Elbara : Melts The Coldest Heart

Begadang Pikiran Bercabang



Begadang Pikiran Bercabang

0Keesokan paginya …     
0

Alvira mengerjapkan kedua bola mata karena merasa memang dirinya kini harus terbangun. Cahaya dari terangnya lampu adalah satu-satunya alasan yang membuatnya kini terbangun. Ah tidak, bukan itu saja sih alasannya. Belum lagi, ia teringat tidur tidak di tempat kamarnya.     

Dan terakhir kali ia ingat, dirinya tengah menangis.     

Pada akhirnya, Alvira sudah sepenuhnya membuka mata. Melihat ke arah jam dinding pun menjadikan dirinya tau kalau ini masih pagi-pagi buta, jam masih menunjukkan pukul empat dini hari.     

Yang sebagai pertanda, Alvira bangun lebih awal daripada biasanya yang bangun jam setengah enam pagi.     

"Hoam…" Alvira pun merasa kantuk yang masih menyerang. Namun entah mengapa, kini ia lebih memilih untuk nengubah posisi tiduran menjadi duduk dan bersender di kepala kasur.     

Alvira meraba-raba kelopak matanya yang ternyata masih sembab, menjadikan ia menghela napas.     

Beralih mengambil gelas yang berada di atas laci menjadikan dirinya langsung meneguk air mineral tersebut untuk membasahi dinding tenggorokkan yang terasa kering.     

"Ah…" ucapnya yang merasa lega, lalu kembali meletakkan gelas seperti awalnya.     

Alvira tidak bingung lagi jika El tidak berada bersamanya, di kamar ini. Mereka memang sudah membuat kesepakatan seperti itu semenjak El memasuki masa-masa SMP.     

Seperti kebanyakan manusia pada umumnya, Alvira kini beralih untuk meraih ponsel yang tadi malam di gunakkan untuk menunjukkan foto menyesakkan pada El. Foto yang berhasil membuat pertahanannya meluruh di saat itu juga, sangat menyesakkan.     

Seperti tampilan tadi malam, ternyata ponselnya masih memperlihatkan betapa romantisnya seorang Reza dan juga Priska di waktu yang sama, seolah mereka berdua tengah menebar kasih.     

Sebenarnya, apa yang terjadi malam tadi? Ada apa dengan Reza dan Priska? Belum lagi, mereka berdua menebar foto romantis di publik. Apa memang cinta mereka sudah se-serius itu?     

Memijat pangkal hidung sambil mengeluarkan tampilan foto tersebut dari ponselnya, Alvira beralih melihat aplikasi bertukar pesan.     

Kini, ia melihat banyak sekali chat dari beberapa teman —teman yang menurutnya tidak terlalu dekat, namun mereka saling mengenal—, yang membahas mengenai foto Reza dan Priska. Ayolah, satu sekolah juga paham kalau Reza adalah milik Alvira dan begitu sebaliknya. Namun kini, keadaannya memang berubah dan makanya banyak yang mengadukan hal itu pada dirinya.     

Tidak ingin mengingat hal yang membuatnya sakit kepala, lebih baik kini mencari hal untuk membangun suasana hati.     

Chat dari Mario yang paling membuat dirinya penasaran. Jemari lentik Alvira mulai membuka ruang pesan bersama dengan cowok tersebut.     

| ruang pesan |     

Mario     

Lo gak kenapa-napa, kan? Postingan Priska yang sama Reza itu no edit,     

Mario     

Itu semuanya perihal Priska yang mau peluk Reza tapi di suruh foto sama Bian,     

Mario     

Reza oke-oke aja, kirain dia gak balal di post. Tapi ternyata malah di post sama Priska, sorry ya.     

Saat membaca pesan Mario, tentu saja sebelah alis Alvira terangkat. Ia tidak mengerti dengan semua ini, dan lagi kenapa Mario yang meminta maaf?     

Alvira     

Kok Kakak yang minta maaf sama aku? Malah dengan senang hati juga ngelesain semuanya sama aku, kan yang seharusnya begitu Reza ke aku.     

Read     

"Loh? Cepet banget Kak Mario ngebaca pesan dari aku? Apa dia gak tidur apa gimana?" tanya Alvira terheran-heran pada diri sendiri. Namun tak ayal, ia juga tidak keluar dari ruang pesan bersama Mario.     

