Elbara : Melts The Coldest Heart

Obsesi, Bukan Cinta



Obsesi, Bukan Cinta

0Ada satu hal di dunia ini yang tidak bisa di gapai oleh cewek yang saat ini tengah duduk dengan manis di atas brankar dengan tirai yang menutupinya, hal itu adalah El.     
0

Ya, sosok ini adalah Priska. Dia memang sejak di usir El saat di kelas tadi memilih untuk izin kepada OSIS dengan ancaman kalau tidak membiarkannya membolos upacara dan berkata kalau ia kurang enak badan kepada guru yang semisalnya bertanya, ia akan membully mereka.     

Dan voila, Priska di sini dan malah mendengar hal hang seharusnya tidak perlu ia dengarkan.     

"El, gue keluar dulu ya. Gue ga enak aja nyaksiin lo mesra-mesraan sama Nusa, keliatan kayak nyamuk nih gue."     

Itu suara Reza, Priska mengetahuinya. Lalu, beberapa detik setelah itu terdengar pintu yang tertutup rapat pertanda kemungkinan besar kalau Reza sudah keluar dari ruangan UKS ini.     

Priska menahan perasaan sesak yang bersarang di dadanya. Ia kesini untuk mengistirahatkan diri dan pikiran yang terasa sangat berantakan di kepalanya, namun tanpa sengaja malah di isi oleh kehadiran El dan Nusa yang semakin membuat isi kepalanya terasa ingin pecah.     

"Lo kapan bangunnya? Lagian udah tau besoknya sekolah, malah jalan jauh-jauh, ya begini kan konsekuensinya."     

Suara dan deretan kalimat El yang keluar dari dalam mulut cowok itu terdengar sangat tulus dan penuh perhatian. Menjadikan Priska iri, ia tidak pernah di perlakukan selembut itu oleh cowok itu.     

Ya, memang apa posisi seorang Priska di kehidupan El? Jawabannya adalah tidak ada.     

Mumpung Mario dan Reza keluar dari ruangan ini, Priska mulai mengatur napas dengan mengambil oksigen dan menghembuskannya dengan perlahan. Ia ingin menunjukkan diri di depan El, tanpa ada telinga pendengar selain mereka berdua.     

Priska tersenyum kecil, berusaha untuk menenangkan hatinya yang jujur mulai terasa bergemuruh karena ia akan mencurahkan segala rasa yang ia miliki.     

Tanpa basa basi, Priska menarik tirai yang membingkai brankar UKS sekolah yang saat ini di tempati olehnya.     

Dah ya, tertampilah wajah El yang menatap ke arahnya dengan bingung. Kedua manik mata mereka saling bertatapan, seolah mengunci satu sama lain.     

"Hai." Sapa Priska. Pandangannya menurun untuk menatap Nusa yang saat ini tengah memejamkan kedua bola matanya, terlihat wajah cewek itu sangatlah tenang. 'Lebih bagus lagi kalau kamu tidur buat selamanya' batinnya yang berseru jahat.     

El mengubah raut wajahnya menjadi dingin, lalu berdehem kecil. "Ngapain lo disini? Kenapa kayaknya lo selalu ikutin gue?" tanyanya dengan nada bicara yang tidak suka.     

Priska tersenyum kecil, kembali mengangkat wajahnya untuk menatap wajah tampan El yang memang tidak pernah bosan untuk di tatap secara langsung. "Gue ga ikutin lo." balasnya dengan lesu. "Nusa kenapa?" tanyanya, menyambung perkataan setelah berhasil menghembuskan napas berat.     

Mendengar pertanyaan Priska yang menurutnya sangat klasik itu membuat El mendengus. "Lo gak liat Nusa pingsan? Gak kayak lo yang kesini buat cuma tidur, pura-pura ada keluhan sakit." ucapannya 100% benar dengan realita.     

Meneguk saliva, Priska masih sabar. "Kenapa lo gak bisa perlakuin gue kayak lo perlakuin Nusa, El?" tanyanya dengan suara serak, seakan perkataan di tenggorokkannya terhentikan.     

El menaikkan sebelah alisnya. "Maksud lo?"     

