Elbara : Melts The Coldest Heart

Priska Belum Merelakan El



Priska Belum Merelakan El

1"Ih gila ya, banjir keringet ini badan gue."     
1

Kini, jam pelajaran olahraga sudah berakhir. El, Reza, dan Mario serta anak cowok yang lain sedang berada di toilet untuk berganti baju.     

Terlihat Reza dan Mario yang sangat basah, keuntungan mereka adalah, walaupun baju mereka basah seperti itu namun tidak menghadirkan bau asem dari tubuhnya.     

"Mampus lo, makanya kan gue udah bilang tunjukin kalau lo bisa bimbing pemanasan. Lo malah bimbing buat dangdutan, pemanasan pun gak ada lima menit." ucap El yang kini sudah bertelanjang dada. Kondisi tubuhnya sudah sejuk, sehingga ia saat ini berani membasuh wajahnya dengan air wastafel.     

Reza menghembuskan napas, ia juga ikut di hukum. "Ya tapi seru anjir, kan dangdutan juga termasuk dari pemanasan tubuh." ucapnya sambil melepaskan baju yang melekat di tubuhnya, baju yang sudah basah namun masih memiliki wangi harum yang menjadi pewangi andalan sang Mommy di rumah.     

Mendengar perkataan Reza menjadikan El menaikkan sebelah alisnya. "Seru sih seru ogeb, tapi liat posisi dan porsi juga. Kalau di kelas mau lo bertingkah kayak di hutan juga gak masalah, gak ada yang larang. Lah ini di lapangan, seneng sih gue kalau lo di hukum."     

El telah membawa handuk kecil bersih yang memang selalu di simpan dan di ganti setiap hari di dalam tasnya, kini ia mengelap wajah dengan perlahan untuk menghilangkan bulur air yang tadinya membasuh wajah.     

Mario membawa tote bag untuk pakaian olahraganya yang sudah kotor, apalagi selesai push up ia langsung berbaring di lapangan dan di terpa terik matahari yang sangat. "Muka gue iteman gak dari yang biasanya?" tanyanya, bukannya berkaca dan menilai sendiri, ia malah memberikan pertanyaan ini kepada Reza.     

Reza menganggukkan kepala. "Iya, muka lo sih rada kusam. Lo perawatan habis pulang sekolah nih, menicure pedicure juga jangan lupa." ucapnya yang manampilkan raut wajah prihatin, bahkan mengecek wajah Mario dengan membolak-balikkan wajah sang sahabat ke kanan dan ke kiri.     

"Ih najis, lo kira gue lekong? Perawatan cowok mah secukupnya anjir, kalau sampai menicure pedicure sih gak dulu deh."     

Mendengar jawaban Mario membuat Reza tertawa. Ia mengibaskan tubuhnya dengan kipas tangan kecil hasil betak teman cewek sekelasnya, bukannya mencuri sih lebih tepatnya ia meminjam tapi lupa untuk mengembalikan.     

Angin sepoi-sepoi dari hasil mengibaskan kipas ke arah tubuh membuat Reza merasakan kesejukan, ia juga kepanasan dan seperti cowok berkulit lumayan putih pada umumnya, permukaan kulitnya terlihat sedikit memerah.     

El sudah mengenakkan seragamnya kembali, is pribadi sih tidak merasa terlalu kelelahan karena ia sudah mengetahui setiap langkah-langkah berbagai macam olahraga, bahkan ia menguasainya.     

"Lo berdua masih mau ngedumel di sini apa gimana? Gue mau balik ke kelas, mau telfonan sama Nusa." ucapnya sambil meraih tote bag hitam namun bergambar kelinci imut, dibelikan oleh Nusa untuknya dan dengan senang hati ia pakai walaupun jadi terlihat cute.     

Melihat El yang sudah rapi, menjadikan Reza dan Mario menggelengkan kepala.     

"Lo duluan aja El, gak apa-apa kan? Rasanya gue mau mandi di sekolah, nunggu badan gue sejuk dulu." ucap Mario.     

Reza menganggukkan kepalanya. "Iya, gue juga."     

El yang paham karena setiap pelajaran olahraga Reza dan Mario pasti langsung mandi dengan keluhan tubuh yang terasa lepek. "Ya udah, gue duluan ya." ucapnya.     

