Elbara : Melts The Coldest Heart

Bertaruh Untuk Kesenangan



Bertaruh Untuk Kesenangan

0Istirahat kedua.     
0

Dengan perbekalan yang dibuatkan dan diberikan dari Alvira, mereka; El, Reza, dan Mario kini saat jam istirahat tidak pergi ke kantin melainkan tetap di kelas sambil menatap masing-masing kotak bekal mereka.     

"Ih cucok, tempat bekel gue warna pink." komentar Mario yang memutar tubuh dan menjadikan meja El sebagai tempat untuk meletakkan kotak bekalnya disana.     

Reza melihat itu, ia ikutan memutar tubuh agar enak bisa makan sama-sama dengan El. "Gue warna biru, cukup soft warnanya."     

Sebenarnya sih tidak penting dengan pembicaraan warna tempat bekal seperti ini. Tapi, memangnya siapa sangka kalau itu juga di bahas oleh kedua orang yang tampak random ini.     

El terkekeh melihat kalau yang digunakkan Mario adalah tempat makan favorit Alvira sewaktu SMP. "Mana gambarnya barbie lagi, jangan-jangan mencerminkan sifat." ucapnya sambil meledek, ia juga telah meletakkan kotak bekal ke atas meja. Kotak bekalnya berwarna hitam, warna paling aman sedunia karena dapat di sukai oleh cewek maupun cowok.     

Reza tertawa saat mendengar perkataan El yang seperti itu. "Hahaha mampus kayak barbie lo ya emang bener sih." ucapnya sambil meletakkan tiga botol air mineral di masing-masing mejanya dan sahabatnya yang tadi ia beli saat izin ke toilet yang hanyalah izin sebagai alibi saja.     

"Ini Nusa kemana?" tanya Mario yang lebih baik menghindari percakapan mengenai ejekan dirinya yang membawa-bawa barbie.     

"Ke kantin, sama Moli tadi katanya di samper." balas El. Kini, ia mengeluarkan sendok dan garpu dari tempatnya.     

Masing-masing membuka kotak bekal, dan aroma nasi goreng spesial buatan Alvira menyeruak keluar serta menyapa indra penciuman dengan nikmat.     

"Asik nih, tingkat memasak Alvira udah di upgrade." ucap Mario seperti perumpamaan kalau saat ini air liurnya mungkin sudah terguncang karena tergoda dan tidak sabar lidahnya ingin mencicipi masakan yang katanya sudah enak.     

Reza sempat terpaku. Sebelumnya, ia pernah memakan masakan Alvira —dan sepertinya tidak perlu di deskripsikan dengan jelas—. Tapi untuk yang saat ini… oke katakan saja lezat tapi aroma nasi goreng-nya sangat mengundang nasfu makan.     

"Alvira buka warung nasi goreng aja, El. Terus nanti yang ngelayanin itu lo, pasti banyak yang minat." ucap Mario yang memberikan usul. Memang ada saja pemikiran cowok satu ini.     

El yang mendengar itu pun memutar kedua bola matanya. Ya memang saran yang bagus sih. Tapi, ia sangat tau kala Alvira saat memasak itu pasti mengeluh karena api kompor membawa udara panas yang katanya mampu membuat wajah sangatlah kusam. "Gak deh, gak dulu. Nanti yang ada malah ribet skincare-an pas masak."     

Reza dan Mario tertawa renyah. Setelah itu, mereka bertiga mulai mencicipi masakan yang berada di hadapan mereka. Ya memang ekspetasi terlalu tinggi, namun rasanya enak.     

"Lumayan banget perubahannya." ucap Mario berkomentar, menatap nasi goreng yang berada di hadapannya. Ia memakan lagi dengan lahap.     

Reza makan dalam diam tanpa berkomentar. Baginya, ini adalah sisi positif Alvira yang tidak bisa di temukan olehnya pada cewek lain. Sifat Alvira yang tidak mudah menyerah dikala masakannya yang dulu tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan, maka ada dorongan ingin memperbaiki sampai rasanya mampu di terima lidah.     

"Eh tapi Alvira keren ya, salut aja gitu." tambah Mario lagi dengan mulut sedikit mengunyah makanan.     