Mario     

Lo tau sendiri kalau Reza lagi mati-matian jauhin lo. Dia gak mau ngejelasin ini juga minta maaf karena kan dia mikir lo bukan siapa-siapa, yang spesial itu kan Priska, bagi dia.     

Pesan dari Mario sangat menampar, sepertinya menjadikan Alvira mau tidak mau memang sadar pada kenyataannya.     

Alvira     

Oh ya udah, aku juga gak kenapa-napa kok. Gak butuh penjelasan apapun, kan sekarang emang suka-suka Reza aja mau gimana. Aku udah gak ngurusin,     

Mario     

Masa? Bukannya lo nangis? Tadi malem, El chat gue sama Reza di grup. Dia marahin kita berdua gara-gara post gituan yang padahal gue sama Reza gak tau apa-apa     

Itu adalah hal yang biasa El lakukan, maupun kepada sahabatnya sekaligus kalau sudah membuat Alvira menangis. Mungkin sebenarnya El hanya meminta kejelasan, namun mungkin suasananya berubah menjadi mengintimidasi.     

Mario     

Coba lo cek chat dari Reza, ada atau gak? Soalnya El nyuruh dia minta maaf ke lo,     

Karena mengingat apa yang dikatakan oleh El kepadanya, entah mengapa saat ini nama 'Reza' bukanlah suatu hal yang dapat dirinta puja-puja seperti sebelumnya.     

Dengan refleks, Alvira menggelengkan kepala seolah-olah sosok yang menjadi lawan bicara ada di hadapannya saat ini.     

Alvira     

Gak deh, aku males ngecek. Gak penting juga, udah gak ada perasaan apa-apa lagi.     

Sekalinya Alvira mengatakan hal itu, maka ia akan mewujudkan perkataannya tanpa banyak basa-basi. Ia akan benar-benar tidak peduli dengan tindakan Reza dan Priska, apapun itu.     

Mario     

Lo beneran gak kenapa-napa? Gue takut di amuk sama El lagi kalau tau lo bakalan se-sakit itu,     

Alvira termenung lebih dulu. Memikirkan malam tadi adalah puncak paling sakit yang pernah ia rasakan, lalu tersenyum miring sambil mendengus.     

Alvira     

Gak udah di bahas lagi, Kak. Aku mau siap-siap peralatan sekolah sama yang lainnya, bye!     

| ruang pesan berakhir |     

Tanpa berlama-lama lagi, Alvira segera keluar dari ruang pesan bersama dengan Mario tanpa menunggu apa yang menjadi jawaban oleh cowok tersebut.     

Ia memilih untuk membereskan buku-buku ke dalam tas sesuai mata pelajaran hari ini, mandi, dan terakhir memilih untuk membuat sarapan daripada terus-menerus larut dalam kesedihan yang melanda.     

…     

Semalaman Reza tidak bisa tertidur. Ia nyaris satu malam menghabiskan satu bungkus rokok kalau saat ini tidak ada Mario yang menamparnya dengan sengaja supaya ia sadar dengan tindakannya yang memang dapat merusak paru-paru dengan cepat.     

"Tidur, oneng." ucap Mario sambil menyandarkan tubuh pada dinding kamar Reza. Ia menyilangkan kedua tangan di depan dada.     

Reza yang mendengar itu pun menaikkan sebelah alisnya, merasa kalau kemungkinan besar Mario telah mengigau. "Lo gak salah nyuruh gue tidur dan ini udah jam empat pagi? Yang ada gue bolos sekolah karena ketiduran," balasnya yang sedikit kesal karena saran sahabatnya itu seperti tidak memiliki arti.     

Mario tertawa dengan wajah yang seperti tanpa dosa. Ia kini tengah menyandar di dinding sambil memakan camilan, memang tiada henti. "Ya emangnya kenapa? Nanti jam enam gue bangunin lo, lumayan kan tidur dua jam sebelum sekolah." balasnya.     

"Ya enak sih kalau lo gak ketiduran, beda ceritanya lagi kalau lo ketiduran kayak waktu itu, untung aja gak telat." ucap Reza yang sambil mengingatkan ke kejadian lalu-lalu.     

