Elbara : Melts The Coldest Heart

Janjian Bertemu Dengan Laras



Janjian Bertemu Dengan Laras

0"Rehan!"     
0

Suara seseorang yang memanggil namanya menjadikan Rehan yang saat ini ingin kembali ke bar untuk membuat minuman lagi, kini menolehkan kepala ke seorang cewek yang menatap ke arahnya dengan senyuman mengembang.     

Tentu saja Rehan mengenal siapa cewek tersebut dan kini senyuman manis pun juga terukir di permukaan wajahnya.     

Dengan segera, ia menghampiri sosok tersebut karena memang cafe yang tidak terlalu ramai menjadikan Rehan terasa memiliki banyak waktu luang jika hanya sekedar mengobrol beberapa saat sana. Lagipula, kan sosok tersebut adalah tamu setia disini. Jadi, memang harus diperlakukan dengan sangat baik.     

Sampai pada akhirnya, kini Rehan sudah berdiri tepat berhadapan dengan cewek tersebut yang menjadikan perasaan senang di rongga dadanya terasa merekah dengan baik.     

"Hai Laras," sapa Rehan dengan ramah. Tentu saja, ia selalu bersikap ramah kepada siapapun itu.     

Laras masih tersenyum, bahkan terlihat seperti kedua pipinya yang bersemu merah. Padahal, ia sama sekali tidak mengharapkan desiran hangat itu karena pasti Rehan bisa melihatnya dengan jelas. "Sini duduk, masa kamu mau berdiri aja begitu? Nanti pegal, duduk di kursi kosong depan kamu." ucapnya yang mempersilahkan cowok tersebut untuk duduk bersamanya.     

Rehan mengusap tengkuknya dengan canggung, merasa tidak enak dengan Laras yang menyuruhnya duduk. "Enggak deh, mendingan gue berdiri gini aja. Gak enak sama karyawan yang lain, masa gue duduk di kursi pelanggan." balasnya sambil meringis kecil karena tidak pernah mengobrol dengan pelanggan namun duduk bersama di satu kursi.     

"Loh kenapa gak enak? Nanti aku di tegur, aku yang balas dan menjelaskan. Pasti mereka ngerti kok karena kan—"     

"Gak bisa, Ras. Nanti kita ketemuan aja pas gue balik kerja, gimana? Jam tujuh malam gue balik," ucap Rehan yang langsung memotong apa yang dikatakan oleh Laras yang bahkan belum terselesaikan diucapkan oleh cewek tersebut.     

Laras yang mendengar itu pun tidak keberatan, lalu menganggukkan kepalanya dengan tegas. "Oke, aku bisa kok nanti kalau jam segitu. Mau ketemuan dimana?" tanyanya sambil menyesap kopi yang memang tadi di pesan olehnya.     

Alasan kenapa Laras terlihat cukup sering kesini adalah karena cewek ini terkadang mengadakan pertemuan dengan rekan kerja di luar. Dan ia selalu memilih tempat ini sebagai tempat ternyaman. Ketika rekannya sudah pulang, ia lebih memilih untul menetap disini dengan laptop yang tentu saja masih menemani dirinya seperti saat ini.     

Bukan berarti, Laras masih disini itu dia tandanya tengah bersantai. Namun kenyataannya, ia juga tetap mengerjakan pekerjaannya.     

"Gue aja yang jemput lo, gimana?" tanya Rehan yang membuat keputusan, namun sebelumnya bertanya lebih dulu.     

Laras sedikit mempertimbangkan penawaran Rehan, setelah itu menganggukkan kepala. Seolah senyuman tidak pernah luntur dari permukaan wajahnya, saat ini terlihat sangat manis sekaligus cantik. "Boleh kok, tapi kamu tau kan lokasi aku? Waktu itu kan udah aku kasih kartu nama, ada lokasinya juga." balasnya yang sambil mengingatkan cowok yang berada di hadapannya.     

"Iya tau kok, gampang kalau nyari lokasi. Paling jam tujuh itu gue beres-beres sebentar ganti baju juga di loker kerja, nanti lo siap-siap aja." ucap Rehan sambil tersenyum tulus.     

