Elbara : Melts The Coldest Heart

Menjadi Pribadi yang Lebih Baik



Menjadi Pribadi yang Lebih Baik

0Ke sekolah dengan wajah yang seperti menahan kantuk sepertinya adalah ujuan terberat baku Reza dan Mario.     
0

Mereka sudah sampai di sekolah, dan kini berada di parkiran motor masing-masing tanpa berniat untuk turun dari sana. Malah saat ini, mereka saling tatap-tatapan.     

"Ke kelas duluan sana, gue mau tidur di atas motor." ucap Mario sambil menguap kantuk, tak lupa menutup mulutnya yang terbuka lebar.     

Reza menaikkan sebelah alisnya, merasa kalau Mario sepertinya pantas untuk di pukul karena malah ingin tidur di atas motor. "Ciri-ciri anak bodoh. Ya kalau mau tidur ayo di kelas, ngapain lo tidur di atas motor?" balasnya, lalu dengan cepat langsung turun dari motor untuk menghampiri sahabatnya yang satu itu.     

"Mager gue jalannya, jauh kan jarak parkiran ke kelas. Keburu gue ketiduran di koridor." ucap Mario yang nada bicaranya pun terdengar merengek.     

Mau tidak mau, saat ini Reza menarik jaket Mario dengan cukup kuat, namun tidak terlalu bertenaga karena takutnya sobek atau ada cacat lainnya.     

"Ayo cepetan, Mario! Jangan sampai lo ya dari sini gue seret lo ke kelas," ucap Reza yang mau tidak mau mengancam seperti itu.     

Mario meringis sambil menarik jaketnya yang di tarik-tarik juga oleh Reza. Tatapannya terlihat sinis dan nyalang, menjadikan ia mau tidak kau menuruti perintah sahabatnya. "Nyesel gue begadang di hari sekolah," gumamnya sambil lagi-lagi menguap kantuk karena memang begadang memberikan efek kantuk yang sangat apalagi saat ini kedua matanya terlihat sangat sayu.     

Reza melepaskan tangan dari baju Mario saat cowok tersebut sudah turun dari motor walaupun dengan keterpaksaan. "Ayo cepetan ke kelas, mumpung kita dateng pagi-pagi jadi bisa tidur dulu." ucapnya.     

Mereka kini mulai berjalan dan memasuki koridor. Belum banyak murid yang datang, bahkan masih biaa terlihat dengan jelas kalau langit saja masih gelap pertanda sepagi apa mereka datang untuk ukuran anak sekolahan.     

"Ini semua gara-gara lo, Za. Coba aja gue gak ikut ajakan gila lo buat begadang, gue gak bakalan layu." ucap Mario yang mendumal. Ia membuka kedua bola mata dengan bantuan tangannya agar tidak tertutup sebelum sampai di tempat tujuan.     

Reza menganggukkan kepala, memang mengakui kesalahan karena ini adalah rencananya, 100%. "Iya sorry banget. Ya kan gue gak bisa tidur, Rio. Terus pas gue ajakin juga lo ayo-ayo aja sama ajakan gue, terus gimana? Masih salah gue?" balasnya sambil menghembuskan napas dengan perlahan.     

Menghiraukan perkataan Reza karena kali ini yang Mario lakukan adalah cara bertahan agar tidak mengantuk, ia pada akhirnya berjalan lebih cepat daripada Reza yang tampak juga mengantuk namun tidak seheboh dirinya. "Ayo cepetan, Za." ucapnya yang memang tidak sabaran.     

Reza sih hanya mengekor, namun tetap menyamakan langkah dengan sahabatnya yang satu itu. "Lo mau ngapain sih buru-buru amat dah?" Ia malah bertanya seperti ini, memang sekaligus berniat untuk membuat Mario kesal dengan pertanyaan yang tidak berbobot darinya.     

"Gila ya lo? Atau emang lo agak bolot apa gimana? Gue ngantuk, Za. Jangan sampai ya gue dorong lo biar nyebur ke got sekolahan," balas Mario dengan kesal bahkan kini mulutnya benar-benar mendumal kasar dengan langkah kaki yang dibuat sekuat mungkin menopang tubuhnya yang memang seperti lemah.     

