Elbara : Melts The Coldest Heart

Kenapa Tidak Jujur?



Kenapa Tidak Jujur?

0"Udah sana samperin. Dia kan cewek lo, masa harus gue-gue juga yang samperin dia? Lan aneh nanti malah gue yang nangkep basah Priska,"     
0

Kedua tangan Mario berada di atas meja, tengah melipat-lipat sudut tisu karena merasa ini adalah hal yang bisa mengusir kebosanan yang bersarang ditubuhnya.     

Reza menaikkan sebelah alis. "Ya tapi kan lo sahabat gue. Ya wajar aja lah mergokin pacar sahabatnya yang jalan sama cowok, emang kedengerannya aneh apa gimana?" tanyanya dengan heran, masih setia memakani kentang goreng yang memang tidak terlalu giat kereka makan.     

"Lah ogah banget, yang ada nanti gue malah maki-maki mereka berdua. Lagian cewek lo genit banget dah, udah ada lo masih aja sama cowok lain." balas Mario sambil menggelengkan kepala tidak habis pikir. Sejauh ini, Mario tidak pernah tau kalau Priska tetap aktif hang-out bersama cowok walaupun sering kali mengaku hanya ingin El yang satu-satunya cowok yang dia inginkan.     

Reza menghembuskan napas. Kalau belum menuruti perkataan Mario, pasti sahabatnya itu akan bawel setengah mati. "Ya udah gue pergoki Priska sesuai sama apa yang disarankan lo, tapi lo juga ikut ya sama gue buat nyamperin mereka kesana, gimana?" ucapnya yang pada akhirnya memutuskan, namun memiliki syarat.     

Sebenarnya sih malas karena Mario masih ingin menggulung-gulung tisu yang berada di tangannya, namun saat ini ia menghembuskan napas dengan perlahan karena sepertinya juga perasaan bosan sudah menguasai tubuhnya.     

"Ya udah ayo, tapi kalau udah tau cewek lo sama siapa, lo ajakin gelud, berani gak?" balas Mario yang mengatakan perkataannya sambil menarik senyuman miring.     

Mendengar permintaan Mario yang semakin mengada-ngada membuat Reza menatap sahabatnya dengan tatapan seperti 'Jangan banyak syarat, anjir!' Kan memang awalnya ia tidak ingin tau dan muncul-lan perkataan Mario yang mendorong.     

"Gak gak, gue gak mau ambil resiko dan berantem cuma gara-gara Priska yang masih banyak bisa di gantiin posisinya sama cewek-cewek lain di luaran sana." balas Reza sambil memutar kedua bola mata, tidak peduli juga sih kalau nantinya mereka putus. Namun sebagian hatinya berbisik kalau putus pasti hadiah Mario untuknya akan hangus, dan lagi pasti ia juga mendapatkan tatapan sinis dari El karena telah menggagalkan rencana.     

Mario yang mendengarkan ucapan Reza pun terkekeh, memang hati sahabatnya ini telah keras seperti batu karena memang tidak memiliki toleransi lagi untuk Priska. "Haha, kalau ngomong jangan terlalu jujur. Ayo dah nih samperin, gue juga penasaran siapa orangnya. Di telepon gak di angkat, mungkin pura-pura gak tau kali ya? Atau emang tau tapi lebih milih buat gak di jawab?"     

Reza menaikkan kedua bahu. "Au dah, gak peduli juga. Ini juga gue kan mau nyamperin dia karena di suruh sama lo. Kalau gak juga gue gak peduli, duduk tenang aja disini sambil nikmatin musik."     

Mendengar ucapan Reza yang terlewat santai menjadikan Mario hanya mendengus. Setelah itu, ia beranjak dari duduknya. "Bawa semua barang-barang lo, hp, bungkus rokok, korek, semuanya jangan ketinggalan. Kan nanti nyangkanya petugas cafe udah gak ada orang lagi yang nempatin,"     

"Oke oke bawel." balas Reza, ia memasukkan semua barang-barang ke dalam weist bag yang memang sedaritadi menyilang di tubuhnya. "Dah, ayo." sambungnya yang merasa barang-barangnya sudah tidak ada yang ketinggalan.     

