Elbara : Melts The Coldest Heart

Pangling Melihat Moli



Pangling Melihat Moli

0Sesampainya di kantin …     
0

"Gue tampar lo ya kalau deket-deket sama mbak kantin." Peringat Reza karena saat ini Mario sudah mendekati salah satu Mbak kantin muda yang berdagang pangsit. Ia suka kesal sendiri dengan sahabatnya karena suka sekali menggoda cewek yang ini dan itu pokoknya semuanya harus berkenalan dengan seorang Mario.     

Tidak, tentu saja bukan berarti Reza kalah saing dengan Mario. Jelas saja sesama pemain cowok yang mencuri banyak perhatian cewek-cewek, mereka saling mendukung dan bermain bersih. Bahkan terkadang mereka saling memperkenalkan cewek satu sama lain, seperti barter.     

Mario yang mendengar perkataan Reza pun hanya tertawa, lalu berjalan mundur untuk mengurungkan niat dan kembali berdiri tepat di samping sahabatnya. "Ya elah, minta nomor hp doang gak boleh juga gitu?" tanyanya seperti merajuk.     

Reza memutar kedua bola matanya. "Halah minta nomor telepon pala lo, nanti juga ngerembet minta alamat rumah terus modus ngajak jalan. Emangnya gue gak paham jalan otak lo yang begitu-begitu aja?" balasnya. Bagaimana ia tidak tau sifat Mario? Toh sudah bertahun-tahun mereka sahabatan terlebih lagi memang mereka lebih dekat satu sama lain daripada dengan El yang dulu.     

Mario seakan tertangkap basah pun akhirnya mendengus. "Ya udah iya gak jadi, keciduk gue sama lo." ucapnya.     

Lalu, Reza menggelengkan kepalanya saja. Ia mulai berjalan ke kedai pojok kantin yang terdapat Mpok Dina sedang bersantai duduk sambil kipas-kipas dengan kertas di tangan, padahal di atas kepalanya ada kipas yang menyala pertanda memunculkan angin agar memberikan hawa sejuk.     

Mario mengekori Reza seperti anak ayam yang mengekori induknya. Ia tau kalau tidak baik memiliki asrama putri kebanyakan di kontak ponselnya, namun itu seru karena menjadikan notifikasi ponsel tidak pernah sepi karena beberapa cewek ada yang mengirimi pesan padanya.     

Menghentikan langkah di kedai tersebut, Reza menatap Mpok Dina yang bermain ponsel. "Mpok, beli dong." ucapnya di depan kedai.     

Mendengar ada yang ingin membeli, Mpok Dina langsung meletakkan ponsel di tangannya. Setelah itu, ia beranjak dari duduknya untuk melayani si pembeli yang ternyata orang yang di kenal satu sekolahan.     

"Eh ternyata ada dua mas ganteng, mau beli berapa porsi nih, sepuluh?" tanyanya sambil terkerkeh, sudah berada tepat di kedainya berhadapan dengan Reza dan Mario.     

Mendengar itu, Mario tertawa. "Kalau beli sepuluh mendingan saya beli sama kedai-kedainya, Mpok." ucapnya yang berpikir perkataan Mpok Dina ada-ada saja. Memangnya siapa yang ingin membeli sepuluh porsi bubur? Kecuali memang ada titipan dan alasan lainnya, tapi ini kan keadaannya ia beli di sekolahan yang paling mentok beli lima porsi untuk satu circle jika menginginkan makan bubur.     

Reza ikut tertawa, lalu menggelengkan kepalanya. "Itu mah kebanyakan, Mpok. Ini saya beli buat Nusa doang, udah." balasnya, lalu di detik kemudian mulai meredakan tawanya.     

Mpok Dina memberikan jemari jempolnya. "Oke deh Mas ganteng, satu porsi bubur buat Neng Nusa yang cantik." ucapnya.     

Bagi satu sekolahan, nama El and the genk, Priska and the genk, Bian and the genk, serta Nusa bukanlah nama-nama yang sulit di kenal karena mereka salalu menjadi topik hangat sekolahan dengan segala hal yang berkaitan dengan mereka. Istilahnya, mereka adalah deretan murid-murid populer di sekolah.     

"Si Neng Nusa tadi pingsan? Mpok denger-denger dari murid yang tadi mampir ke kedai Mpok," ucap Mpok Dina sambil menyiapkan satu porsi bubur.     