Mario hanya terkekeh kecil saja.     

Kepala Reza di penuhi dengan pemikiran Alvira. Namun apa yang dirinya lakukan untuk mengahalau pemikiran tersebut? Tidak ada. Yang ia lalukan janya begadang seperti orang yang tersesat di dalam pikirannya sendiri.     

"Dia bales apa ke lo? Kok chat lo di bales, tapi dia gak bales chatan gue?" tanya Reza sambil mengacak-acak jambulnya karena merasa sangat bingung dengan kondisi sekarang.     

Mario menatap Reza, lalu menaikkan kedua bahu. "Mana gue tau kenapa dia gak bales lo, tapi ini sih dia bilang kalau dia males cek chatan lo terus udah gak peduli dan gak punya perasaan apa-apa lagi." jawabnya yang menjelaskan sesuai dengan apa yang dikatakan Alvira di dalam chatan mereka. Tidak mengurangi atau melebihi cerita.     

Reza yang mendengar itu tentu saja tersentak, agak tidak percaya dengan pengakuan langsung Alvira yang menurutnya… tidak mungkin.     

"Kok bisa dia bilang gue gak penting? Dia sampai bilang udah hilang perasaan gt buat gue," ia berkata dengan terbingung-bingung.     

Mario yang kini ikutan bingung dengan pertanyaan Reza. "Lo konyol apa gimana dah? Ya dia bisa bilang kayak gitu karena kan perlakuan lo ke dia juga udah pait banget, emangnya kenapa kalau semisalnya dia juga bilang hal serupa sama kayak tindakan lo yang sekarang? Bukannya itu bukan salah dia, ya? Wajar, kan?" balasnya yang menyesuaikan dengan kenyataan.     

Mendengar perkataan Mario yang sangat panjang seperti itu, tentu saja menjadikan Reza berpikir betapa egois dirinya. Ia mengubah sifat serta perlakuan pada Alvira, namun ia merasa tidak rela jika Alvira berperilaku sepertinya yang menganggap ketidakhadiran satu sama lain.     

"Sekarang lo baru mikir, kan? Kemarin-marin lo kemana aja? Kesel gue," ucap Mario lagi. Kini, ia mengambil soda kalengan yang dingin lalu meneguknya dengan perlahan.     

Reza mengambil napas panjang, setelah itu menghembuskannya dengan perlahan-lahan. "Gue harus gimana? Pengen banget balik ke Alvira, tapi gue juga mau ungkap kebusukan nenek lampir yang emnag udah ngerugiin banyak orang. Selama ini gak pernah ada yang speak up tentang perlakuan Priska, sampai pada akhirnya udah separah itu. Disty juga belum kasih aba-aba apapun, rekaman CCTV di hari itu juga ilang."     

"Gue juga tau kalau itu semua kerjaan Priska, tapi kan kita butuh bukti nyata dan bukan cuma omongan aja yang pasti orang-orang gak bakalan percaya." sambung Reza yang tidak bisa mengatakan seluruh perkataannya yang panjang itu hanya dengan satu tarikan napas.     

Setuju sekali dengan apa yang Reza katakan. Ini adalah tugas Reza yang paling berat di rencana mereka, berani mengorbankan hati yang tidak selaras kepada Priska. Makanya, saat awal rencana itu sebenarnya El-lah yang menyuruhnya untuk berpacaran dengan Priska. Namun tau sendiri kalau Mario di gabung dengan Priska, kan? Mereka seolah-olah tidak menunjukkan perdamaian.     

"Kayaknya kita perlu kasih keuntungan bagi Disy deh, soalnya dia sampai sekarang kayak gak bongkar apapun ke kita selain persoalan tentang Bian yang nabrak El." ucap Mario.     

"Kan kita udah kasih dia ancaman, dan kalau semisalnya dia keras kepala dan ngasih tau semuanya tentang kita. Ya gampang, kita juga bongkar balik dan bilang ke Priska kalau dia udah bocorin rahasia." balas Reza.     

Mereka berdua, begadang dengan pikiran yang bercabang. Urusan rencana mereka sih selalu memiliki jalan keluar, namun urusan hati itu adalah hal yang tersulit.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.