Elbara : Melts The Coldest Heart

Membangunkan Macan



Membangunkan Macan

0Moli menatap layar ponselnya, ia sedang bertukar pesan kepada Samuel untuk bertukar pemikiran juga sebelum bel masuk sekolah berbunyi.     
0

| ruang pesan |     

Samuel     

Kenapa tadi gak sarapan bersama Dad dan Mom? Tumben, soalnya kan biasanya kamu semangat banget kalau sarapan lengkap.     

Moli     

Tadi aku buru-buru, Dad. Kan nanti aku ada ulangan harian, jadi aku harus datang pagi-pagi sekalian mempelajari soal-soal.     

Benar, pada biasanya, Moli setiap pagi menunggu-nunggu hal yang membuat hatinya senang. Di saat keluarganya lengkap yang hanya berisi kedua orang tua dan dirinya, ia tidak pernah melewatkan sarapan tersebut bahkan ia pergunakkan sambil bertukar cerita.     

Samuel     

Ya udah kalau begitu, besok Dad dan Mom juga bisa kok sarapan bareng kamu.     

Moli     

Iya, Dad. Itu mah gampang kok, suwer.     

Samuel     

Ya udah nanti istirahat beli makanan, yang mengenyangkan!     

Moli     

Iya, Dad.     

Padahal, kalau boleh di jelaskan lebih lanjut sih Samuel memang sangat baik bahkan perhatian. Tidak dapat di pungkiri kalau ia adalah ayah yang sempurna bagi satu-satunya sang putri kecil yang menjadi kesayangannya. Kasih sayang Samuel sama seperti kasih sayang yang biasa di berikan oleh ayah pada umumnya ke seorang anak.     

Samuel     

Sebelum ulangan harian nanti, berdoa dan jangan sekali-kali menyontek. Apa yang kamu pelajari, pasti ada beberapa yang menyangkut di soal.     

Moli     

Siap Dad, nanti untuk hasilnya, aku bakalan kasih hasil yang terbaik untuk di tunjukkan di meja kerja Dad, oke?     

Samuel     

Oke, seperti biasa. Letakkan hasil ulangan harian kamu di kamar Dad,     

Moli melihat ke arah depan kelas, masih kosong dan seperti tidak ada yang berpenghuni. Biasanya, ada beberapa guru yang datang lebih awal masuk ke kelas sebelum memulainya jam mata pelajaran.     

Moli     

Ya udah ya Dad, semangat kerjanya sama Mommy juga! Aku mau lanjut sekolah nih, see u!     

Samuel     

See u, sayang.     

Read     

| ruang pesan berakhir |     

Ada perasaan ketakutan, ada juga kesenangan, dan bahkan tak jarang kebahagiian terselip hadir di kehidupannya. Ini semua adalah tentang bagaimana ia bersikap, bukan tentang bagaimana dirinya menanggapi.     

Moli bersyukur memiliki Samuel yang sangat mencerminkan sosok ayah yang baik, namun di satu sisi larangan Samuel seolah mencekik lehernya karena membuat dirinya di jauhkan dari beberapa pengalaman remaja yang seharusnya ia lakukan.     

"Woi anak pinter."     

Mendengar ada seseorang yang memanggil, menjadikan Moli menolehkan kepala ke sumber suara. Ternyata, seseorang yang duduk di hadapannya pun tengah menolehkan kepala ke arahnya saat ini.     

Moli menganggukkan kepala. "Iya, kenapa?"     

Dia cowok, namanya Bastian. Terkenal pengganggu cewek, karena tingkahnya yang sangatlah usil.     

Moli pun walaupun menyahut, ia was-was dengan cowok satu itu karena memang ini bukanlah sapaan ke satu atau dua kali saja. Tapi setiap ingin ulangan, pasti Bastian mengubah duduknya menjadi tepat di hadapannta atau bahkan di sampingnya. Tidak perlu di kasih tau pun sudah tertebak apa maksud dan tujuan cowok satu ini.     

Bastian menyengir kuda, setelah itu mengedipkan sebelah matanya. "Boleh bagi-bagi jawaban ke gue, gak?" tanyanya dengan wajah seperti tanpa dosa, ia seakan dengan enteng ingin menyontek dengan Moli yang memang sudah pasti dapat di manfaatkan oleh beberapa orang seperti dirinya.     

