Elbara : Melts The Coldest Heart

Keputusan Masing-masing



Keputusan Masing-masing

0"Samperin, bodoh."     
0

Karena motivasi yang sedikit kasar dari Mario, menjadikan Reza saat ini mulai beranjak dari duduknya sambil membawa makanan miliknya yang memang belum habis tersantap. Dengan dukungan tanpa suara yang dilakukan oleh Mario, menjadikan dirinya menghembuskan napas dengan pelan karena saat ini dadanya berdebar.     

Ya, Mario menyuruhnya untuk menghampiri Alvira yang kini tengah menikmati bekal sambil bermain ponsel yang sepertinya tengah mengecek beranda sosial media.     

Reza pertama-tama meletakkan makanan bawaannya ke atas meja kosong yang berada ri samping Alvira. Menjadikan cewek itu saat ini menolehkan kepala ke arahnya, mendogak, dan tatapan mereka saling bertabrakan satu sama lain.     

"Gue boleh duduk di samping lo, gak?" tanya Reza yang lebih dulu membuat perizinan dengan dirinya yang ingin duduk di samping cewek tersebut agar tidak mengundang perasaan risih atau semacamnya.     

Mendengar perizinan Reza tentu saja membuat Alvira bertanya-tanya mengenai kedatangan cowok tersebut yang menghampiri dirinya. Menjadikan ia menaikkan sebelah alisnya, namun tak ayal menganggukkan kepala pertanda memberikan perizinan tersebut. "Iya duduk aja, lagipula kan gak ada yang ngelarang." balasnya, dengan tangan yang mulai meletakkan ponsel yang sedaritadi menjadikan pusat pandangnya.     

Reza ikut menganggukkan kepala, setelah itu duduk tepat di samping Alvira. Makanan yang ia bawa adalah sate sosis dan juga bakso ikan yang tadi baru di pesan oleh Mario, ia menjadi pribadi yang menampung banyak makanan juga seperti sahabatnya. Namun, selagi perutnya belum merasa terlalu kenyang, menurutnya tidak masalah.     

"Thanks." Hanya itu saja yang diucapkan oleh Reza karena tidak ingin menanggapi lebih karena ada pembicaraan yang harus dan segera di cari tahu jawabannya.     

Alvira hanya diam, namun ia tidak mengalihkan pandangan dari Reza yang saat ini sudah duduk di sampingnya. Ia menyerongkan tubuh, sesekali menyendokkan makanan ke dalam mulutnya.     

Yang Alvira lakukan adalah menunggu Reza berbicara, yang padahal Reza sendiri tengah menyiapkan hati untuk mengatakan apa yang ingin dirinya katakan kepada cewek di sebelahnya.     

"Jadi…?" tanya Alvira yang tidak sabaran, sudah menelan makanan di dalam mulutnya.     

Reza menatap Alvira dengan serius. Hatinya sama sekali tidak rela di saat tau kalau Alvira lagi dan lagi menangis karenanya, namun ia merasa lebih sakit lagi di saat mengetahui kalau Alvira seolah berhenti peduli kepadanya seperti apa yang cewek itu lakukan sejak pagi tadi.     

"Gue mau ngomong serius sama lo, mungkin lo bisa denger sambil makan, begitu juga dengan gue." ucap Reza sebagai perawalan.     

Alvira mengerjapkan kedua bola mata sebanyak tiga kali, setelah itu menghembuskan napasnya dengan perlahan. "Iya ngomong aja, aku bakalan dengerin semuanya dengan baik kok, Kak." balasnya sambil tersenyum simpul.     

Hubungan mereka itu terlalu sulit untuk di jelaskan dengan kata-kata. Sama-sama saling sayang, namum takdir seolah berkata lain dengan mereka. Reza yang disuguhkan untuk berpura-pura pacaran dengan Priska agar bisa membongkar, dan Alvira yang baru sadar akan segalanya tentang Reza di saat cowok itu melangkah menjauh darinya.     

"Lo kenapa, Ra? Maksud gue, lo beneran udah berhenti peduli sama gue, iya? Lo udah mau nyerah sama gue, apa gimana?" tanyanya dengan berbondong-bondong, tatapannya mulai terlihat sangat serius.     