Menganggukkan kepala dengan semangat, tentu ini adalah hal yang di tunggu-tunggu oleh Laras karena pada akhirnya Rehan bisa meluangkan waktu untuk dirinya walaupun harus menunggu sekitar beberapa jam lagi sebelum jam kerja Rehan datang. "Oke, akhirnya ya kita bisa ketemu dan kamu bisa luangin waktu. Jangan lupa bilang sama adik kamu kalau pulang terlambat," balasnya yang memang tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan.     

Rehan tersenyum. "Iya, nanti gue yang bakalan jemput lo ke lokasi. Tenang aja, semuanya bakalan aman terkendali." ucapnya sambil memberikan oke dengan jemarinya.     

Laras tersenyum, ia lebih dulu memandangi Rehan sebelum pada akhirnya cowok itu menyadarkannya dengan lambaikan tangan di depan wajahnya.     

"Laras, ras." ucap Rehan yang memanggil Laras, ia membantu menyadarkan cewek itu dari lamunannya.     

Mendengar panggilan Reza, tentu saja Laras mengerjapkan kedua bola matanya berkali-kali sambil mulai menyadarkan diri dari lamunan. "Eh?" ia merasa malu, lalu mengusap lengannya. "Ya udah gih sana kamu kerja lagi, aku kayaknya disini sekitar lima belas menit lagi. Mau balik ke kantor," ucapnya yang membalas dengan canggung karena malu ketahuan kalau dirinya memperhatikan cowok yang saat ini ada di hadapannya.     

Rehan terkekeh kecil melihat tingkah Laras, lalu menganggukkan kepalanya. "Oke, lo hati-hati di jalan nanti. Sampai jumpa nanti, ya? Kita jalan-jalan." balasnya sambil tersenyuman yang terlihat sangat manis.     

Laras tersipu, ia terkagum-kagum dengan seorang barista yang telah dirinya perhatikan sejak pertama kali ke cafe ini. "Makasih, ya. Kamu semangat juga kerjanya, jangan mikirin apa-apa selain mikirin aku."     

…     

Saat ini, Rehan sudah berada di loker. Seperti biasa, ia melepaskan celemek yang membingkai di tubuhnya. Walaupun tidak ada noda, tentu saja celemek kiri chas cafe ini sudah kotor karena terpakai olehnya.     

Mencuci muka dulu supaya segar, lalu mengambil handuk kecil di dalam tas untuk mengusap seluruh bulir di wajahnya dengan perlahan.     

Akhirnya, jam pulang kerja sudah tiba. Dan kini Rehan tengah berada di loker untuk bersiap-siap pulang. Bahkan, ia sudah menghubungi Laras untuk segera bersiap-siap mulai dari sekarang agar nanti dirinya tidak terlalu menunggu cewek berdandan yang terlalu lama.     

"Tadi gue liat lo sama Laras asik banget ngobrol, ada hubungan apa?" Pertanyaan dari Candra pun terdengar.     

Rehan melirik teman satu kerjanya itu dengan sekilas saja karena saat ini ia tengah menyukur bulu halus di jenggotnya supaya terlihat lebih bersih saja. "Iya tadi gue di panggil sama dia, tadinya suruh ngobrol duduk tapi gue nolak." balasnya dengan berbicara yang hati-hati karena saat ini ia takut dagunya tergores atau semacamnya.     

Candra membulatkan mulut pertanda mengatakan 'oh' namun tidak bersuara. "Ada hubungan spesial? Atau emang udah jadian?" tanyanya sambil menaik turunkan kedua alis.     

Jujur saja sih Candra sangat mendukung kedekatan Reza dan Laras karena di matanya, mereka berdua sangat cocok antar satu dengan yang lainnya.     

Rehan yang mendengar itu pun melongo, lalu dengan tegas menggelengkan kepalanya karena apa yang dipikirkan Candra saat ini itu tidaklah benar. "Enggak, gue belum jadian sama Laras. Punya kesempatan ngobrol aja baru tadi, hari ini. Sebelumnya cuma bisa chatan doang," balasnya. Ia sudah selesai mencukur bulu-bulu halus di dagunya, setelah itu membasuhnya dengan air agar bulu-bulu halus yang sudah terpotong tidak menempel di kulitnya.     

Lagi dan lagi, Rehan mengelapnya dengan handuk kecil yang sama.     