El diam, ia belum cerita mengenai Alvira yang tau apa yang mereka sembunyikan mengenai Bian yang mencelakakan dirinya. Untung saja, sang adik tidak curiga dengannya yang melakukan perdamaian kepada Bian itu hanyalah omong kosong belaka sebagai pencitraan.     

"Dia udah tau tentang kecelakaan gue yang waktu patah tulang." ucap El tiba-tiba menjadikan Reza dan Mario secara bersamaan membelalakkan kedua bola mata karena tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh dirinya.     

"APA?!" Sepertinya respon Mario-lah yang terlalu heboh jika dibandingkan dengan Reza yang kini sudah bisa mengatur apa yang dirinya rasakan, keterkejutan yang cukup membuat jantung memompa cepat.     

El menepuk kening, lalu meletakkan jari telunjuk di depan bibir lalu berdesis. "Stttt, jangan berisik ih bego." ucapnya sedikit kesal karena saat ini beberapa murid menjadi melayangkan tatapan penasaran ke arahnya yang mampu membuat dirinya takut kalau ada seseorang yang menguping.     

Mario menutup mulutnya. "Sorry, sorry."     

"Kan emang bego." ucap Reza sambil dengan santai masih memasukkan satu sendok nasi goreng ke dalam mulutnya.     

Mario menatap Reza dengan sok sini, lagi-lagi ia kena dengan sahabat yang berada di sampingnya pada saat ini. "Gak usah ikut-ikut lo, kampret."     

El pun berusaha tidak marah karena sudah memastikan tidak ada orang yang mendengar perkataannya. "Ya udah nanti gue kasih tau nanti aja deh, di rumah gue."     

"Kenapa gak sekarang? Penasaran?" tanya Reza yang sudah selesai menelan makanan di mulutnya.     

El menunjuk Mario menggunakkan dagu yang mengarahkan ke arahnya. "Noh temen lo mulutnya kayak mercon, nanti yang ada kebongkar semua." balasnya.     

Reza menganggukkan kepala, lalu memberikan Mario jempol. "Bagus, emang raja toa." Memuji, atau memang sengaja mengatakan 'toa' layaknya alat di masjid/mushola yang biasa digunakkan untuk pengumuman jarak jauh yang bersuara kencang.     

Mario menekuk senyuman, lalu memperlihatkan raut wajah yang paling menyedihkan sedunia, mungkin? "Jahat, dede selalu ternistakan oleh Om Mario dan Om El, jaad." ucapnya, nada lebay pun keluar dari dalam mulutnya saat ini.     

El mengernyit jijik, begitu juga dengan Reza.     

"Pantes aja lo jomblo." ucap Reza, sedangkan El sih memilih untuk diam, tidak menanggapi.     

Mario berdecih kecil. "Lo juga sebenernya masih ngerasa jomblo, iya kan? Masa jomblo ngatain jomblo, gak seimbang."     

Mario sangat tau cara membalas perkataan Reza yang terkadang memang selalu mencari kesempatan untuk meledeknya seperti tiada henti.     

"Bacot." balas Reza, ternyata ia merasa tersindir dengan apa yang dikatakan oleh Mario.     

Menikmati masakan Alvira sambil menonton perdebatan Reza dan Mario yang memang selalu terjadi berulang kali merupakan hal yang paling menghibur bagi seorang El yang memang daridulu tidak pernah ikut masuk ke dalam topik pembicaraan mereka berdua. Bukan karena tidak mau, tapi ia lebih suka untuk mendengar daripada berbicara.     

Omong-omong tentang Nusa yang ke kantin, Sebenernya tadi El sudah melarang, namun cewek tersebut sangat keras kepala yang pada akhirnya dengan terpaksa ia mengiyakan apa yang dikatakan oleh sang pacar daripada nanti akhirnya merajuk tidak jelas, lebih baik ia bermain aman dan mengiyakan.     

"El."     

Merasa dirinya di panggil, El menolehkan kepala ke arah Mario yang memanggil dirinya. "Hah? Apaan?"     

"Ayo kita taruhan, menurut lo siapa yang bakalan jatuh cinta duluan? Priska atau Reza?"     

Mendengar itu, wajah Reza sangat sepat seperti menerima segalanya dengan lapang dada mengenai apa yang dikatakan Mario kepada El yang malah mengajak bertaruh.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.