Reza sih hanya tertawa sebagai tanggapan. Ia tidak ingin terlihat terlalu mengantuk seperti Mario.     

Mario yang biasanya begadang jika besoknya hari libur, maka di hari selanjutnya ia akan terbangun siang. Kan kalau begadang di hari sekolah seperti ini, tidur saja tidak bisa.     

Pada akhirnya, mereka berdua sampai di kelas dengan perasaan Mario yang lega bahkan kini mengelus dada pertanda bersyukur yang pada akhirnya sampai juga.     

Mereka beruda memasuki kelas, terhitung hanya ada beberapa murid saja. Ah ya, Reza dan Mario juga mengumpat kasar di kala melihat sosok Priska and the genk di pagi-pagi buta seperti ini.     

"Sialan, nenek lampir jam segini udah dateng." umpat Mario yang rasanya ingin mengamuk. Namun, ia tidak menggrubris dan segera duduk di kursi miliknya. Tak lupa mencopot tas, setelah itu menjadikan tas sebagai bantal bersandar untuk kepalanya yang kini telah di sandarkan pada meja dan memilih untuk memejamkan kedua bola mata tanpa basa-basi lagi.     

Menghembuskan nepas dengan perlahan, Reza juga sudah duduk di kursinya dan saat ini menatap Mario yang sudah tumbang bahkan kemungkinan sudah masuk ke dalam mimpi. Ia juga ingin melakukan hal yang sama seperti Mario.     

Namun, baru saja ingin menenggelamkan kepala di lipatan tangan pada atas meja, seseorang memanggilnya.     

"Reza! Psttttt,"     

Reza tau siapa sang pemilik suara. Ia tidak ingin mengindahkan, dan baru saja ingin menenggelamkan kepala untuk yang kedua kalinya, suara itu pun kembali terdengar.     

"Reza! Ini loh gue panggil, masa gak denger?"     

Suara itu terdengar lagi. Ia sungguh marah, kesal, dan juga malu dengan tindakan cewek tersebut yang sangat memalukan. Walupun hanya rangkulan biasa yang agak menempel di dada bidangnya, namun ia risih jika cewek tersebut memposting tanpa izin apapun darinya.     

Bahkan, saat tadi ia berjalan di koridor, rasanya semua orang memperhatikan ke arahnya dengan sangat seolah-olah memang dirinya menjadi topik pembicaraan yang paling hangat.     

"Jangan ajak ngomong gue, Ka. Gue ngantuk, gak punya waktu sama orang yang gak tau perizinan kayak lo."     

Di sisi lain …     

Priska menatap Reza yang lesu. Ia hanya ingin tau apa yamg tengah terjadi pada cowok itu, pasalnya pagi-pagi Reza dan Mario langsung menelungkupkan kepala di lipatan tangan pada meja. Bahkan, tidak ada keceriaan atau seperti hal-hal receh yang mengundang tawa.     

Pada akhirnya, Priska pun memanggil-manggil sosok tersebut sebanyak dua kali karena merasa tidak pantas untuk menyampar karena ia merasa memiliki kesalahan kepada cowok tersebut. Makanya, ia tidak berani dan lebih memilih untuk memanggil dari tempatnya.     

Namun tebak apa yang Priska dapatkan dari tindakannya yang memanggil-manggil Reza?     

"Jangan ajak ngomong gue, Ka. Gue ngantuk, gak punya waktu sama orang yang gak tau perizinan kayak lo."     

Ya, jawaban Reza yang terdengar sangatlah ketus seperti enggan menganggapi lebih lanjut.     

Dan kini, yang Priska lihat adalah sosok Reza yang sudah tertidur seperti Mario yang sepertinya sudah lebih dulu masuk ke dalam dunia mimpi.     

Napas Priska tercekat, namun hanya sebentar. Lalu, yang ia lakukan adalah membuant napasnya dengan perlahan dan teratur agar rasa sesak itu sama sekali tidak bersarang di dalam hatinya.     

"Gila, sakitnya bukan main."     

Mendengar tanggapan Disty yang seperti itu langsung saja membuat Priska menatap cewek yang saat ini telah menggeleng-gelengkan kepala dengan perlahan. Mungkin kasihan melihat dirinya yang di perlakukan seperti itu pada sang pacar?     

