Elbara : Melts The Coldest Heart

Undangan Tanpa Alasan



Undangan Tanpa Alasan

0Di percepat, jam istirahat …     
0

"Lo berdua yakin gak mau ikut ke perpustakaan?"     

El kembali menanyakan hal ini karena nanti pasti Reza dan Mario akan menyusul, mungkin? Ia melihat kedua sahabatnya itu yang masih dengan nikmat makan. Boleh saja mengantuk, namun bagi mereka makanan adalah hal yang nomor satu.     

Mario menaikkan sebelah alisnya, setelah itu mendengus. "Ish, lo gak liat ini di depan gue masih banyak makanan yang harus di santap? Banyak makan buat bangkitin energi," balasnya yang dalam artian menolak perkataan sahabatnya yang mengajak ke tempat paling membosankan di setiap sekolahan.     

Reza menganggukkan kepala, merasa setuju dengan apa yang Mario katakan. "Iya tuh bener banget, mau pulihin energi juga ini mah kita biar gak ngantuk." balasnya yang mempersingkat penolakan Mario yang terlalu banyak perkataan.     

Mendengar apa yang dikatakan Reza dan Mario, menjadikan El menganggukkan kepalanya dengan paham. "Tapi lo berdua gak usah nyamper gue sama Nusa ke perpus, ya?" ucapnya yang seolah membuat perjanjian.     

Mungkin ini adalah larangan teraneh yang dikatakan El kepada Reza dan Mario membuat kedua cowok tersebut merasa bingung.     

"Maksudnya?" tanya Reza yang juga mewakili pertanyaan Mario yang kini mulai terbingkai di dalam pikiran mereka.     

El menghembuskan napasnya. "Gak usah mikir aneh-aneh ya sialan, gue gak ngapa-ngapain. Maksudnya gue mau nyiapin materu bareng Nusa, kalau ada lo berdua nanti takut gak fokus." ucapnya yang memperjelas apa yang dirinya katakan.     

Reza dan Mario tertawa, apalagi melihat wajah El yang agak memerah seperti tengah malu. Namun, sepertinya mereka memilih untuk tidak mengungkitnya karena takut kalau El akan marah kepada mereka.     

"Ya udah sana, gampang. Sogok gue dulu tapi sama Reza," ucap Mario sambil menaik turunkan kedua alis. Serta, memberikan tatapan 1000 arti yang sudah dapat di ketahui aksinya ini.     

El menghembuskan napas. "Untung gue gak pernah bangkrut temenan sama lo berdua." balasnya sambil merogoh saku celana untuk mengambil dompet dan setelah itu memberikan dua lempar uang berwarna merah masing-masing satu untuk kedua sahabatnya. "Dah ya segitu aja." sambungnya sambil memasukkan kembali dompet ke dalam saku celana.     

Senyuman Mario mengembang begitu di tangannya sudah ada uang sogokan dari El. "Senang bekerja sama dengan anda, silahkan nikmati waktu berdua untuk bucin sama Nusa." balasnya sambil mencium uang yang ada di tangannya, hanya ciuman sekilas.     

Reza terkekeh kecil. Ia tidak mengatakan apapun, namun dirinya juga dapat uang sogokan. "Makasih ya, El. Kan kalau begini mengirit pengeluaran," ucapnya yang ikut-ikutan mencium uang.     

El memutar kedua bola matanya, setelah itu mendengus kecil. "Lo irit, gue yang bangkrut." balasnya, setelah itu terkekeh kecil.     

Menolehkan kepala ke arah Nusa yang memang sengaja ia suruh menunggu di dekat pintu kantin, ia melihat sosok cewek yang sangat manis hanya berdiri diam menunggu kedatanagnnya dengan tenang tanpa gelisah.     

Kembali menatap Reza dan Mario, lalu ia menganggukkan kepala. "Ya udah deh gue duluan ya, mau pacaran. Bye bye jomblo," ucapnya. Lalu tanpa mendengar jawaban kedua sahabatnya itu ia langsung saja melesat untuk menghampiri Nusa karena tidak ingin membiarkan pacarnya menunggu terlalu lama.     

