Elbara : Melts The Coldest Heart

Di Tembak Reza?!



Di Tembak Reza?!

0Priska menatap Nusa dan El yang bermesraan, ia memutar kedua bola matanya karena jengah dengan situasi yang sama sekali tidak mengenakkan perasaannta saat ini.     
0

Dengan mengambil napas dan menghembuskannya dengan perlahan, Priska memilih untuk beranjak dari duduknya.     

"Lah mau kemana lo?" tanya Disty yang langsung menyadari kalau Priska beranjak dari duduknya, ia adalah satu-satunya yang peka.     

Nika masih setia menatap layar ponsel karena sedang bermain permainan offline. Bukannya ia tidak peduli, ia masih memiliki telinga untuk menyimak namun pandangannya memang terarah ke benda pipih di hadapannya. "Iya lo mau kemana, Ka? Bentar lagi pasti ada guru yang masuk ke kela lo mau bolos?"     

Menunggu jawaban Priska, namun yang di tampilkan cewek tersebut hanya raut wajah yang datar. "Lo berdua disini aja, catet materi pelajaran yang punya poin penting, gue mau bolos cari angin." balasnya, lalu kembali melirik ke arah Nusa dan El yang ternyata cowok yang ia idam-idamkan itu sedang mengumbar tawa untuk cewek yang sangat ia tidak suka.     

'Awas lo, Sa.' batin Priska yang sudah kepalang kesal dari awal kedatangan Nusa di sekolah ini, sampai cewek itu di katakan untuk duduk bersebelahan di samping El.     

Tanpa mendengarkan ucapan Disty dan Nika, Priska mulai melangkahkan kaki untuk keluar kelas. Tentu saja satu kelas mengetahui niat cewek itu, namun tak ada satupun orang yang berani melarang. Bahkan, ketua kelas pun bungkam.     

Sebagian orang takut dengan Priska, takut di bully lebih tepatnya dan tidak ingin mencari masalah dengan cewek satu itu. Ada juga sebagian yang tidak takut, namun lebih memilih untuk diam juga dan memilih tidak terlalu terlihat sok jagoan.     

Entah kemana tujuannya saat ini, yang terpenting langkah Priska tetap berjalan menjauh dari objek yang membuat suasana hatinya menjadi memburuk.     

Mungkin ke kantin adalah pilihan yang tepat, jarang ada guru yang memasuki area kantin jadi mungkin di sana dirinya akan membolos.     

Berjalan melewati koridor yang memang dapat membawanya ke kantin, juga melewati lapangan yang kosong. Ia ingat semua kejadian saat El menolaknya mentah-mentah, tepat di tengah lapangan dan keadaannya di sana ia sendirian tanpa Disty dan Nika yang malah menonton kesedihannya dari tepi lapangan.     

Persahabatannya dengan Disty dan Nika memang toxic, namun kalau tidak ada mereka berdua, Priska merasa tidak memiliki tumpuan.     

Hidupnya berat, hidupnya sepi, hidupnya membutuhkan seseorang. Di saat ia sudah menemukan seseorang itu, ternyata dia tidak mendapatkannya. Wajar, isi kepalanya terasa gila karena tidak mendapatkan apa yang ia inginkan.     

Setiap sudut di sekolah ini ada berbagai macam perkataan El yang menyakitkan karena cowok itu sudah risih dengan keberadaannya, namun ia masih memiliki El sebagai orang yang ia harapkan untuk bisa bersama dengannya.     

Sudah bodoh, tidak tau malu, terobsesi, dan tidak benar-benar memiliki penyemangat. Penyiksaannya tentang membully orang lain adalah bentuk menyalurkan apa yang ia rasakan supaya orang lain bisa merasakan betapa penderitaannya walaupun beberapa korbannya tak sepenuhnya ada yang paham dengan kondisinya.     

Tidak pernah self harm, dan tidak pernah melakukan hal-hal yang membahayakan diri seperti percobaan bunuh diri. Ia masih dalam psikis yanh sehat, namun hatinya saja yang bermasalah.     

Akhirnya, Priska sampai di kantin. Ia menaikkam kedua alisnya di saat melihat Reza dan Mario, ternyata kedua cowok itu juga berada di sana.     

