Elbara : Melts The Coldest Heart

Si Penguasa Sekolah



Si Penguasa Sekolah

0Merasa pening di kepala, kedua bola mata yang hampir setengah jam tertutup itu pun terlihat mulai membukanya dengan perlahan.     
0

Sorot dari cahaya lampu yang berwarna putih terang benderang langsung menyapa indra penglihatannya, menyebabkan silau. Ruangan yang di dominasi warna putih seolah menyapa kesadarannya.     

"Arrghh.." Nusa meringis kecil, kepalanya terasa pening.     

"Udah bangun kesayangan El?"     

Mendengar suara bariton itu menjadikan Nusa menolehkan kepala ke sumber suara, tentu saja ini adalah gerakan refleks. Ia melihat sosok El yang tengah menatap ke arahnya dengan senyuman yang cukup mengembang.     

"Hai." sapa Nusa dengan pelan. Ia ikut menampilkan senyuman tipis di permukaan wajahnya. "Nusa udah bangun nih, yuk balik ke kelas." sambungnya sambil mengubah posisi menjadi duduk.     

El membantu Nusa, setelah itu menatap cewek tersebut dengan tatapan yang menyelidik. "Lo udah sembuh? Atau merasa kurang baik, hm?" tanyanya, pandangan matanya menelusuri.     

Nusa yang mendapatkan pertanyaan seperti itu pun tentu saja menggelengkan kepalanya dengan perlahan-lahan, merasa kalau dirinya sendiri saja belum merasa baikan. "Masih pusing sih, kepala Nusa masih sakit." balasnya.     

Ia sama sekali tidak menyalahkan Rehan atas semua keterlambatan pagi ini. Memijat pangkal hidung yang terasa perih, dirinya memilih untuk menyandarkan tubuhnya di tembok.     

El memilih untuk berdiri dari duduknya, meraih segelas teh hangat untuk di berikan kepada Nusa. "Ini lo minum gih, biar enakan." ucapnya.     

Nusa menghembuskan napas, lalu meraih gelas tersebut lalu meminum teh hangat tersebut dengan perlahan. "Ah.." ucapnya sambil menghembuskan napas merasa segar karena saat ini tenggorokkannya sudah di sapa oleh air hangat.     

"Laper gak lo?"     

"Laper, El. Nusa mau makan dulu sebelum masuk ke dalam kelas."     

"Ya udah, nih gue beliin lo roti."     

Mendengar ucapan El, Nusa melirik ke arah nakas yang berada tepat di samping brankar. Ia menghembuskan napasnya, tidak selera melihat makanan itu. "Gak mau makan roti ah, lagi gak napsu." balasnya.     

Menyandarkan kepala juga pada tembok, Nusa sedikit mendongakkan kepala dan mulai memejamkan kedua bola mata kembali untuk merasakan rasa pening yang seakan menjalar ke tubuhnya.     

El melihat ke arah Nusa. Sebelumnya, ia sama sekali tidak pernah menaruh rasa peduli pada siapapun yang tengah sakit —terkecuali keluarga dan orang tersayang—, namun saat ini ia menaruh rasa peduli untuk Nusa yang sudah termasuk orang tersayang bagi dirinya.     

"Kalau makan masakan Rehan mau? Tadi gue udah nyuruh Reza sama Mario buat ambilin bekel lo di dalem tas, nih." ucapnya sambil mengambil kotak makan milik Nusa yang tadinya ia letakkan tepat di dalam laci.     

Mendengar itu, Nusa langsung membuka mata. Menegakkan tubuh, lalu menatap ke arah El sambil menganggukkan kepala. "Mau, mau banget." ucapnya dengan semangat, bahkan saat ini mengembangkan senyuman sampai membingkai dengan jelas di permukaan wajahnya.     

El menganggukkan kepala. "Biar gue yang suapin, oke?" ucapnya yang mulai membuka penutup tempat makan dan meletakkan di atas nakas, ia sudah siap untuk menyuapi cewek yang tengah duduk manis di atas brankar.     

Setelah itu, El bergerak untuk duduk di tepi brankar supaya ketinggian mereka serupa untuk memudahkan menyuapi.     

Menganggukkan kepala dengan malu-malu, Nusa bersiap untuk di suapi oleh El.     

Cekrek     

Tiba-tiba pintu UKS terbuka. Terlihat seorang perawat yang memang di tugaskan untuk disini.     

