Elbara : Melts The Coldest Heart

Kepercayaan Dalam Hubungan



Kepercayaan Dalam Hubungan

0Kembali ke kelas rasanya seperti malapetaka tersendiri bagi Reza karena semenjak ia memasuki kelas dan mendaratkan bokong di kursinya, Mario tiada henti meledek.     
0

"Gue tampar ya lo, Rio." ucapnya sambil menatap Mario dengan sebal, ia merasa sangat malu.     

Tapi beruntung, kedua sahabatnya itu belum memberitahu dengan siapa dirinya berpacaran saat ini. Namun, ketenangan ini tidak akan berlangsung lama karena Mario sambil mengerjakan proyek berupa membuat brosur dari gambaran tangannya sendiri untuk di tempel pada mading saat nanti memasuki jam istirahat.     

Mario tertawa, ia menggambar brosur tersebut dengan was-was supaya tidak ada orang yang melihatnya. "Ngakak, akhirnya lo mau kan. Bilang aja lo diem-diem tuh sebenernya suka sama dia," ucapnya yang kembali memanasi keadaan.     

Mendengar itu, rasanya jika di dekatnya ada bantal, Reza akan melempari Mario dengan benda empuk tersebut dengan ganas. "Mana ada gue suka sama dia? Kalaupun di muka bumi ini cewek tersisa dia doang, gue juga gak mau."     

"Ya tapi kan lo harus berkembang biak,l     

"Lo kira gue hewan?"     

"Lah manusia juga menghadirkan keturunan, oneng."     

"Iya, tapi bahasanya jangan berkembang biak lah."     

Reza sudah dapat memprediksi semenjak Mario tadi melangkahkan kaki meninggalkan kantin yang dimana juga berarti meninggalkan dirinya, pasti akan di taruh di dalam posisi yang seperti ini.     

Melihat sang sahabat yang agak frustasi dan seperti ingin lapang dada menerima tawarannya, Mario menghembuskan napas lalu menjulurkan tangan untuk menepuk pundak Reza berkali-kali seolah menyuruh cowok tersebut untuk sabar. "Terima takdir aja bro, percaya sama kata-kata benci bisa jadi cinta." ucapnya yang seperti tengah menyemangati.     

Mendengus, Reza tidak pernah memiliki pemikiran bahkan tidak pernah membayangkan kebersamaan dengan Priska. Apalagi saat mendengar perkataan Mario yang mengatakan terima takdir serta istilah benci jadi cinta itu bisa di terima dengan baik olehnya. "Ngaco lo ah, gue juga numpang peran doang kan sama dia. Nah selebihnya, ini urusan lo sama El." ucapnya sambil menyandarkan punggung di sandaran kursi yang mungkin hanya bisa menyanggah tubuhnya setengah punggung saja.     

Mario yang sudah membuat brosur ala-ala dan di warnain dengan spidol warna warni hasil pinjam meminjam dari anak satu kelas, ia menatap kertas di hadapannya dengan senyuman yang mengembang.     

"Gila gue kayaknya jadi anak mading aja deh, karya pertama gue nih bagus juga ternyata." ucapnya, lalu tangannya mulai terjulur untuk menggulung kertas tersebut agar nantinnya tidak lecek.     

Ocehan Mario membuat Reza memutar kedua bola matanya dengan perlahan, apa yang dikatakan sahabatnya itu. "Pala lo mading? Basket noh gerakin lagi udah lama gak masuk lapangan,"     

"Iya juga ya kita udah lama gak nge-basket?"     

"Nah nyadar juga lo, pulang sekolah yo ajakin El."     

"Ayo-ayo aja sih gue, lawannya siapa? Kalau Bian lagi, bosen gue. Maksudnya, bosen menang."     

Ya, walaupun saat bermain genk jumlah mereka tidak sepadan. Hanya El, Reza, dan Mario yang artinya mereka hanya bertiga melawan Bian and the genk 5 orang seperti pertandingan resmi. Namun, genk El-lah yang selalu memenangkan permainan apapun kondisinya.     

Reza tertawa, setuju dengan apa yang dikatakan oleh Mario. Bosen menang sama dengan sudah mengetahui setiap taktik permainan musuhnya, jadi sudah tidak seru lagi. "Gue denger-denger sih ada ade kelas yang jago ya sepantar El, dia baru masuk ekskul tapi udah pecah." ucapnya.     

