Elbara : Melts The Coldest Heart

Olahraga Mendekati Siang Hari



Olahraga Mendekati Siang Hari

0Hari ini cuaca cukup terik menjelang memasuki jam sepuluh pagi hari. Sialnya, ini adalah jam mata pelajaran olahraga yang sangat mampu membuat para murid mengaduh mengeluarkan keluh kesah yang terasa.     
0

Di temani dengan guru magang yang sudah berdiri di depan barisan rapi para murid.     

"Pak ini mendingan kita olahraga di kantin aja deh, siang-siang begini enaknya minum lemon tea." ucap Mario sambil mengibas-ngibaskan bajunya supaya tubuhnya masuk udara agar tidak merasa kepanasan.     

"Nah iya Pak, kita ngobrol-ngobrol santai aja dulu. Kan Bapak baru ngajar di sekolah kita, sekalian ajang perkenalan." sambung Reza yang sekongkol dengan Mario, bahkan dirinya kini tepat bersebelahan dengan sahabatnya yang satu itu.     

Namanya Pak Bimo, ia menatap kedua murid yang protes. "Kamu berdua mau istirahat?" tanyanya dengan nada bicara yang tenang.     

"Iya, Pak!" Jawaban Mario dan Reza serempak.     

"Oh boleh." ucap Pak Bimo. "Tapi kalian berdua harus push up dulu seratus kali." sambungnya.     

Baru saja Reza dan Mario serta anak kelasannya ingin bersorak karena mencium tanda-tanda ingin di istirahatkan dan tidak jadi berolahraga, mendengar perkataan itu menjadikan mereka ciut dan memutuskan untuk diam.     

Desahan kecewa pun terdengar, sedangkan hanya ada satu orang yang tidak mengeluh seperti biasanya, El. Dia adalah salah satu cowok yang sudah berbaris dengan posisi sempurna menghadap depan, ia tidak menolehkan pandangan ke arah cewek-cewek genit yang terkadang sengaja melewati tepi lapangan untuk melihatnya berolahraga.     

"Pelajarannya apaan, Pak? Kalau bukan basket, saya gak mau." ucap Mario yang kembali berkata menyalurkan keinginannya.     

Reza menganggukkan kepala, lagi-lagi setuju dan menjadi sistem pendukung. "Iya Pak, saya juga males kalau gak mainan bola-bolaan."     

Kalau murid yang lain sih kemungkinan ayo-ayo saja, karena mereka selalu setuju dengan komando Reza dan Mario yang kalau berolahraga akan terasa sempurna bersama mereka di tambah El.     

Pak Bimo menimang-nimang dengan apa yang lagi-lagi kedua muridnya itu katakan. "Lari seratus lapangan, mau?" tanyanya.     

Terdengar sorakan 'Yah…' dari kelasan yang di ajar olehnya, pertanda kecewa. "Ya udah, kalem anak-anak. Oke Bapak turutin nih, tapi bermain Volly, gimana?" sambungnya.     

Tadi Pak Bimo yang menimang-nimang perkataan murid, sekarang murid-lah yang menimang-nimang perkataan beliau.     

"Oke Pak." Satu kelas setuju.     

"Sebelumnya, kalian pemanasan dulu. Bapak gak mau pilih Reza dan Mario yang akan mengacaukan pemanasan. Jadi…." ucap Pak Bimo yang menggantung perkataannya sambil melihat ke arah buku absen yang berada di tangannya saat ini. "Jadi, yang namanya Julio ayo memimpin pemanasan." lanjutnya sambil melihat ke arah murid-murid.     

Julio yang merasa namanya dipanggil pun menganggukkan kepala, setelah itu maju ke depan bersampingan dengan Pak Bimo.     

"Kamu lakukan gerakan pemanasan sebagaimana mestinya, ya!" ucapnya sambil menepuk-nepuk bahu Julio, lalu pandangannya menatap ke arah murid sekelas. "Bapak mau ambil buku nilai yang ketinggalan di ruang guru, gak ada yang keluar barisan. Kalau Bapak tau ada yang gak ikut pemanasan, push up seratus kali berlaku untuk kalian para cewek maupun cowok."     

Setelah berkata demikian, Pak Bimo memutuskan untuk meninggalkan lapangan. Ia tidak akan lama, namun kebetulan jarak lapangan dan ruang guru cukup memakan waktu karena ia berjalan bolak balik untuk kembali mengajar.     