Tanpa mendengarkan apa yang dikatakan oleh Reza dan Mario sebagai jawaban apa yang dirinya katakan, El melangkahkan kaki keluar toilet cowok.     

Ia berjalan sendirian, beruntung koridor tidak ramai karena ini masih termasuk jam pelajaran. Kelasnya di berikan waktu tiga puluh menit jam pelajaran olahraga untuk berganti baju dan beristirahat untuk menormalkan kinerja anggota tubuhnya yang seakan berpacu.     

Pikiran El menjalar mengingat Nusa, lalu ia tersenyum simpul di saat pikirannya mengingat bagaimana cara pacarnya tertawa.     

"Cantik,"     

"El!"     

Tiba-tiba, dengan terpaksa pun El mengumpat kasar di dalam hati. Ia tau siapa yang memanggil namanya, ia tidak ingin merespon bahkan menoleh, langkah kakinya tetap pada jalan yang di tuju.     

"Ih El emangnya kamu gak bisa tungguin aku, ya?" tanya seseorang tersebut, bahkan sampai langkah kakinya terseret-seret karena berusaha untuk menyamakannya dengan langkah kaki El yang membuatnya kesulitan berjalan.     

El diam, ia lebih memilih seperti tuli daripada merespon orang yang ribet.     

Sampai pada akhirnya, pergelangan tangannya di cekal dan mau tidak mau ia menghentikan langkah dan membalikkan tubuh sambil melepaskan cekalam tangan sosok tersebut. "Apaan sih, Priska? Lo kenapa lagi masih manggil-manggil gue?" tanyanya dengan sinis.     

Ya, itu Priska. Memangnya siapa lagi cewek yang berani dan sangat frontal kepada El selain dia?     

Priska meringis, lagi dan lagi mendapatkan tatapan elang dari tindakannya yang memanggil cowok tersebut. "Gue mau kasih tau lo kalau gue mau tanya sesuatu, boleh?"     

"Apaan?" tanya El langsung, ia tidak ingin kelamaan merespon cewek satu itu.     

"Bisa di tempat lain, gak? Gue gak mau ngomong disini,"     

"Kalau mau ngomong, cepetan. Kalau gak, yaudah gue cabut."     

Mendengar perkataan El yang seperti itu menjadikan Priska kelimpungan dan akhirnya menganggukkan kepala dengan cepat. "Eh iya iya, ini mau langsung ngomong." ucapnya sambil meringis kecil. Ia menatap sosok cowok di hadapannya, wajah bersih tanpa pori-pori, membingkai ketampanan yang sungguh luar biasa.     

El menaikkan sebelah alisnya di kala melihat Priska yang hanya menatap menelusuri permukaan wajahnya. "Cepetan." ucapnya yang kembali menegur.     

Priska terkesiap. "Oke-oke." Ia mengambil napas sebelum benar-benar mengatakan apa yanh dirinya ingin katakan dan sampaikan kepada cowok tersebut. "Lo yang nyuruh Reza pacaran sama gue, El? Lo manfaatin dia buat deketin gue biar lo bisa nyari tau sesuatu tentang gue, kan?"     

Raut wajah El yang dingin tidak gentar sedikitpun walaupun pertanyaan Priska itu benar adanya. Tebak saja apa yang kini ia lakukan? Malah menggelengkan kepalanya. "Gue gak tau ya urusan lo yang di tembak sama Mario, gue gak ambil pusing tentang hal itu." jawabnya.     

"Terus kenapa? Ini aneh banget, gue gak pernah deket sama Reza bahkan dominan suka adu mulut. Tapi tiba-tiba dia nembak gue tanpa alasan dan nyuruh gak ada penolakan, itu aneh."     

"Lebih aneh lo, kenapa nanya ke gue? Kan lo bisa langsung nanya sama Reza yang bersangkutan."     

Priska diam, benar karena ia belum bertanya kepada Reza dan malahan langsung bertanya kepada El.     

El pun mendengus, ia tau kalau Priska kebanyakan mencari sensasi dengannya. "Udah kan? Gak penting banget lo, sumpah. Mendingan lo jalanin aja hubungan lo sama Reza, gak usah dateng ke gue lagi kayak gini, ganggu."     

Setelah berkata seperti itu, El kembali membalikkan tubuh, melanjutkan langkah untuk meninggalkan Priska yang menekuk senyumannya.     

Priska belum merelakan El.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.