"Nah ya udah tuh sabi juga, tapi kayaknya El nganter pulang Nusa gak sih?" balas Mario.     

"Enggak kok, Nusa di jemput Kak Rehan." Tiba-tiba terdengar suara halus milik Nusa yang menjawab pertanyaan Mario yang malah di tunjukkan kepada Reza dan bukan langsung kepadanya.     

Mendnegar itu, Reza dan Mario secara bersamaan menolehkan kepala ke sumber suara beserta tubuhnya yang juga ikut berbalik dan kini menemukan Nusa yang saat ini tengah menatap ke arah mereka dengan senyuman yang tidak pernah bosan untuk di tunjukkan.     

"Lah emangnya kenapa gak sama El?" celetuk Mario penasaran, ia melirik El dan sahabatnya itu malah memilih diam seolah-olah membiarkan Nusa saja yang menjawabnya.     

Nusa menaikkan bahunya. "Ya biasa lah, aku kasih tau Kak Rehan kalau aku gak enak badan. Jadi, sifat over protective-nya keluar." balasnya.     

Reza dan Mario mengangguk-anggukkan kepala merasa paham.     

"Ya udah nanti lo hati-hati di jalan." ucap Reza.     

El menatap Reza dan Mario secara bersamaan. "Gue denger pembicaraan lo berdua, mau tanding sama adik kelas?" tanyanya.     

Mario menganggukkan kepalanya. "Iya, anak baru itu loh El. Lo mah ketua basket doang tapi gak tau progres. Katanya skill dia bagus, kali aja kita sekali-kali di kalahin sama lawan." ucapnya yang membalas perkataan El, di akhir ucapannya di iringi dengan kekehan kecil.     

El mendengus, ia adalah ketua ekstrakulikuler basket yang paling malas mengurusi anak baru dan akan lebih ia serahkan kepada pengurus organisasi.     

"Oh ya udah, atur aja gimananya." respon El, lalu menolehkan kepala ke arah Nusa. "Lo pulang aja ya, gak usah nonton. Nanti gue kabarin lo kok, lo sampai rumah langsung istirahat." sambungnya yang di tunjukkan perhatian untuk sang pacar.     

Mendegar deretan kata-kata yang penuh perhatian menjadikan Nusa tersipu malu, lalu menganggukkan kepala dengan perlahan. "Iya, tapi jangan mau di modusin sama cewek-cewek."     

Mario terkekeh mendengar ucapan Nusa apalagi melihat raut wajah cewek tersebut yang cemberut. "Siapa juga yang mau modus sama El, Sa? Mereka mau deket-deket El juga bakalan mikir-mikir kok, cowok lo kan singa. Cewek-cewek di sekolah mah cukup mengagumi dari jauh,"     

Reza menganggukkan kepala, setuju dengan apa yang dikatakan oleh Mario. "Lo gak usah khawatir, gak usah punya pikiran negatif juga, El tau banget gimana jaga perasaan lo. Lagian juga kalau dia macem-macem di belakang lo, gue sama Mario bakalan gampar dia." ucapnya dengan sok berani di akhir perkataannya.     

El menaikkan sebelah alis, menyilangkan kedua tangan di depan dada. "Berani lo?" tanyanya dengan garang sambil menatap kedua sahabatnya dengan tatapan yang sangat intens.     

Mario tertawa melihat wajah Reza yang terlihat sedikit kecut, di tambah lagi terlihat sedikit memucat. "Mampus lo Za di tantangin El, balik sekolah bonyok lo." ucapnya yang memanas-manasi keadaan.     

Mendengar percakapan ketiga cowok yang selalu berada di dekatnya membuat Nusa tersipu. Ia tersenyum hangat, mengetahui kalau di sekelilingnya masih memiliki orang berhati baik.     

"Iya aku percaya kok, kan kepercayaan adalah kunci di dalam hubungan. Kalau gak percaya satu sama lain, ngapain pacaran?"     

Perkataan Nusa membuat Reza berpikir, kalau dirinya memacari Priska untuk mencari sesuatu yang telah mereka butuhkan, apa kepercayaan itu tetap harus ada?     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.