"Repot ya sama Pak Bimo, biasanya kan kalau olahraga materinya enakan murid yang ngatur, ini malah gurunya." celetuk Mario sambil menghembuskan napas, lalu ia berjongkok saat mengetahui kalau Julio masih kebingungan ingin mengeluarkan gerakan pemanasan sebelum berolahraga inti yang seperti apa.     

"Tapi kayaknya kita sih yang repot, maunya suka-suka kita ya sekali-kali suka-suka guru." sambar Reza sambil terkekeh kecil, ia mengikuti jejak Mario yang berjongkok.     

Melihat kedua temannya yang berjongkok, El menaikkan sebelah alisnya. "Lo berdua bangun, ngapain jongkok gitu udah tau mau pemanasan. Jangan bikin lama, nanti lo di push up."     

"Yaelah El, push up seratus doang mah kecil."     

Memang benar, bagi Reza, Mario, dan tentu saja El. Push up seratus itu ibaratnya makanan seminggu sekali saat di hari Minggu mereka gym jika memiliki waktu luang, tidak ada rencana apapun. Makanya tubuh mereka bisa menerima olahraga yang terbilang cukup berat jika untuk seseorang yang jarang berolahraga.     

El terkekeh, lalu menggelengkan kepala. "Lo liat tuh pilihan Pak Bimo, Julio lotoy gitu di pilih. Harusnya sih lo berdua aja deh yang pimpin pemanasan, tapi gerakannya yang bener." ucapnya sambil menunjuk dengan dagu ke arah Julio yang saat ini berada di hadapan barisan para murid.     

Reza dan Mario menolehkan kepala secara bersamaan, si Julio pun belum memulai gerakan sampai membuatkan tertawa geli.     

"Pak Bimo mah nilai buku dari cover-nya, ya? Gue sama Reza sama sekali gak di lirik, giliran yang begitu di lirik. Ayo kita tujukin bakat kita!" ucap Mario sambil beranjak dari jongkok-nya, lalu setelah berdiri, ia pun meninju udara dengan semangat. "Ayo bro bangun, kita tunjukin keseriusan kita." sambungnya sambil membantu Reza sampai berdiri di sebelahnya.     

El pun terkekeh saja, ia tidak minat masuk ke dalam kekonyolan Reza dan Mario namun cukup bangga dan terhibur saat memiliki mereka.     

Melihat Reza dan Mario yang mulai menggantikan posisi Julio yang baru ingin mengangkat tangannya ke udara, mereka berdua sudah mengambil alih barisan yang dengan mudahnya mengikuti arahan mereka.     

Akhirnya, sesuai aba-aba dan hitungan dari satu sampai delapan yang diucapkan berulang dengan pergantian gerakan, mereka melakukan pemanasan dengan tertib.     

Entah mengapa, sejak Nusa memilih untuk pulanh karena merasa tidak enak badan yang semakin menjadi, di saat itu juga ia merasakan kesepian yang kembali bersarang di relung hatinya. "Ya kali gue nyuruh anak orang ada di sisi gue terus biar gue ngerasa gak hampa?" gumamnya sambil mendengus, kini ia seperti merasakan keegoisan dari perkataan yang seolah meramal pikirannya.     

Ada kalanya, seseorang yang mengubah kehidupan orang yang merasa dunianya tidak terlalu menyenangkan, seseorang itu adalah memang yang paling di butuhkan. Dia ada di sisi-nya pun menghadirkan perasaan hangat dan senang serta bahagia, namun di saat tidak ada di sisi-nya akan terasa hampa seakan kehilangan.     

"AYO GIRLS DAN GENTLEMAN KITA PEMANASAN YANG SEMANGAT, MUNGKIN DI IRINGI LAGU DANGDUT KALI YA?"     

"HOBAHHHH!"     

"KALAU ADA MAKANAN DI MEJA, TAK PERNAH ENGKAU MAKAN."     

"TELOLET TELOLET!!"     

"KALAU HANYA KOPI YANG KU SUGUHKAN, TAK PERNAH ENGGAU MINUM!"     

Suasana pun berubah menjadi sangat ricuh yang tentu saja menjadi sorotan para murid lainnya, bahkan yang tadinya pemanasan pun murid kelasan ini sudah menggoyang tubuhnya seolah bernyanyi dan menikmati konser dangdut.     

"TAPI JANGAN SAMPAI, KAU MACAM-MACAM—"     

"REZAAAA, MARIOOOO! BAPAK BILANG JUGA KALIAN BERDUA GAK USAH PEGANG PEMANASAN, PUSH UP SERATUS KALI!!!"     

"Mampus." gumam El, tertawa kecil.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.