Mario menganggukkan kepala. Ia lebih dulu meneliti ke arah yang ingin di tuju, dan tujuannya itu tampak mengobrol dengan seru terbukti gerakan Priska yang terlihat tertawa walaupun tidak terbahak-bahak.     

Reza masih memperhatikan Mario dari samping, ia memang menunggu aba-aba dari sahabatnya untuk melangkah maju. Perasaan penasaran juga tiba-tiba bersarang di hatinya. Lalu, untuk apa kehadirannya di rumah Priska? sedangkan setelah kepulangannya dari sana, cewek itu langsung pergi lagi dengan cowok lain? Kenapa tidak mengajaknya nongkrong, daripada tadi beberapa jam hanya duduk di sofa dan tidak melakukan hal yang menyenangkan yang biasa di lakukan oleh orang yang berpacaran.     

"Ini jadi samperin mereka apa gak? Banyak omong lo Rio, ih gregetan gue."     

Pada akhirnya, Mario menganggukkan kepala dan berjalan ke arah dimana Priska berada bersama dengan cowok yang belum terlihat wajahnya.     

Reza sih hanya berjalan dengan pelan, ia tidak benar-benar memiliki nia untuk menghampiri Priska. Dan ya, ia juga berjalan mengekor di belakang Mario, mengikuti setiap langkah kaki sahabatnya yang memang mendahului jalan.     

Terlihat wajah Priska dengan jelas yang kemungkinan saja belum tersadar kalau ada dua orang yang tengah berjalan ke arahnya, ingin menangkap basah karena memang kebetulan tengah berada di tempat yang sama.     

"Ekhem." Mario sampai lebih dulu, dan bersandar di sandaran kursi cowok yang membelakangi mereka.     

Reza dengan wajah yang malas dan tak berminat pun menghentikan langkah tepat di samping Mario, namun ia kini menyilangkan kedua tangan di depan dada sambil menatap ke arah Priska dengan tatapan yang penuh dengan intimidasi. "Itu siapa?" tanyanya langsung to the point.     

Tanpa banyak pikir, Mario pun langsung mencodongkan tubuh untuk menatap cowok di sampingnya yang tengah duduk manis. "Oh ini si Ucup, Za. Emangnya siapa lagi yang mau hangout berdua sama Priska kecuali dia?" ucapnya sambil kembali menegakkan tubuhnya.     

Mendengar itu, menjadikan Reza mendengus. "Ayo udah mending pindah tempat nongkrong, udah males banget kalau ngurus masalah mereka berdua." ucapnya yang begitu mendengar apa yang dikatakan oleh Mario mengenai cowok tersebut adalah Bian, menjadikan dirinya merasa kalau tidak perlu membahas hal ini.     

Mario menggelengkan kepala dengan perlahan. "Ayoluh, selingkuh kan lo di belakang Reza?" tanyanya pada Priska, menatap cewek tersebut seperti dengan tatapan yang penuh mengintrogasi.     

Priska tentu saja terkejut dengan kedatangan Reza dan Mario, begitu juga dengan Bian namun cowok satu ini lebih memilih untuk mengatur keterkejutannya dan bahkan kini raut wajahnya sudah berubah menjadi biasa saja. "Selingkuh? Gue selingkuh sama Bian? Pikir-pikir lagi deh lo," balasnya. Namun tak ayal, kini ia menatap Reza dengan sorot mata yang takut.     

Reza menghembuskan napasnya dengan perlahan. "Udahlah, Rio. Kan emang gak ada gunanya juga, terserah Priska mau ngapain juga mungkin kan dia gak nganggep gue kayak pacar." balasnya, yang memang sengaja berkata seperti ini supaya Priska sadar dengan apa yang dikatakan olehnya.     

Priska yang mendengar itu pun langsung menggelengkan kepala, menangkis perkataan Reza mengenai ia yang tidak menganggap cowok itu sebagai pacar. "Gak, emangnya siapa yang anggep lo gak kayak pacar? Gue anggep lo kayak pacar kok," balasnya dengan panik setelah itu beranjak dari duduknya.     

