Elbara : Melts The Coldest Heart

Menanyakan Kedatangan Reza



Menanyakan Kedatangan Reza

0Priska mengerjapkan kedua bola mata kala punggung Reza sudah menghilang di balik tembok, ia masih terperangah dengan apa yang dikatakan oleh cowok tersebut.     
0

Hei, di ajak berpacaran namun tidak ada opsi untuk penolakan? Itu lebih terdengar lebih ke arah pemaksaan jika di bandingkan dengan menyatakan perasaan, apalagi ini mendadak tanpa adanya PDKT di antara mereka.     

Coba jelaskan, PDKT seperti apa di saat keseharian mereka sepanjang sekolah malah saling bertengkar dan beradu mulut satu sama lain. Tidak, itu namanya bukan pendekatan sebelum memulai untuk menjalin status pacaran.     

Akhirnya, Priska memutuskan untuk menaikkan bahu dan memilih tidak ingin ambil pusing.     

Lagipula, Reza tidak terlalu buruk. Sifat cowok satu itu memang bagaikan orang yang benci kepadanya, namun tadi beberapa saat yang lalu, ia juga tau kalau cowok tersebut bisa bersikap manis kepadanya.     

"Udah deh, mendingan makan dimsum aja. Lagian juga gak penting sih, kali aja gue bisa move on dari El. Reza juga cakep, kaya, sederajat lah ya sama gue." gumamnya, lalu menarik piring yang tadinya terletak kurang mendekat dari hadapannya.     

Setelah itu, ia berdiam diri sambil menikmati dimsum dan sesekali meneguk lemon tea yang juga dirinya pesan. Pandangan melihat ke arah layar ponsel, menampilkan beranda banyak orang yang memposting kegiatan mereka, gym, make-up, dan lain sebagainya.     

Namun, di pikirannya masih memikirkan kejadian tadi sampai pada akhirnya Priska mengetuk kepala dengan tangannya.     

"Awsh, ogeb ig kekencengan." Dan yang dirinya dapatkan adalah rasa sakit karena tidak sengaja terlalu bersemangat memukul kepalanya sendiri.     

Setelah di pikir-pikir memang tindakan yang dilakukan Reza sangat aneh, bisa di bilang mereka adalah musuh bebuyutan.     

"Apa jangan-jangan ada sesuatu yang mereka incar dari gue, ya?"     

Tak kunjung mendapatkan jawaban, berkali-kali Priska menghembuskan napas agar tidak terlalu emosi kali ini.     

"Ah bodo lah, berarti ini sekarang gue udah punya pacar ya kan?"     

Bingung, biasanya tugasnya selama di sekolah hanya mengejar-ngejar El. Namun saat ini malah ia telah berpacaran oleh salah satu sahabat dari cowok yang ia sukai. Takdir memang sering berkata lain dengan harapan para manusia.     

"Ekhem."     

Mendengar deheman tersebut, menjadikan lamunan Priska buyar. Ia mendongakkan kepala untuk menatap seseorang yang saat ini seperti tengah menegurnya.     

Ia melihat sosok… Bian?     

Priska menaikkan sebelah alisnya, setelah itu memilih untuk menganggukkan kepala. "Eh iya sini duduk." ucapnya yang mempersilakan. Tatapannya jatuh pada belakang Bian yang ternyata tidak ada siapa-siapa selain mereka di sini, dalam artian kemungkinan besar Moli sudah pergi.     

"Oke." balas Bian sambil mendaratkan bokongnya di kursi kantin, berhadapan dengan Priska, ia menempati tempat yang tadinya di duduki Reza. "Itu tadi lo ngomong sama Reza?" sambungnya, bertanya to the point.     

Priska menganggukkan kepala, meraih gelas dan meneguk lemon tea-nya untuk menghilangkan dahaga yang terasa dinding tenggorokkannya mengering. "Iya, kenapa emangnya?" tanyanya, lalu menyuapkan dimsum ke dalam mulutnya.     

Mengenggelengkan kepala dengan perlahan. "Dia tau rahasia kita?" tanyanya dengan penuh kehatia-hatian.     

Priska menaikkan sebelah alisnya, lalu mendengus. "Tadinya enggak, tapi sampai seseorang liat kita berdua di kantin, pasti setelah ini takutnya ada desas desus aneh." ucapnya dengan tatapan tajam.     

