Elbara : Melts The Coldest Heart

Mengantar Buku ke Ruang Guru



Mengantar Buku ke Ruang Guru

0"Mata pelajaran hari ini selesai, buku tulisan kalian hari ini Bapak bawa ke ruang guru. Reza dan Mario bantu Bapak bawa buku paket kalian sekelas ke ruang guru, terimakasih."     
0

Reza dan Mario saling bertatapan, bahkan menghembuskan napas dengan pasrah. Pasti kalau tentang suruh menyuruh, mereka yang akan di tunjuk oleh guru. Padahal, mereka berdua bukanlah bagian dari organisasi kelas. Yang ketua kelas beserta wakilnya saja saat ini tengah duduk manis di kursinya, mungkin bersorak gembira karena lagi dan lagi tidak kena suruh.     

Mau tak mau, Reza beranjak dari duduknya dan diikuti dengan Mario.     

"El, lo mau nitip apaan buat Nusa? Gue sama Mario mau sekalian belok ke kantin," ucap Reza sambil menolehkan kepala terlebih dulu ke arah El dan bertanya sekiranya apa yang dibutuhkan sang sahabat.     

Mario melihat Pak guru yang sudah melangkahkan kaki keluar dari kelas, ia pun juga ikut membalikkan tubuhnya menatap Nusa. "Sa, lo masih sakit? Ayo pulang aja, biar gue yang anter." ucapnya penuh perhatian, namun tidak sadar dengan apa yang dikatakan malah mengundang tatapan tajam dari El yang kini mulai menampilkan tatapan elang-nya.     

"Gue gampar lo modus sama cewek gue," balas El.     

Reza tertawa. "Sikat El, gue dukung lo. Bikin Mario masuk UGD lah paling ringan," ucapnya yang malah membawa ke arah candaan yang sudah biasa mereka bertika lakukan.     

Mario melempar Reza dengan tutup pulpen. "Pala lo sini gue patahin sekalian lo beda alam sama gue," ucapnya yang merasa puas mengejek sang sahabat yang memang selalu adu mulut dengannya.     

Nusa terhibur dengan pembicaraan mereka, ketiga sahabat dengan watak yang berbeda-beda mampu menghadirkan suasana yang sangatlah humoris. "Udah kok udah enakan, tapi masih pusing walaupun sedikit doang." balasnya sambil memeriksa kening, untungnya hawa tubuhnya stabil dan tidak panas.     

El menatap Nusa dengan penuh cemas, setelah itu mengalihkan pandangan lagi ke arah Reza dan Mario. "Ya udah sana lo cabut, beliin teh anget lagi sama bubur di kantin ada kan ya? Lupa gue di kantin kita ada apaan aja," ucapnya yang menjawab tawaran Reza.     

Reza menganggukkan kepala, paham. "Oke, lo sendiri mau apa? Nasi goreng? Dimsum? Atau apaan?" tanyanya lagi untuk menawarkan El.     

Mario menatap Reza, lalu mencibir. "Idih El sana Nusa doang yang di tawarin tapi gue gak." Selayaknya anak bocah yang merajuk.     

Mendengar ucapan Mario menjadikan Reza segera menatap cowok di sampingnya dengan kesal, lalu menjitak pelan kepala Mario. "Lo oneng banget sih, kan kita berdua yang ke kantin. Ngapain gue nawarin lo? Kan bisa langsung liat-liat disana." balasnya yang seperti sudah kehilangan kata-kata.     

Mario hanya meringis sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Kalau boleh di samakan, ia sama seperti Nika yang berada di genk Priska. Sama-sama bodoh terkadang dan lemot.     

"Ya udah gc sana, gak udah mampir kemana-mana ya lo. Awas aja kelamaan terus gue tau lo berdua godain cewek dulu," ucap El.     

Mario dan Reza menganggukkan kepala, lalu seperti memberikan hormat. "Siap bos!" Seru mereka berdua, setelah itu melangkahkan kakinya untuk pergi ke meja guru yang ada di depan kelas. Setelah itu membagi menjadi dua tumpukan buku yang berjumlah 30, jumlah siswa di kelas ini.     