Mario hanya menyimak, setelah itu duduk di kursi milik Priska dan menatap Bian dengan tajam.     

Sedangkan Reza kini langsung saja membawa Priska pergi menuju ke kursinya tadi bersama dengan Mario. Untung saja, kursi mereka masih kosong karena ia lupa membalikkan tanda meja kalau tempat duduk mereka masuh di tempati.     

"Duduk." Reza memiliki ide untuk membuat Priska yang bucin kepadanya, bukan sebaliknya seperti apa yang dikatakan oleh Mario mengenai dirinya yang bakalan jatuh hati dengan cewek yang kini sudah duduk di seberangnya.     

Priska menatap Reza dengan sorot yang layu, setelah itu menghembuskan napas karena memang merasa bersalah dengan apa yang dilakukan. "Sorry ya gue jalan sama Bian tapi gak bilang-bilang lo, seharusnya kan gue kabarin lo. Tapi yaudah, mumpung gue ketauan, gue mau minta maaf." ucapnya yang lebih dulu membuka percakapan karena selama hampir satu menit hanya diam-diaman saja.     

Reza menaikkan sebelah alis, lalu menghembuskan napasnya. "Ya kalau gak ketauan gue, maksud lo, lo gak bakalan minta maaf? Atau mungkin gak jujur sama gue, gitu?" tanyanya yang meminta lebih jelas lagi mengenai apa yang diucapkan oleh cewek tersebut.     

Menggelengkan kepala, Priska merasa kalau sepertinya apa yang ditangkap oleh Reza dari perkataannya itu adalah sebuah kesalahan. "Enggak, gak gitu ih. Lo mah terlalu nyimpulin apa-apa sendiri, gue jadinya gak enak sama lo."     

"Ya terus apaan maksud lo? Selayaknya gue yang udah gak deket sama Alvira, gue jaga hati lo, Ka. Ya kali lo gak bisa berkabar doang? Gue aja izinin lo buat jalan sama tuh bocah." balasnya. Ia hanya meminta penghargaan dari apa yang telah ia lakukan untuk cewek tersebut, semacam timbal balik yang biasa orang pacaran lakukan.     

Priska menatap Reza dengan serius. Ia ingin sekali melakukan pembelaan, namun yang ia lakukan malah menghembuskan napas dengan pasrah. "Ya gimana, lo tau sendiri kan emang gue udah deket sama Bian sebelum lo. Mau gimana emang? Kalau masalah izin, next gue bakalan izin kok sama lo, maafin gue banget ya." balasnya.     

"Maaf doang? Janji dan pembuktian gak ada?"     

"Iya iya gue janji bakalan hubungin lo kalau mau kemana-mana, tenang aja."     

"Jangan nyepelein dong, lo selalu aja bilang kayak gitu seolah-olah lo mampu ngasih kabar ke gue yang padahal lo aja gak mampu ngasih kabar."     

Priska menelan saliva dengan susah payah, setelah itu menghembuskan napas dengan perlahan. "Iya maaf lagi dan lagi gue salah, kan udah minta maaf tapi seolah-olah lo nyalahin dan nyudutin gue banget sih kenapa?"     

"Ya dari awal lo salah, kenapa juga jalan sama Bian tapi gak berkabar sama gue? Udah gitu lo kayak ngerasa gak bersalah sama sekali, minta maaf seenak lo kayak gak ada ketulusan dari apa yang lo ucapin. Gue bukan gak mau maafin lo, cara minta maaf lo aja salah."     

"Terus gue harus berlutut sambil nyium telapak kaki lo apa gimana nih, Za?"     

Reza menatap Priska sambil menggelengkan kepala dengan perlahan. Sifat keras kepala cewek tersebut memang tidak ada yang bisa menandingi, sungguh sangat keras dan tidak ada bantahan yang bisa menandingi.     

Karena merasa sudah tidak ada urusan lagi dan tidak ingin membicarakan ini lebih lanjut seakan-akan perkataannya sia-sia, menjadikan Reza langsung beranjak dari duduk dan meninggalkan Priska tanpa berkata-kata.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.