Alvira diam membisu, setelah itu menghembuskan napas dengan perlahan pertanda sudah menyiapkan jawaban ini di saat hatinya memang memiliki keputusan yang seperti itu. "Apa ini maksud Kakak, aku harus stay sama Kak Reza? Apa gimana? Berarti dalam artian, aku yang harus berjuang? Oke, mungkin yang kemarin itu tindakan aku salah banget. Tapi, bukan berarti sekarang giliran aku yang ngejar kamu, Kak." balasnya dengan nada tenang, bahkan di akhir ucapannya saja ia masih bisa menampilkan senyuman yang terlihat menutupi kesedihan.     

"Maksud gue, gue gak nyuruh lo buat gantian ngejar gue. Tapi kenapa lo seolah-olah keliatan myerah sama gue—"     

"Buat apa Kak, Alvira bertahan sama perasaan yang dimana Kakak aja udah punya Kak Priska. Tadi kata Disty, aku cuma jadi penghalang di antara hubungan Kak Reza sama pacarnya. Padahal, aku gak ngelakuin apapun." Alvira langsung saja memotong apa yang dikatakan oleh Reza.     

Reza tampak mengerjapkan kedua bola matanya. "Disty bilang gitu ke lo?" tanyanya dengan dahi yang terlihat berkerut.     

Tentu saja tidak ingin mengubah kenyataan, saat ini Alvira menganggukkan kepala dengan perlahan. "Iya, dia bilang kalau sebaiknya aku ngejauh. Padahal, aku emang udah punya niat ngejauh duluan kok, gak perlu diingetin kayak gitu."     

Rasanya Reza ingin memaki Disty yang seolah semakin mendorong keinginan Alvira untuk menjauh dari kehidupannya. "Gue gak mau lo berubah—"     

"Dan apa yang aku cintai? Pacar orang?" Lagi dan lagi, Alvira memotong perkataan Reza dengan nada bicara yang tercekat. Ia seakan kehabisan oksigen karena pada kenyataannya, situasi saat ini semakin mencekik dan menipiskan udara di atmosfer sekitar.     

Tertampar, terlempar, dan terjungkal dengan apa yang dikatakan oleh Alvira. Menjadikan Reza ikutan tertohok kalau memang sifatnya melebihi kata egois dalam porsi kemanusiaan.     

"Perasaan aku gak bakalan berubah, tapi mungkin sifat aku, Kak. Aku cuma minta kamu tetap jadi Kakak aku kayak sebelumnya, sebelum aku sama Kak Reza jadi serumit ini." Alvira meneruskan perkataannya dengan menghela napas. Entah ini benar atau salah, namun yang terpenting ia sudah mengungkapkan apa yang dirinya rasakan.     

"Kak Reza ngerasain gak sih kalau kita itu kayak orang asing yang berada di ruang lingkup dekat, huh? Kalau gak ngerasa, mungkin perasaan Kakak yang terbalik." lanjut Alvira lagi.     

Mereka mengobrol sambil melihat situasi, tentu saja dengan volume rendah. Bagi mereka, apapun pembicaraan penting, pantas untuk di sembunyikan dari muka umum,     

Reza menghembuskan napas, ia melihat ke arah sate di hadapannya yang sudah di pakaikan saus sambal dan juga mayonaise. Entah mengapa, ia menjadi tidak berselera untuk memakannya.     

Ingin sekali Reza mengatakan agar Alvira menunggu sampai rencananya sukses, bahkan ia ingin mengatakan tentang apa yang direncakan dirinya, El dan Mario mengenai ia yang harus berpacaran PURA-PURA bersama Priska.     

Tapi, Reza tentu saja masih tetap harus profesional. Menutup rapat-rapat semua rencana itu.     

"Maaf, ternyata gue bukan yang terbaik buat lo." ucap Reza, tentu saja ia terlebih dulu mengatakan permohonan maaf. "Gue emang egois buat lo nunggu gue kayak gini, tapi satu yang harus lo tau, kalau lo belum nyaman pergi dari gue ya jangan lakuin. Gue gak niat mau jatuhin lo lagi ke lubang hitam kesedihan, gue cuma mau buat lo nyaman sama apa yang lo rasain." Sambungnya.     

Alvira menyimak dengan serius, mati-matian menahan agar air mata tidak meluruh dari kedua bola matanya. Ia tidak merespon, lebih duku mendengarkan dengan serius.     