Tatapan mereka bertiga bertemu, namun Priska sedang tidak memiliki mood untuk meladeni Reza dan Mario yang sudah terbiasa mengejek segala hal tentangnya. Ia tidak pernah sakit hati dengan ejekan mereka, kecuali perkataan kasar yang menyuruhnya untuk berhenti mengejar El.     

"Bu, beli dimsum seporsi. Minumnya lemon tea," ucapnya pada Ibu kantin pada stand dimsum.     

"Iya Neng."     

Priska menunggu makanannya siap, lalu menolehkan kepala ke arah selain Reza dan Mario. Dan tebak apa yang ia temukan? Itu adalah Bian dan Moli yang sepertinya sudah mengubah penampilan dari cewek kutu buku menjadi cewek yang cukup fashionable.     

"Neng ini pesenannya dah jadi."     

Priska menganggukkan kepala, mengambil uang selembar berwarna biru dan di berikan kepada penjual. Lalu, kembaliannya ia terima dan memilih tempat duduk paling ujung di sebelah sudut Reza dan Mario berada karena di sana adalah spot duduk paling enak.     

Setelah mendaratkan bokong di sana, ia menghembuskan napas untuk menghirup udara segar yang saat ini mulai ia butuhkan.     

"Woy, Ka."     

Sampai pada akhirnya, kenyataan menghancurkan ekspetasinya yang ingin merenung sendirian.     

Mendengar namanya di panggil, tentu saja Priska menolehkan kepala walaupun dengan gerakan malas. "Apa?" Dan di sana ia sudah melihat Reza yang berdiri di tepian mejanya.     

Ia mencari keberadaan Mario, ternyata cowok satu itu sudah berjalan keluar kantin dengan tangan yang memegang kantong kresek yang seperti berisikan makanan dan juga menggenggam cangkir.     

Priska menaikkan sebelah alis karena ternyata Reza tidak ikut dengan Mario, dan malah menghampirinya. "Kenapa lo panggil gue?" sambungnya.     

Reza menggelengkan kepala, lalu memilih untuk mendaratkan bokong di seberang kursi Priska. "Lo ngapain disini?" Pertanyaan yang bodoh? Mungkin.     

Merasa aneh seperti ada yang ingin dikatakan oleh Reza, namun cowok itu memilih untuk berbasa-basi kepadanya. "Cabut lah ngapain lagi? Gue laper. Lo mau ngomong sesuatu sama gue? Cepetan, gue mau makan." ucapnya yang melirik dimsum di hadapannya.     

Reza menganggukkan kepala. "Kayaknya gue emang gak perlu basa-basi deh sama lo," ucapnya yang sudah mendapatkan lampu hijau dari Priska untuk mulai mengatan apa yang dirinya ingin bicarakan.     

"Nah itu lo tau, kenapa? Tumben-tumbenan lo mau nyamperin gue, biasanya boro-boro nyamperin, deket gue aja bahkan mungkin gak mau satu udara sama gue."     

"Iya emang gue gak mau, tapi ini penting."     

"Sepenting apa sampai lo rela duduk hadap-hadapan sama gue yang biasanya jijik?"     

Reza mengunci tatapannya pada Priska, lalu ia menggelengkan kepala. "Kali ini udah gak, maaf ya gue kayak gitu sama lo. Gue pikir, gue sama Mario udah kelewatan. Tapi kalau sifat El ke lo, itu wajar karena dia risih."     

Priska menghembuskan napasnya, lagi dan lagi perkataan Reza penuh dengan basa-basi. "Gak mungkin lo nyamperin gue cuma mau minta maaf, to the point aja deh soalnya cacing di perut gue minta makanan saking lapernya." ucapnya yang terburu-buru.     

Beberapa detik berlalu tanpa terdengar jawaban Reza yang saat ini dinanti-nantikan.     

Pada akhirnya, Priska memilih untuk meraih gelas yang berada di hadapannya untuk di teguk karena dinding tenggorokannya terasa kering.     

"Gue mau lo jadi cewek gue, Ka."     

"Uhuk, uhuk!" Tepat pada saat itu, Priska tersedak sambil membelalakkan kedua bola matanya, tidak percaya dengan apa yang di tangkap oleh indra pendengarannya saat ini.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.