Priska menekuk senyuman, lau menopang kepala dengan telapak tangan kanan. "Gue harus gimana sih? Gue udah minta maaf sama dia, tapi di cuekin." ucapnya yang mulai bercerita tentang apa yang dirinya rasakan saat ini.     

Nika lagi dan lagi fokus bermain game pou di dalam ponselnya, tengah bermain mobil-mobilan sambil mendapatkan buah serta bensin supaya mobilnya tetap masih bisa berjalan.     

Kini, yang Priska pusatkan perhatiannya hanya kepada Disty saja.     

Mendengar Priska yang akhirnya mengutarakan perasaan menjadikan Disty menghembuskan napas, lalu membuang napasnya seolah-olah pasrah. "Ya menurut gue pribadi sih itu postingan lo sama Reza masih pose yang wajar kok, bahkan ada pasangan yang pelukan beneran tapi di post dan biasa aja liatnya. Ini kan lo cuma rangkulan, tapi mungkin Reza gak suka dan lebih baik seharusnya lo izin post sama dia." balasnya yang tentu tidak ingin terlihat membela satu pihak. Menurutnya, setiap kepribadian memiliki kesalahan yang memang harus di pahami satu dengan yang lainnya.     

Mendengar penjelasan Disty yang menurut Priska sangat masuk akal pun menjadikan dirinya berpikir untuk kedua kalinya. "Berarti buat selanjutnya, kalau semisalnya gue mau post foto sama Reza itu harus ijin?" tanyanya sambil menaikkan sebelah alis, ia juga meminta pendapat mengenai hal ini.     

Menganggukkan kepala, Disty seperti pakar cinta rasanya padahal statusnya saat ini adalah jomblo. "Iya, kan dia selalu berusaha bikin lo nyaman. Sekarang gantian, lo harus bisa juga bikin Reza nyaman buat pacaran sama lo."     

"Sumpah, dulu pas gue mencintai El, ya gue sebatas sayang aja gitu. Gak, gue gak pernah mikir hal-hal yang merepotkan kayak gini. Ternyata pacaran itu ribet banget, ya?"     

"Iya ribet, karena lo juga ribet, Priska."     

"Lah kok lo jadi nyalahin gue sih?"     

Mendengar pertanyaan seperti itu dari Priska menjadikan Disty menatap cewek tersebut dengan serius. "Lo selalu jadiin Reza kayak.. apa ya bahasanya? Pokoknya kayak bukan pacar. Mungkin Reza juga cara pacarannya gak seagresif lo, yang pasti lo kan yang minta foto pakai pose kayak begitu?" ucapnya yang seperti mencari klarifikasi.     

Menganggukkan kepala seperti tidak memiliki dosa, setelah itu Priska terkekeh. "Ya emangnya kenapa? Gak boleh?" tanyanya, kebingungan.     

Ia hanya tau mengenai kebebasan di saat mencintai El, ya karena cowok itu tidak memiliki timbal balik perasaan untuknya. Namun kini, ia merasa memiliki hubungan yang memang benar-benar di jalankan oleh dua hati yang saling bertautan satu sama lain.     

Disty menepuk pelan keningnya, sedikit pusing dengan perilaku Priska. "Makanya kemarin-marin lo jangan cuma stuck sama satu orang doang, oneng. Bikin pengalaman cinta baru, lo terlalu ngejar-ngejar sih makanya gak tau gimana sistem pacaran."     

"Tau, tapi terakhir gue pacaran pas SMP dan itu juga gue gak serius. Ya jadi, dulu gue pacaran semaunya gitu." balas Priska sambil menaikkan kedua bahunya.     

"Nah sekarang giliran waktunya lo pacaran yang serius dan tau semua aturan dan gimana perlakuan saat berpacaran. Gue bilang begini ke lo, biar kedepannya lo bisa jadi pribadi yang lebih baik lagi."     

Priska hanya menganggukkan kepala, namun menyerap dengan serius apa yang menjadi masehat dari sahabatnya yang satu itu.     

"Yah sialan, pou gue mati!"     

Tiba-tiba suara melengking Nika yang memekik pun terdengar sangat kesal.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.