang berkapasitas di tempati jumlah orang yang banyak itu berada di tengah-tengah cafe.     

"Ya menurut gue sih seru-seru aja, selagi ada orang kayak kita yang berguna ya mereka pasti gak ngerasa bosen dan kehabisan topik pembicaraan." ucap Reza yang memberikan tanggapan sesuai apa yang dipikirkan juga.     

Menikmati americano coffee dan juga coffee latte, menjadikan mereka merasa ini adalah pergantian malam yang pas karena ada kopi, ada live music, juga suasana yang cukup ramai menjadikan mereka terisi kembali energinya setelah seharian sekolah.     

"Tapi kadang kita berdua aja udah seru, di tambah El kalau dia pengen ikut." ucap Mario lagi.     

Reza menganggukkan kepala, setuju dengan perkataan Mario. "By the way, El kemana? Abis ngobrol di grup tentang kuliah terus pamit tidur, sampai sekarang juga belum liat grup. Dia tidur beneran apa gimana?" tanyanya yang seperti mengeluarkan berbondong-bondong pertanyaan.     

Mario mengambil kentang koreng yang juga di pesan oleh mereka. "Iya dia beneran tidur. Soalnya tadi gue pas emang chatan di grup, itu gue lagi di ruang Tv sama Alvira. Sempet nyamperin El ke kamar, tapi gue gak masuk karena gak sopan kan kalau masuk kamar orang lain tanpa izin." balasnya dengan kelengkapan penjelasan yang cukup rinci.     

"Dia beneran tidur tuh? Tumbenan banget, biasanya kalau ke rumah Nusac , bisa-bisa dia pulang malem." Reza penasaran, sejujurnya ia membahas ini agar pikirannya tidak memikirkan tentang Alvira dan Priska yang seakan rebutan ingin berada di kepalanya untuk di pikirkan.     

"Iya tidur, katanya capek. Gue juga sih ngerasa kalau kaki gue sekarang pegel gara-gara tadi nyari Alvira, tapi gue masih mau enjoy nongkrong."     

"Iya, me too."     

"Halah Reza sok-sokan bahasa Inggris, nilai lo aja kemarin lima puluh."     

Reza yang mendengar itu pun mendengus kecil karena sebal dengan perkataan Mario. "Daripada lo nilainya empat puluh lima." ucapnya yang balik mengejek nilai. Hei, semua yang memulai adalah Mario, jadi menurutnya tidak masalah mengungkit nilai jelek karena beginilah candaan mereka.     

"Iya ya kenapa nilai gue empat puluh lima tapi lo lima puluh, aneh gak sih? Kita kan nyontek sama satu sumber," balas Mario yang membahas sambil menggaruk-garuk kepala karena merasa bingung dengan perbedaan nilai dengan Reza. Ya walaupun hanya beda 5 poin saja, tapi menurutnya sangat teramat merugikan.     

Reza mengingat dimana kala itu terjadi, begitu pula dengan Mario yang mulai mengacak-acak pikirannya untuk mencari jawaban.     

"Oh ini gara-gara lo salah pengartian, Rio." ucap Reza sambil menjentikkan jemari, merasa mendapatkan jawaban dari apa yang mereka bingungkan saat ini.     

Padahal, live music jauh lebih asik. Tapi mereka lebih memilih untuk mengobrol hal random sambil sesekali memasukkan kentang goreng ke dalam mulut untuk di nikmati.     

Mario menaikkan sebelah alisnya, merasa belum mengingat dengan apa yang Reza katakan. "Hah? Yang mana dah? Kok lo gak kasih tau gue, sih? E     

Kan nilai gue jadi lima poin lebih jelek daripada lo." ia masih belum bisa menerima kenyataan.     

Reza mendesis karena gregetan dengan perkataan Mario yang tidak mengingatnya. "Lo bilang arti 'walk' itu berbicara, padahal kan 'walk' itu berjalan." ucapnya yang mengingatkan secara benang merang supaya langsung ke intinya. Ia sambil menikmati tiramisu cake yang mampu menggoyang lidah dengan kenikmatannya.     

Membulatkan mulut karena ingat dengan perkataan Reza, setelah itu Mario tertawa yang seperti sia-sia karena suaranya agak teredam oleh suara live music yang menggema di setiap sudut ruangan.     

"Mana gue tau anjir, udah tau gue bego di mata pelajaran Bahasa Inggris. Udah gitu, kan kata-nya hampir sama. 'Walk' dan 'talk' itu mirip, jadi jangan salahin gue lah." Mario membuat pembelaan kalau dirinya tidak salah dengan penjelasan yang agak wow, sepertinta hanya dirinya sendiri yang mendukung perkataannya.     

Reza terkekeh kecil, lalu menganggukkan kepala. "Iya kan emang bukan salah lo, tapi salah otak lo."     

Mario yang mendengar itu langsung memotek sedikit kentang goreng, setelah itu melemparnya ke arah Reza. "Makan tuh remah-remah kentang goreng, belum pernah ya mulut lo gue kasih sambel?" balasnya dengan sinis.     

Merasa bangga karena berhasil membuat Mario seperti marah, itu bukannya membuat Reza berhenti untuk menjahili cowok itu. "Ih nyampah aja lo, makanan itu di makan dan bukannya buat di lempar-lempar kayak tadi. Cepetan ambil sapu, bersihin." ucapnya sambil menahan tawa.     

"Gila kali lo mau malu-maluin gue, ya? Lagian yang gue lempar ke lo juga cuma ujung kentang goreng, bukan kentang goreng satu piring gue lempar ke arah lo."     

"Cih, sama aja, oneng."     

