Elbara : Melts The Coldest Heart

Menunggu Kehadiran Seseorang



Menunggu Kehadiran Seseorang

0"Kamu mau nungguin Bian jemput kamu apa gimana, Moli?" pertanyaan itu di lontarkan dari Nusa untuk Moli yang saat ini sudah duduk du ruang tamu-nya.     
0

Mereka sudah selesai menonton Drama Korea sejak setengah jam yang lalu. Nusa memaksakan diri untuk kuat menuruni anak tangga dan sampai pada akhirnya berada di sini, bersampingan dengan Moli yang sudah bersiap untuk pulang.     

"Gak tau sih, Bian juga di sekolah gak bilang apa-apa sama aku yang suruh kesini doang nyamperin kamu." balas Moli sambil menaikkan kedua bahu, pertanda kalau dirinya tidak tau menau.     

Mendengar itu, Nusa menaikkan sebelah alisnya. "Emangnya dia belum kabarin kamu? El udah dari sepuluh menit yang lalu bilang ke aku lewat chat mau on the way kesini, terus Bara belum ngabarin kamu? yang kesimpulannya mereka udah selesai bermain basket."     

Menghembuskan napas dengan perlahan, Moli sendiri pun tidak tau dimana keberadaan Bian yang memang terkadang menyebalkan. Mendapat kabar ya syukur, kalau tidak ya sudah, tidak perlu selalu memaksakan.     

"Aku mah di kabarin seneng, gak di kabarin ya gak terlalu berharap kok."     

"Bukannya kalian udah pacaran, ya? Setau Nusa, kalau orang pacaran itu wajib ngabarin dimana keberadaannya, sedang apa, lagi apa, sama siapa. Ya kedengerannya memang agak posesif, tapi kan biar hati kita tenang."     

Moli hanya terkekeh saat mendengar ucapan Nusa yang mengatakan hubungannya dengan Bian. "Pacaran? Sa, aku sama Bian mah gak punya hubungan spesial kayak kamu sama El. Aku sih juga belum berharap bisa pacaran sama dia, ya karena aku harus belajar lebih dulu untuk meraih nilai kelulusan yang sempurna."     

"Emangnya otak kamu gak cape?" tanya Nusa dengan wajah polos, bahkan di tambah dengan kedua bola mata yang terlihat mengerjap sebanyak tiga kali seperti bayi yang lugu.     

Moli yang posisi duduknya agak menyerong ke arah Nusa agar posisi mengobrol mereka lebih nyaman, ia menatap wajah cewek di sebelahnya dengan raut wajah ceria. "Enggak, belajar tuh seru banget. Apalagi kalau yang soalnya ada hitung-hitungan, aku ngerasa tertantang."     

Nusa menggelengkan kepala. "Gak, aku paling males sama hitung-hitungan. Pas ada pelajarannya aja nih ya, di kelas aku minta tolong di ajarin sama El yang akhirnya gak ngerti terus dia yang ngerjain semuanya." ucapnya sambil terkekeh kecil mengingat kenapa bisa dirinya bodoh?     

"Ada-ada aja kamu mah, kalau gak bisa di coba belajar pelan-pelan soalnya ujian-ujian udah mau mulai di depan mata."     

"Tapi sekarang Nusa udah bisa kok, ini semua berkat kesabaran El yang ngajarin Nusa."     

"Oh yaudah kalau gitu, maksudnya kalau mau, nanti kita belajar bareng-bareng aja di rumah kamu kan mumpung sepi bisa konsentrasi sambil nemenin kamu juga."     

"Oh boleh tuh kalau begitu,"     

Nusa menyalakan ponsel, ia membuka ruang pesan bersama Bian lalu menghubungi cowok tersebut. "Biar aku aja yang bilang suruh jemput kamu sebagai tanda terima kasih biar kamu gak perlu naik kendaraan online lagi, lebih aman." ucapnya.     

Moli ingin melarang apa yang akan di lakukan oleh Nusa, namun siapa sangka kalau gerakannya kalau cepat dengan dering telepon yang sudah tersambung itu?     