Menganggukkan kepala, Mario mengiyakan ucapan Mpok Dina. "Iya, Mpok. Nusa biasa sarapan, tapi tadi dia telat makanya gak sarapan." balasnya.     

"Waduh kasian banget sampai Neng Nusa pingsan gitu, pasti sekarang jadi gak enak badan."     

"Iya Mpok, ini makanya El nitip bubur buat dia. Oh ya Mpok sama segelas teh hangat-nya deh sekalian."     

"Siap, Mas ganteng."     

Reza dan Mario menepi dan menyandarkan tubuhnya ke dinding, kedua tangan saling menyilang di depan dada. Bagi mereka berdua, pergi ke kantin saat jam pelajaran sudah terbiasa. Ya namanya juga anak bandel, tidak takut dengan teguran bahkan hukuman dari guru. Lagipula, membolos sebentar ke kantin adalah tindakan kenakalan remaja yang ringan.     

Mereka berdua tidak pernah terlibat kasus yang mencoreng nama baik sekolah, dalam artian tentu saja tau akan batasan yang berlaku di sekolah.     

"Eh, Za." ucap Mario yang menghidupkan suasana.     

Reza yang tengah menatap kakinya dan lantai pun menolehkan kepala kembali menatap Mario yang sudah menatapnya. "Apaan sih lo manggil-manggil mulu, gak bisa banget jauh dari gue." balasnya sewot, ia ingin melamun sebentar saja tidak bisa.     

Mario menjitak kepala Reza, gantian karena ia terus yang di nistakan oleh cowok di sampingnya. "Gue mau kasih tau sesuatu gila, marah-marah mulu lo." ucapnya yang ikutan sewot.     

"Ya apaan langsung bilang emangnya gak bisa? Nunggu gue marah-marah dulu baru lo to the point?"     

"Gue tebak si Reza PMS."     

"Gue cewek, Rio. Beneran gue gampar lo,"     

Mendengar Reza yang marah-marah, manjadikan Mario menjulurkan tangan untuk memegang kepala cowok tersebut dan mengarahkan ke arah dimana dirinya ingin bicarakan. "Noh, bian sama cewek." ucapnya begitu kepala Reza sudah melihat target yang di tuju, ia pun melepaskan tangannya dari kepala sahabatnya.     

Melihat itu, Reza menyipitkan kedua bola matanya.     

"Mas ganteng, Mpok buatin teh hangat-ya dulu ya." Tiba-tiba terdengat suara Mpok Dina.     

Mendengar itu, Reza dan Mario menganggukkan kepala dan menoleh sekilas. "Oke." Hanya itu jawaban mereka layaknya anak kembar yang selalu menyahut bersamaan.     

Titik fokus kembali menatap Bian.     

"Itu cewek di sampingnya siapa anjir? Cewek baru? Moli di kemanain?" tanya Mario yang tidak habis pikir dengan Bian. Tingkat ke playboy-an cowok itu lebih akut daripada mereka berdua.     

Reza yang semakin menyipitkan mata berusaha mengenali sosok cewek itu pun setelah di detik berikutnya langsung menepuk-nepuk bahu Mario dengan heboh. "Itu kasih Moli, ogeb." ucapnya yang akhirnya dapat mengenali sosok tersebut.     

Mario membelalakkan kedua bola matanya, merasa tidak percaya namun sekilas ia juga memperhatikan wajah cewek itu mirip Moli. "Lah kok berubah? Jadi cantik banget anjir, pangling gue liatnya." Ia berkomentar sambil menggelengkan kepala seolah tidak percaya dengan penglihatannya.     

Reza setuju. "Kalau gue tikung, gue masuk rumah sakit atau masuk kuburan?" tanyanya.     

"Langsung masuk alam barzah kayaknya." jawab Mario yang memang asal ceplos.     

Tatapan mereka terpaku, setelah itu menggelengkan kepala berusaha sadar.     

"Udah anjir itu cewek orang, gak perlu di ambil juga. Bian kan setara sama El, masih kuatan El, tapi kalau Bian di bandingin sama kita ya kitanya yang kalah." ucap Reza, ia malah melihat ada kilatan ingin merebut di bola mata Mario.     

Mario tertawa karena Reza dapat membaca apa yang dirinya pikirkan. "Hehe peace, damai."     

"Mas ganteng, nih pesanannya udah siap."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.