"Iya, kenapa lo gak bisa perlakuin gue kayak lo perlakuin Nusa sih? Kan gue juga suka sama lo, dulu juga sebelum kalian jadian kan awalnya Nusa suka sama lo. Tapi perlakuin lo beda,"     

"Perlu gue jelasin kenapa gue nolak lo, hah? Kurang jelas selama ini apa gimana sih?"     

Priska menatap El dengan kedua bola mata yang tampak berbinar. Napasnya sesak, terlebih lagi dadanya. "Perlu. Jangan cuma gara-gara gue tukang bully, gak peduli sama perasaan orang lain, terusnya—"     

"Lo bilang itu 'cuma'?" potong El, ia tidak habis pikir kalau Priska akan kembali membahas permasalahan ini yang seharusnya memang sudah di tutup saja dari jauh-jauh hari.     

Priska diam, menatap El untuk menunggu kelanjutan ucapan yang akan dikatakan oleh cowok tersebut kepadanya.     

El menatap Priska dengan penuh rasa tidak suka. "Lo adalah salah satu alesan gue nolak lo, paham gak?" tanyanya. "Gue gak peduli kalau kita sederajat dalam hal materi, gue gak peduli kalau bisa di akui lo cukup cantik, gue juga gak peduli kalau kita punya kedudukan yang sama di mata murid-murid sebagai penguasa sekolah. Yang jadi titik peduli orang yang gue suka itu, dia punya attitude yang gak lo miliki." ucapnya yang akhirnya panjang kali lebar demi memberi paham cewek yang saat ini ada di seberangnya.     

Kata-kata El terdengar sangat menyakitkan. El yang dingin dan tak banyak bicara saja sudah mempu membuat Priska sakit, apalagi El yang sekarang bisa berbicara panjang, membuatnya merasakan berpuluh-puluh kali lipat perasaan sesak.     

Menatap El penuh dengan pengharapan, namun sepertinya sudah tidak ada lagi yang perlu di harapkan dari sosok cowok yang ada di depannya.     

"Gue gak mau nyerah sama lo, El. Gue gak bakalan ngejauhin lo seburuk apapun perlakuan lo sama gue."     

"Gak peduli."     

"Gue mau gangguin lo sama Nusa."     

"Gangguin aja, keluarga Adalard gue yang turun tangan nanti."     

"Gak nyambung, ini kan soal hati. Jangan pernah bawa-bawa keluarga!"     

Priska menatap mata El, namun ia melihat ada sesuatu yang seperti tengah di tahan oleh cowok tersebut untuk tidak mengatakan padanya. Ia bingung, seperti tatapan penuh rasa benci, atau hanya perasaannya saja?     

Menepis pemikiran kalau El tengah menyembunyikan sesuatu darinya, akhirnya Priska memilih untuk melemparkan tisu yang sudah menjadi gumpalan yang berada di genggaman tangannya.     

"Gue mau lo jadi milik gue, El."     

"Mimpi terus lo, jatoh kasian gak ada cowok yang mau nangkep lo."     

"Kalau jatuh, ya gue bakalan jatuh ke hati lo lah. Gak jauh-jauh lagi dong,"     

"Serem lo lama-lama, Ka. Lo bukan cinta sama gue, tapi lo obsesi berat. Miris gue, lo udah kelewatan mencintai gue."     

Priska yang mendengar itu pun sadar dengan sifatnya yang memang berlebihan, namun ia tidak ingin menyelamatkan hatinya untuk menghilangkan perasaan cinta yang sudah tidak wajar seperti ini.     

El menatap Priska dengan sinis, lalu beranjak dari duduknya. Ia mulai melangkahkan kaki mendekati cewek tersebut. "Lo lebih baik diem lagi di brankar situ, gak usah nampilin muka lo di depan gue." ucapnya dengan tangan yang kembali menarik tirai supaya Priska kembali berada di tempatnya, seperti apa yang tadi tidak ia ketahui.     

Mendengar itu dan di perlakukan seperti ini membuat Priska sedih. Ia membiarkan El melakukan apa yang cowok itu inginkan, dirinya mulai menghembuskan napas dengan pelan.     

"Emang udah nasib."     

Ini adalah pertengkaran mulut yang kesekian kalinya antara El dan Priska.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.