"El yang sekarang maupun yang dulu emang sama-sama nyebelin ya, Za?" ucap Mario sambil menaruh uang dari El ke dalam dompet agar tidak hilang. Kalau hilang, ia mungkin akan marah kepada siapapun karena telah menghilangkan rezeki yang padahal dirinya sendiri yang menghilangkannya tapi orang lain yang terkena imbas.     

Reza menganggukkan kepala setuju, kedua matanya masih memperhatikan El yang menjauh dan pada akhirnya punggung cowok itu menghilang di balik pintu kantin bersama Nusa. Setelah itu, ia mengembalikan pandangan untuk menatap Mario.     

"Iya, dulu nyebelin banget karena kalau ngomong cuma satu dua kata doang. Sekarang pas udah bawel, lebih nyebelin lagi. Malah bisa ngeledek kita," balas Reza juga meletakkan uang pada dompetnya. Ini adalah rezeki.     

Di hadapan Mario ada satu mangkuk seblak, cireng isi, piscok, gorengan, dan segelas jus jeruk. Sedangkan di hadapan Reza saat ini ada soto ayam, gorengan, dan es teh manis. Sampai sini terlihat kan siapa yang paling banyak makan? Tentu saja Mario akan menghabiskan semua makanan itu dengan senang hati.     

"Eh Za, itu ada Alvira." ucap Mario tiba-tiba yang berbisik sambil menyenggol lengan Reza.     

Mendengar nama seseorang yang di sayang barusan di sebut oleh Mario, menjadikan Reza mencari-cari dimana sosok itu berada. Dan ya, ia menemukan Alvira yang berjalan ke arah mereka. "Mampus." gumamnya yang mengumpat diri sendiri.     

"Mati lo, Za." ucap Mario yang memanas-manasi, namun ia juga sadar kalau Alvira ikutan marah dengannya. Bahkan, cewek itu hari ini tidak membuatkan makanan untuknya dan Reza. Mungkin efek kesal?     

Sampai pada akhirnya, Alvira sudah mendekat dan Mario pun menunjukkan senyuman. "Alvira sini, duduk sama kita." ucapnya dengan sangat ramah sambil menepuk-nepuk kursi kosong yang ada di sampingnya saat ini.     

Namun, bukannya Alvira menghampiri Reza dan Mario, ternyata cewek itu hanya numpang lewat dengan tangan yang membawa kotak bekal dan botol minuman berisi infused water. Alvira tidak menjawab perkataan Mario, menatap pun tidak. Dia lebih memilih duduk sendirian di kursi yang tidak berada jauh dari Reza dan Mario.     

"Mampus lo, Alvira marah beneran." ucap Mario dengan nada bicara yang memang menakut-nakuti Reza dengan nada bicara yang seperti anak kecil mengompori anak seusianya yang melakukan kesalahan.     

Reza mengambil napas panjang, lalu menghembuskannya dengan perlahan. Rasa sesak seakan menghampiri dirinya saat ini, menjadikan ia menahan napas untuk beberapa detik supaya mengimbangi perasaannya saat ini. "Ya udah, mau gimana lagi? Dia kan mau duduk sendiri, ya suka-suka dia lah." balasnya yang seolah tidak peduli. Padahal ia masih ingat dengan SANGAT JELAS kalau tadi malam galau perihal Alvira.     

Mendengar kalimat penuh kebohongan yang diluncurkan oleh Reza, membuat Mario memutar kedua bola mata. "Halah sok-sokan gak peduli kalau tadi aja hampir minum amer kalau gue gak tonjok." gumamnya yang menyindir.     

Reza meringis kala mengingat tadi malam yang memang seperti pikirannya yang sudah acak-acakan, tidak beraturan karena terus memikirkan tentang Alvira yang seperti tiada kunjung memiliki solusi. "Haha, kan hampir dan berarti belum kejadian." balasnya dengan santai sambil meneguk minumannya guna menghilangkan sesak.     

Sedangkan Alvira? Ia duduk manis, sendirian. Memilih untuk tidak menghiraukan Reza dan Mario yang sudah dapat di tebak memang menginginkan ia gabung di tempat duduk yang sama.     

Tapi tenang, Alvira merasa tidak keberatan jika memang di haruskan untuk menjauh dari seseorang yang telah menyebabkan hatinya hancur berantakan. Ia mungkin memang pantas mendapatkan karma, tapi ini terlalu menyakitkan.     