Melangkahkan kaki keluar dari kelas, koridor sepi berhubung ini masih jam mata pelajaran yang dalam artian setiap kelas masih diisi oleh jam mata pelajaran.     

"Eh emang di kantin kita ada yang jual bubur?" tanya Mario sambil berpikir, kembali mengingat-ingat karena dirinya memang tidak pernah membeli bubur di sekolah. Kalaupun membeli, pasti di pinggir jalan lalu di bawa ke sekolah untuk sarapan.     

Reza menganggukkan kepalanya. "Ada ogeb, lo nya aja yang pikun. Di kedai paling pojok, Mpok Dina. Lo lupa?" balasnya sambil menoleh ke arah Mario, perbincangan mereka memang selalu tidak jelas.     

Mengingat-ingat, akhirnya tetap saja tidak ingat. Mario meringis, lalu terkekeh kecil. "Bodo lah, ayo kita cepetan aja kesana. Inget pesen El, jangan godain mbak-mbak kantin."     

Mereka berjalan di tengah koridor, seperti layaknya penguasa, namun hal itu benar karena mereka berdua termasuk penguasa sekolah. Jika ada beberapa murid yang lewat, pasti refleks menoleh ke arah Reza dan Mario karena memang aura mereka selain tampan, baik, playboy, namun tetap saja menjadi idaman satu sekolah.     

Ucapan Mario yang seperti mengingatkan mereka berdua membuat Reza memutar kedua bola matanya. "Gue gak pernah ya incer mbak-mbak kantin, lo terus tuh yang genit ke mereka. Gue sih gak dulu deh, masih berada di jalan yang lurus."     

"Berada di jalan yang lurus tapi lo nyari yang body-nya bahenol ya sama aja oneng." balas Mario, menyindir Reza langsung di hadapan cowok tersebut.     

Reza mah hanya tertawa. "Gak semua sih, tapi sebagian." Ya namanya juga cowok, kebanyakan melihat yang memiliki body bagus dan jangan lupakan good looking is number one!     

"Body Alvira biasa aja, walaupun body goals juga. Tapi gue bisa sesayang ini anjir, lo nyadar gak si?"     

"Iya lah, lo nya aja selama sekolah terus incer cewek, cuma paling bisa bucin sama Alvira. Ya gimana lo gak sesayang itu sama tuh cewek?"     

"Bener juga, gue jadi kangen sama Alvira, Rio."     

Mendengar pengakuan Reza lagi dan lagi membahas Alvira, membuat Mario memiliki keinginam untuk menimpuk sahabatnya menggunakkan tumpukan buku yang saat ini berada di pelukannya.     

Mereka berjalan, setelah itu sampai di ruang guru dan sudah memasuki ruangan tersebut yang berisikan beberapa guru. "Permisi." ucap mereka berdua dengan sopan.     

Setelah itu, menghampiri meja guru yang tadi mengajar mereka karena Pak guru tersebut berada di mejanya. Mereka tidak tau namanya karena itu guru baru (author disini pakai sudut pandang mereka berdua, ya. Jadi untuk nama gurunya author juga mencantumkan unknow.)     

"Ini ya Pak bukunya, inget Reza dan Mario harus dapet seratus ya Pak kan udah bantu Bapak." celetuk Mario sambil cengengesan.     

"Iya nanti Bapak pikir-pikir lagi." ucap guru tersebut.     

Entah Pak guru lupa memakai name tag di bajunya atau bagaimana, tapi tidak ada nama yang tercantum. Padahal tadi sebelum mulai pembelajaran, beliau memperkenalkan nama namun Reza dan Mario memang tidak mendengarkan.     

Setelah sedikit berbincang, Reza dan Mario kembali permisi lalu keluar dari ruang guru dengan sopan.     

"Keliatan aneh gak sih kalau ngobrol sama guru, tapi kita gak tau namanya?" tanya Mario pada Reza begitu sudah kembali menginjakkan kaki di koridor.     

Menganggukkan kepala, Reza menyetujui apa yang dikatakan oleh Mario. "Iya, kayak orang ogeb."     

Setelah itu, tujuan mereka adalah ke kantin.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.