"Ya santai, kalau ada yang bikin gosip bilang aja sih kalau lo—"     

"Gue udah jadian sama Reza." Priska langsung memotong pembicaraan Bian tanpa menunggu cowok tersebut menyelesaikan perkataannya.     

Kalau Bian sedang minum saat ini, kemungkinan air di dalam mulutnya akan menyembur. Namun karena ia hanya duduk manis di kantin tanpa membeli apapun, akhirnya yang ia lakukan hanya membelalakkan kedua bola matanya:     

"Hah?!"     

"Iya, kaget kan lo? Gue aja yang di tembak kaget banget anjir, malah gak boleh nolak."     

"Jangan-jangan dia tau kalau lo dalang dari sekua masalah, Ka. Terus dia—"     

"Jangan fitnah dulu, ini gue niatnya mau jalanin hubungan sama dia dulu."     

Bian menatap Priska dengan serius, takut cewek itu masuk ke dalam lubang hitam yang dari awal telah di buat oleh cewek itu sendiri. "Jangan sampai lo jatuh ke pelukan dia, tau-taunya dia nanti malah nusuk lo dari belakang, gue peringatin lo."     

Priska menganggukkan kepala. Ia adalah pemain yang sangat ahli, namun siapa sangka semua orang juga tau kalau Reza dan Mario lebih ahli daripada dirinya, kan kini ia berhubungan dengan salah satu dari mereka.     

Priska memang licik, namun ada yang lebih licik darinya. Ibaratnya, di atas langit masih ada langit.     

"Iya gue inget, gue juga gak mungkin jatuh sama pesona Reza, gak banget." ucapnya sambil bergidik ngeri, namun entah mengapa di sebagian sisi lubuk hatinya malah merasa penasaran dengan Reza si playboy kelas kakap.     

Bian menganggukkan kepala, ia harap kalau Priska bisa lebih waspada. "Oke, soalnya kalau lo yang lengah, takutnya lo yang rugi." ucapnya.     

"Tapi gimana kalau Reza emang serius sama gue? Kabarnya dia juga di sakitin Alvira gara-gara tuh cewek masih mau sama lo," ucap Priska yang ternyata memiliki pemikiran positif di kepalanya.     

Bian rasanya ingin menyadarkan sosok Priska yang terkadang di lain waktu bisa terbawa sifat Nika yang polos, lemot, juga lugu. "Dari mana lo liat dia mau serius sama lo?" Ia akhirnya bertanya, ingin mengetahui sudut pandang cewek yang ada di hadapannya saat ini.     

"Dari dia yang nembak gue sampai gak mau nerima penolakan dari gue, itu termasuk effort, iya kan?" balas Priska, ini adalah pemikirannya di bagian otak yang lainnya.     

Mendengar itu, Bian menepuk keningnya. "Ada ya tukang bully yang kayak lo? Kalau lagi kayak gini, lo gak serem sama sekali anjir, malah makannya dimsum."     

"Emang tukang bully makannya apaan?" tanya Priska yang seolah-olah di pandangan Bian, tukang bully itu bukanlah manusia, mungkin? Kan dimsum rasanya enak bagi beberapa orang yang mencintai makanan ini seperti dirinya.     

Bian mendengus. "Makan paku, Ka. Paku di jus pakai jus pare, jangan lupa tambahin baut."     

"Udah gila lo ya?" Respon Priska sambil menggelengkan kepalanya, miris dengan pemikiran Bian yang seperti ini. Namun ia tetap dengan nikmat menyuapi makanan ke dalam mulut.     

"Lo yang gila, gue mau peringatin lo aja." ucap Bian, mempertebal rasa sabar.     

Apapun yang dilakukan oleh Priska dan Bian tentu tidak bisa di maafkan begitu saja karena sudah termasuk tindakan kriminal, mencelakai seseoranh sampai cedera serius. Wajar mereka saat ini seperti orang kelimpungan, bahkan malah ingin berpura-pura tidak dekat satu sama lain yang justru mengundang pemikiran seperti 'ada apa dengan mereka berdua?'.     

"Ya udah lanjutin makan lo, gue mau lanjut masuk ke kelas. Selamat bolos, bentar lagi paling kepsek nyamperin lo noh udah keliatan di ujung koridor."     

"Mampus gue." respon Priska.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.