Dengan membuka kotak bekal yang berisikan sushi roll, omelet, dan juga sedikit nasi mentega untuk mengganjal perut. Ya, Alvira hanya di temani oleh kotak bekal saja. Tidak ada yang dirinya sesali dengan duduk sendiri disini. Bahkan, ia berhasil untuk tidak menanyakan kemana El karena sang kakak tidak bersama mereka.     

Dengan tenang, ia memakan bekal tanpa mempedulikan Reza yang ternyata mencuri-curi pandang ke arahnya.     

Kembali lagi ke Reza dan Mario …     

"Sekarang lo nyesel kan, kesel kan, jauhin dia." ucap Mario dengan perkataan yang mirip lirik lagu namun ada yang sedikit di modifikasi olehnya.     

Mendengar sindiran keras dari Mario menjadikan Reza mendengus pelan sambil mengusap kepalanya dengan perlahan. "Duh siapa yang nyesel, ya?"     

"Reza sayang!"     

Terdengar pekikan yang mungkin memang menarik perhatian banayk sekali murid yang berada di kantin ini. Juga tentu sang pemilik nama dengan spontan menolehkan kepala ke sumber suara. Di sana terlihat Priska and the genk, namun tentu saja mereka semua tau kalau yang berteriak itu bukan Priska melainkan Nika yang saat ini tengah menatapnya dengan sorot mata polos.     

Terlihat Priska yang menepuk dahi pertanda malu dengan sifat temannya yang satu itu.     

Mereka terlihat berjalan ke arah Reza dan Mario, tentu saja. Namun entah mengapa, Diaty dan Nika berpisah dengan Priska seolah membiarkan ketua mereka kini mendekati pacarnya.     

Mario sudah menatap Priska dengan sorot mata sinis yang seperti tiada tandingan kalau saat ini dirinya membenci cewek itu. "Ngapain lo? Gak ada yang nyuruh lo duduk sama gue dan Reza." ucapnya langsung begitu melihat Priska yang mendaratkan bokong tepat di hadapan Reza, bahkan tanpa izin dulu duduk disana.     

"Emangnya ini kursi punya lo? Lagian juga Reza gak keberatan kok sama kedatangan gue, bahkan dia juga gak keberatan kalau gue duduk disini." jawab Priska dengan sangat percaya diri sambil meletakkan sudai rambutnya yang turun menghalangi pandangan ke belakang telinga.     

Reza yang mendengar itu menaikkan sebelah alisnya. Ia masih belum bisa memaafkan apa yang telah dilakukan oleh manusia bernama Priska itu. "Pertama, ini kursi kantin punya El yang bernotabene sahabat gue, dan secara harfiah juga gue sama Mario ada hak. Kedua dan terakhir, gue gak ngizinin lo duduk sama gue." ucapnya dengan nada dingin, bahkan tatapan matanya sangat tidak bersahabat.     

Priska yang mendengar itu tertohok, namun ia sudah latihan mental agar tidak merasa terlalu sakit hati dengan apa yang dikatakan Reza padanya. "Oke maafin banget kalau bagi lo, gue masih nyebelin atau apapun itu. Tapi yang perlu lo tau, gue kesini mau minta maaf. Nanti dateng ya ke rumah gue? Mau?" ucapnya yang kali ini benar-benar terlihat sangat tulus.     

Mario diam, ia ingin menyimak terlebih dulu.     

Reza menaikkan sebelah alisnya. "Buat apaan gue ke rumah lo?" tanyanya, penasaran sekaligus merasa kebingungan.     

Priska tampak tersenyum kecil. "Rahasia, pokoknya gak aneh-aneh kok. Datang sendirian aja, jangan bawa Mario soalnya nanti rusuh." balasnya, lalu terkekeh di akhir kalimat. "Dah, kalian.." sambungnya sambil beranjak dari duduk dan pergi meninggalkan Reza dan Mario yang tampak kebingungan.     

"Lah sialan lo Priska!" seru Mario, kesal.     

Reza mencerna undangan dari Mario, lalu menatap Mario. "Ya udah ikutin perintah dia aja, lo jangan dateng, ya?"     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.