"Kalian malah mesra-mesraan di depan Ibu." ucap perawat tersebut, lalu melangkahkan kaki untuk masuk UKS setelah menutup pintunya.     

El menatap perawat tersebut dari atas kebawah. "Ibu kemana aja? Harusnya perawat diem disini Bu, nih pacar saya pingsan." ucapnya yang langsung menegur. Ia tidak akan segan-segan menegur karyawan yang bersekolah di sekolah milik keluarganya ini. Karena, Adalard harus mempekerjakan orang yang profesional dan juga konsisten dengan pekerjaannya.     

Namanya Bu Kela, sebenarnya masih cukup muda untuk di panggil 'bu'. Ia menatap El dengan rasa takut. Walaupun El termasuk murid yang tidak seharusnya berkata begitu lancang, namun siapa yang berani untuk menentang serta melawan apa yang dikatakan oleh cowok itu? El, cucu pemilik sekolah, sang penguasa. Apa yang menjadi keputusannya selalu di dengarkan oleh kepala sekolah, termasuk memecat karyawan karena tidam masuk ke dalam kriteria profesional.     

"Maaf, El. Ibu tadi lagi sarapan, ke kantin mumpung yang lain upacara."     

"Harusnya stand by, kalau pacar saya gak dapet pertolongan pertama gimana?"     

Bu Kela tidak bisa berkata-kata lagi, ia lebih memilih untuk membungkam mulutnya karena apa yang ia lakukan memang benar salah adanya. "Jangan pecat Ibu, El." ucapnya yang sedikit memohon.     

Melihat itu, Nusa menatap El dengan gemas. Ia sedikit mencubit pinggang cowok tersebut. Lalu saat El mengaduh, ia mendekatkan wajah ke telinga dia. "Kamu ngapain sih? Orang wajar kok sarapan dulu biar gak pingsan kayak aku, lagian juga kan aku gak kenapa-kenapa."     

El menatap Nusa, lalu berkedip untuk mengisyaratkan kalau cewek itu diam saja. Ia kembali menatap Bu Kela. "Ibu udah keberapa kali ya bilang mau sarapan? Waktu Nusa juga ke UKS waktu itu, saya gak liat Ibu dan pas saya tegur juga alesannya sama kayak sekarang. Jadi, kesimpulannya apa?"     

Bu Kela masih terdiam. El bagaikan bos yang memarahi karyawannya karena tidak becus bekerja.     

"Kesimpulannya, Ibu gak menghargai kesempatan yang sayang kasih dan mengulangi kesalahan yang sama."     

Nusa pasrah, ia memang sudah tau kalau El seperti ini dan tidak akan ada yang bisa menghentikan selain dirinya. Menundukkan kepala dengan lesu, ia menjadi menyandarkan tubuhnya di tembok karena tidak tega jika membayangkan berada di posisi Bu Kela yang saat ini tampak ciut.     

El sadar, ia sadar kalau cewek di sampingnya mengubah posisi. Ia menolehkan kepala ke arah Nusa, dan terlihat wajah murung cewek tersebut. Menjadikan ia sadar kalau Nusa kemungkinan besar ingin sekali kalau dirinya menuruti apa mau cewek itu.     

Menghembuskan napas dengan perlahan, lalu kembali menatap Bu Kela dari atas sampai bawah. Sebenarnya ia sudah muak memberikan kesempatan yang tidak pernah dipergunakkan dengan sebaik mungkin seperti apa yang telah ia berikan selama ini seperti Bu Kela.     

"Ya udah, kesempatan satu kali lagi. Tapi tolong Ibu keluar dulu, saya mau nyuapin Nusa makan."     

Mendengar itu, Bu Kela mengucapkan terimakasih banyak pada El. Setelah itu memilih untuk mengiyakan apa yang dikatakan oleh muridnya, ia keluar UKS.     

Nusa merasa senang, ia kembali menegakkan tubuh dengan senyuman tipis yang membingkai di permukaan wajahnya. Akhirnya, El bisa peka dengan apa yang dirinya rasakan.     

"Makasih ya, El. Udah ngasih kesempatan sama Bu Kela, makasih."     

El tersenyum, menyunggingkan senyuman manis yang terbingkai di permukaan wajahnya. "Sama-sama, yuk makan. Gue suapin, jangan di pikirin."     

The real penguasa sekolah. Namanya El, yang berani kepadanya hanya Bian dan Priska yang memang merupakan biang kerok atas hadirnya setiap permasalahan yang ada.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.