Reza mencoba untuk meredakan tawa sambil melihat lurus ke arah band yang sedang membawakan live music. Ia menikmati alunan lagu, sampai pada akhirnya, kedua bola matanya melihat ke arah seseorang yang di kenal.     

"Priska?" gumamnya seolah tidak percaya.     

Mendengar gumam Reza yang mungkin samar-samar, namun tidak membuat telinga Mario seperti tuli, ia masih bisa mendengarnya!     

"Dimana Priska? Yang mana? Kok bisa sih dia ada disini?" Lagi dan lagi, pertanyaan berbondong-bondong.     

Reza menaikkan kedua bahu, merasa tidak ambil peduli dengan apa yang dilihatnya saat ini. "Ya bisa aja sih, soalnya kan kita tadi ke rumah gue dulu dan lo nunggu gue mandi. Habis itu, kita ke rumah lo buat lo ambil motor. Jadi, ya sebenernya sih kayaknya nih ya dia duluan yang sampai disini." balasnya yang menjawab kebingungan Mario dengan logikanya.     

Mengangguk-anggukkan kepala dengan perlahan, merasa paham dengan jawaban yang dikatakan oleh Reza. "Tegur atau jangan? Itu dia sama cowok, tapi siapa, ya?"     

"Gue aja gak tau, ngapain lo nanya sama gue? Kayak sia-sia banget lo nanya sama orang yang udah jelas gak tau jawabannya," balas Reza sambil memasukkan kentang goreng ke dalam mulutnya.     

Berkat Reza yang memergoki Priska ada disini, menjadikan Mario terus menerus menatap ke arah cewek tersebut. Untung saja posisi dirinya dan Reza agak terhalang oleh perkumpulan yang sekitar 8 orang di tengah ruang cafe ini, jadi Priska kemungkinan besar juga tidak tertarik menatap ke arahnya saat ini.     

"Dia sama siapa, ya? Gue penasaran dah. Maksudnya, dia keliatan banget kalau udah tertarik sama lo, Za. Tapi kenapa sekarang kayaknya pikiran gue tentang dia tuh salah, iya gak sih?" Mario bertanya seperti ini karena memang di benaknya kebingungan.     

Reza menghembuskan napas. "Urusan dia yang udah mulai tertarik sama gue, ya bagus dong. Gue jadinya gak perlu tuh repot-tepot bikin dia jatuh cinta sama gue pakai effort yang terlalu tinggi." balasnya dengan acuh, ia mengambil americano yang disajikan hangat, lalu menyesapnya sampai kenikmatan kopi menyapa dinding tenggorokkannya.     

Mario menatap Reza dengan aneh, lalu menggelengkan kepalanya. "Gimana kalau dia selingkuh, lo gak mikir, ya?" tanyanya, yang memberikan pertanyaan penuh kewaspadaan.     

"Kalau mau selingkuh, ya selingkuh aja. Urusannya sama gue itu apa? Gue cuma pura-pura gak tau aja, masalah selesai." balas Reza, jawabannya sangatlah santai.     

Mario menepuk kening Reza, lalu membalikkan tangan sampai punggung tangannya menyentuh dahi sang sahabat seolah ia tengah memeriksa suhu tubuh cowok tersebut. "Lo gila ya? Sarap? Sakit? Apa gimana? Yang namanya selingkuh itu gak ada pembenaran, apalagi sampai lo kepikiran buat pura-pura gak tau kayak gitu." ucapnya yang menasehati.     

"Terus mau gimana? Gue labrak dia di sana sama tuh cowok, atau ada cara lain?"     

"Ya seenggaknya samperin lah sana, buat keadaan sedramatis mungkin sampai Priska mohon-mohon sama lo dan janji gak bakalan ngulangin hal yang sama. Terus, nanti dia bakalan buktiin seberapa besar rasa cinta dia ke lo."     

"Ih sinetron banget otak lo, Rio. Gak salah sih seharusnya lo di angkat jadi sutradara film. Kalau perlu ya film Hollywood." ucap Reza sambil menurunkan tangan Mario dari keningnya. Toh ia merasa tidak kenapa-napa, tapi malah di periksa seperti dirinya yang seolah-olah sakit.     

Mario menaikkan kedua bahu, setelah itu mengubah posisi duduknya yang memang tadi sedikit mencodongkan tubuh supaya tangannya terjangkau pada dahi Reza, kini menyandarkan punggung di kepala kursi.     

"Ya kali aja lo mau ngelakuin hal yang gue saranin itu, kan gue juga gak tau pikiran lo sekarang itu kayak gimana."     

Reza menjentikkan jemarinya, seolah mendapatkan ide. "Nah nih gue punya ide yang jauh lebih bagus daripada lo, Rio." ucapnya sambil menaikkan senyuman, ia seakan memiliki rencana yang palimg jahat sedunia.     

"Apaan? Kasih tau dong, penasaran nih pengen tau cara main lo." balas Mario yang penasaran dengan ide yang di maksud oleh Reza.     

Reza merogoh ponsel di dalam saku celananya, setelah itu beralih ke aplikasi bertukar pesan dan masuk ke dalam ruang pesan dirinya dengan Priska.     

"Gue mau telpon Priska, kita liat aja di jawab atau cuma di diemin seolah-olah gak mau angkat."     

Senyuman miring pun tampak di permukaan wajah Reza, kini ia cukup bermain manis saja. Lagipula, kalau memang Priska beneran selingkuh, ia sama sekali tidak peduli. Karena apa? Ya karena kan dari awal memang tidak ada perasaan apapun dari Reza untuk Priska, memang kenyataan sejahat itu.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.