"Gue bisa jadi kita yang kayak dulu, tapi janji sama gue buat gak nangisin gue lagi." Lanjut Reza dengan kedua alis menurun. Mengingat El yang agak marah-marah di grup pesan malam tadi mengenai Alvira yang menangis, menjadikan dirinya merasa teramat bersalah dan seperti juga merasakan apa yang cewek itu rasakan. "Lo tau gue gak pantes di tangisin. Kalau lo mau dapet kedekatan kita kayak dulu, jangan libatin hati lo lagi, oke? Dulu gue jauhin lo dari cowok brengsek, tapi sekarang gue nyadar kalau gue yang brengsek buat lo."     

Berbicara panjang lebar untuk meluruskan semua perasaan ini daripada terus menerus menyakiti satu sama lain, lebih baik saling memberikan apa yang dirasa satu sama lain, benar kan?     

Alvira tidak bisa berjanji untuk tidak menangis karena kenyataan sangat pahit. Namun ia sadar kenapa beberapa hari ini Reza sangat cuek kepadanya, ternyata menghindari diri untuk tidak menyakiti dirinya yang memang tidak bisa melihat cowok tersebut bersama orang lain.     

Menganggukkan kepala dengan perlahan, setelah itu Alvira mengembangkan senyuman. "Gak janji." balasnya sambil terkekeh kecil di akhir kalimat. Ia memang tidak akan pernah berjanji untuk tidak menangis dengan apa yang dipermainkan takdir kepadanya.     

Reza ikutan terkekeh, lalu menggelengkan kepalanya dengan perlahan. "Jangan nangis lagi, kalau nangis terus ya namanya lo cengeng banget." balasnya sambil menjulurkan lidah, pertanda kalau dirinya meledek cewek tersebut dengan deretan kalimatnya.     

Alvira mendengus, setelah itu menatap Reza dengan kesal. "Lah biarin amat nangis terus cengeng namanya, yang di tangisin juga bodo amatan gak ngerasa bersalah."     

"Nyindir?" tanya Reza sambil menaikkan sebelah alisnya. "Ya kan ini gue minta maaf sekalian bilang apa aja yang gue rasain sama lo," sambungnya.     

Alvira menganggukkan kepala. "Ya udah atuh makanannya di makan, masa daritadi di anggurin gitu aja sih?" tanyanya sambil mengingatkan Reza pada sate sosis dan bakso ikan yang sedaritadi belum di sentuh. Padahal ia sesekali menyendokkan makanan ke dalam mulutnya.     

Reza ikut menganggukkan kepala, lalu mengambil tusukan sate dan menggigit ujung sosis serta menaruhnya kembali ke piring. Ia mengunyah, bersamaan dengan Alvira yang mengunyah makanan di dalam mulutnya.     

"Nih udah gue makan." respon Reza sambil menunjuk ke arah sosis yang telah di gigit olehnya.     

Alvira menganggukkan kepala, setelah itu mengembangkan senyuman sampai terlihat kedua matanya tampak menyipit. "Abisin, soalnya gak baik kalau makanan ada sisa." balasnya.     

"Wah wah wah, kayaknya ada yang udah baikan nih ya." Terdengar suara Mario, bahkan cowok tersebut kini duduk di seberang Reza sambil cengengesan.     

Reza menganggukkan kepala. "Thanks ya." ucapnya yang tentu saja berterima kasih kepada sang sahabat.     

"Iya lah kalau gak ada gue dan kegunaan gue yang nasehatin lo, mungkin aja lo gak bakalan baikan sama Alvira, yakan?" ucap Mario, ia menatap Reza penuh dengan kemenangan dengan nada bicara yang seolah bangga dengan dirinya sendiri.     

Alvira tau kalau apa yang dilakukan oleh Reza adalah kehendak dari Mario yang saat ini merasa bangga dengan dirinya sendiri.     

"Kan kalau baikan kayak gini enak juga di liatnya. Gak ada lagi tuh saling diem-dieman kayak gak kenal, padahal mah saling kenal satu sama lain."     

Reza dan Alvira saling bertatapan, sangat jelas kalau kilat mata mereka menunjukkan kalau masih sama-sama sayang. Namun, keputusan hanya di tangan mereka berdua.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.