Moli menggengkan kepala, lalu menunjukkan senyuman kecil di permukaan wajahnya. "Gak boleh, siapa suruh kemarin-kemarin gak belajar? Kan udah di kasih tau dari satu Minggu yang lalu kalau di mata pelajaran ini akan di adakan ulangan." balasnya yang tentu saja menolak.     

Dan ya, Moli tidak cukup bodoh untuk menerima dengan lapang dada jika ada orang yang ingin menyontek pelajaran dengannya.     

Bastian yang mendengar itu pun berdecih kecil, merasa tidak puas dengan jawaban Moli yang menolaknya. "Gue traktir deh nanti pas di kantin, lo mau apa aja, gue yang bayarin." Berusaha merayu.     

Moli menggelengkan kepala, sekali lagi. "Gak, gak perlu, Bas. Aku udah belajar capek-capek pahami materinya, kamu tinggal terima jadi doang."     

"Ya elah, lo kan pinter makanya bisa belajar mati-matian, beda sama gue yang bodoh."     

"Kamu bodoh tapi gak mau berusaha, ya gimana jadinya udah mau lulus loh masih ngandelin orang lain aja."     

Moli memang seperti ini. Ia pintar bersilat lidah untuk orang yang tidak mau berusaha layaknya Bastian, ia kesal kenapa beberapa orang lebih ingin memanfaatkan kepintaran orang lain. Bahkan, terkadang tidak ingin berusaha supaya memiliki kepintaran yang mungkin bisa menyaingi?     

Bastian yang mendengar itu pun mengusap wajah dengan perlahan. "Gue kan ke lo buat nyontek, bukan buat di ceramahin. Kenapa sih lo selalu aja nolak orang-orang mau nyontek ke lo?"     

"Pertanyaan kayak gitu perku di jawab?" tanya Moli dengan heran, bahkan kini tatapannya seperti menelusuri sosok yang berada di hadapannya.     

"Lo bisa sombong kayak gini tuh juga berkat deket sama Bian, iya kan? Lo sebelumnya gak terlalu berani, nolak ya nolak tapi gak songong kayak sekarang."     

"Aku gak berubah dan sama sekali gak ada sangkut pautnya sama Bian kok, cuma perasaan kamu aja kali, Bas."     

"Semenjak sama dia, muka lo aja berubah, mungkin juga otak lo berubah."     

Berkat perkataan Bastian, saat ini Moli dan cowok tersebut menjadi pusat perhatian karena bertengkar dengan menyebut-nyebut seseorang yang terkenal di sekolah ini.     

Moli yang sadar akan hal itu pun akhirnya menghembuskan napas dengan perlahan, lalu menatap ke arah Bastian dengan kedua alis yang menurun. "Udah ya gak usah di perpanjang, kamu gak malu tuh kalau kita di liatin sama satu kelas?"     

"Malu? Gue? Lo kali yang malu gara-gara jadi simpenan Bian, cewek polos jadi banyak bacot begini kayak cewek murahan."     

Perkataan Bastian sangat membekas di pikiran bahkan hatinya saat ini. Kedua matanya mulai berkaca-kaca, dadanya terasa sesak.     

Bahkan, satu kelas pun shock dengan perkataan Bastian yang sangat kurang ajar jika di lontarkan seperti itu untuk cewek.     

Moli hanya mendengus, lalu berusaha untuk tidak menangis. "Murahan, ya? Kalau murahan, kenapa kamu masih ngemis-ngemis jawaban sama aku? Berarti yang murah siapa? Ups, aku gak sebut nama loh ya."     

Bukannya menangis yang nanti malah semakin membuat Bastian senang, Moli malah membalikkan ucapan cowok tersebut dengan berani.     

Bastian beranjak dari duduknya, setelah itu kedua bola matanya mencari-cari sesuatu. Dan ya, tangannya berhasil meraih sebotol air mineral, lalu di buka dan ia menyiram Moli dari puncak kepala dengan gerakan cepat sehingga cewek ini tidak dapat menghindar.     

Moli merasakan air yang membasahi kepala bahkan ke seragamnya saat ini, ia menatap Bastian dengan penuh marah, namun ia tidak bisa apa-apa.     

Ada yang memotret apa yang dilakukan Bastian kepada Moli, tinggal menunggu Bian melesat ke kelas ini dan menghajar wajah Bastian yang tidak ada apa-apanya.     

Tanpa di sadari, Bastian telah membangunkan macan yang sedang tertidur.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.