"Kan kalau emang sekarang gak ada hubungan spesial, mungkin besok-besok ada." ucap Candra lagi sambil tertawa.     

Shift kerja mereka memang selalu berbarengan karena mereka memang yang paling dapat di andalkan untuk mengatur kinerja cafe.     

Rehan meresap seluruh perkataan Candra ke dalam otaknya. Ini adalah pertama dari sekian lama memendam fokus untuk memiliki sang pujaan hati. Sekarang dapat cewek, menurutnya memang sangat sempurna. "Doain yang terbaik aja deh. Kan gue cowok, juga mau ada pengenalan diri masing-masing dulu sebelum nanti jalanin hubungan yang serius." balasnya dengan bijak.     

Kapan Rehan tidak bijak? Bahkan Nusa saja menjawab 100% dengan jawaban 'SANGAT BIJAK' jika ada yang bertanya perihal kedewasaan sang kakak yang memang daridulu sudah seperti itu.     

Candra menganggukkan kepala. "Salut, sumpah. Laras kan cantik, biasanya cowok bakalan langsung milih jadiin pacar karena kecantikan itu. Tapi lo tetep nilai kriteria nomor satu ya, salut. Cocok banget lo buat jadi panutan cowok-cowok," ucapnya yang kini tengah menyemprotkan parfum secukupnya ke tubuh.     

"Gue mah gak liat dari cantiknya. Tampang emang perlu sih buat perbaiki keturunan, tapi gue gak setuju banget kalau alasan orang pertama kali menerima orang lain itu dari tampangnya."     

"Lo mah apaan yang mau di perbaiki garis keturunannya? Lo udah cakep, apalagi adik lo si Nusa. Nah, urusan itu gue juga setuju banget sama lo. Kalau mandang tampang itu kan belum tentu kenal sifat luar dalemnya, takutnya jadi beban tersendiri kalau sifatnya buruk."     

"Nilai perilaku itu perlu, lo pribadi juga pikih cewek sesuai kriteria perlakuan baik menurut lo, iya kan Dra?"     

Candra tampak menganggukkan kepala, setelah itu cengengesan. "Wah gila itu mah nomor satu. Dulu gue pernah nerima cewek gara-gara dia cantik, tau-taunya pas pacaran dia gak ngehargai adanya gue dan asik-asikan jalan ganti-ganti cowok." balasnya yang mengingat pengalaman percintaan yang paling miris di masa-masa SMP.     

Rehan yang mendengarnya pun meringis kecil, untung saja ia tidak pernah mendapatkan pengalaman percintaan yang buruk. "Pasti waktu itu lo sad boy banget, iya kan?" tanyanya sambil merapihkan barang-barang dengan rapi kembali ke dalam tasnya.     

"Iya gila, parah. Gue kayak merenung banget kenapa karmanya jahat banget, ya? Gue nerima dia karena modal cantik, dan dia seolah ngebalas gue dengan sifatnya yang kayak gitu." balas Candra sambil menepuk kening. Ia baru menyadari kalau karma itu memang datang tanpa disadari sebelumya, bahkan dominan tanpa aba-aba.     

Rehan terkekeh kecil. Ia mulai memasukkan celemek kotor yang di pakai bekerjanya tadi ke dalam keranjang kotor. Setelah itu, ia beralih mengambil sabun cuci muka untung menghilangkan semua kotoran yang kemungkinan besar memang menempel pada permukaan kulit wajahnya.     

"Untung gue gak pernah mandang cewek sebelah mata, gue juga gak berani ada niatan kayak gitu, soalnya biasanya karma bisa datang dua kali lipat biat ngebalas kita."     

"Duh bijak banget bapak barista andalan satu ini, dah sono lo cepetan balik, ketemu si Laras. Nanti daripada dia kelamaan nunggu, ya kan?"     

Rehan membasuh wajahnya yang penuh busa, setelah itu untuk yang ketiga kalinya mengelap bulir air dengan handuk kecil. "Iya iya, siap Bang. Bentar lagi ini udah kelar juga," balasnya, lalu memasukkan handuk lembab ke dalam tasnya, nanti saat sudah sampai rumah langsung ia cuci.     

Yang terakhir, kini Rehan memakai jaket di tubuhnya. "Ya udah ya Bang Candra, gue duluan. Lo hati-hati di jalan,"     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.