Melihat panggilan telepon yang tersambung menjadikan Nusa menekan mode speaker supaya Moli bisa mendengar percakapannya dengan cowok di seberang sana.     

"Halo, Sa. Kenapa ya nelfon gue? Kangen?"     

Mendengar sapaan Bian apalagi perkataan cowok tersebut yang seperti itu menjadikan Nusa mengernyitkan kening. "Halo, enggak gak kangen." balasnya dengan nada bicara sedikit kesal. "Kamu dimana sih? Ini Moli gak di jemput emangnya? Kasian kalau pulang sendirian lagi," sambungnya sambil menatap ke arah cewek yang ada di sampingnya.     

Moli yang mendengar itu pun mengaduh kecil, setelah itu menghembuskan napasnya. "Gausah, Sa." gumamnya nyaris tanpa suara.     

Namun namanya juga Nusa, ia memiliki ketulusan hati untuk membujuk Bian supaya bisa menjemput Moli saat ini.     

"Emangnya dia gak bisa pulang sendiri? Hujan kah? Badai? Atau gimana?"     

"Ih Bian jadi cowok kok gak peka? Ya ampun, kasian itu Moli. Bukannya perlakuin cewek kamu kayak selayaknya pacar, seenggaknya kalian kan PDKT-an."     

"Terus gue harus kayak gimana nih? Jemput dia gitu? Sekarang? Gue baru banget sampai rumah,"     

Tuh kan, Nusa jadi kesal dengan Bian. Ia dengan kepalanya yang pening menahan agar tidak mengomel terlalu sadis dengan Bian. "Masih nanya lagi kamu harus gimana?"     

"Iya kan gue—"     

"Iya lah jemput sekarang!" seru Nusa yang memotong perkataan Bian yang belum terselesaikan.     

Moli sih hanya duduk manis menyaksikan dan mendengarkan dengan seksama, dalam hati pun tidak dapat di pungkiri kalau ia juga ingin pulang bersama dengan Bian, ya sayangnya sih ego seperti menguasai sebagian hatinya untuk sekarang.     

Nusa memberikan aba-aba kepada Moli seolah-olah menyuruh cewek tersebut untuk merasa tenang-tenang saja walaupun di dalam hati Moli sebenarnya resah dan takut kalau Bian nantinya akan marah dengannya.     

"Oke-oke gue berangkat sekarang, suruh dia nunggu gue, Sa. Gue mau ganti baju dulu bentar biat keliatan agak keren,"     

"Bawel ngomong terus, kapan siap-siapnya?"     

"Iya ini mau siap-siap, thanks ya udah ngabarin. Gue gak bisa mandiri jadi cowok peka, Moli juga gak ngechat apa-apa malah lo yang langsung nelfon gue."     

Nusa tersenyum kecil, lalu menganggukkan kepala seolah-olah sang lawan bicara ada di hadapannya. "Oke, sama-sama. Di tunggu ya, bos." ucapnya sambil membenarkan letak genggaman ponsel di dalam tangannya.     

Pip     

Setelah itu, Nusa mematikan panggilan ponsel secara sepihak tanpa mendengar apa yang akan dikatakan Bian sebagai balasan dari apa yang dirinya ucapkan.     

Nusa menatap ke arah Moli dengan senyuman mengembang. "Udah kan, selesai permasalahannya? Kamu tinggal nunggu Bian di sini, abis itu sampai rumah dengan selamat deh lanjutin kegiatan belajar kamu." ucapnya.     

Mendengar itu, Moli mengulas senyuman kecil di permukaan wajahnya. Ia iri dengan Nusa yang bisa begitu mudahnya bergaul dengan orang, apalagi orang tersebut adalah Bian yang bernotabene cowok yang tengah dekat dengannya. Namun, bukan kah aneh ya kalau ia merasa iri dengan Nusa sedangkan dirinya-lah yang berhasil mendapatkan cowok yang menjadi permasalahannya.     

"Ya udah, makasih banyak ya. Kalau gak berkat kamu, mungkin aku lebih milih naik kendaraan online daripada harus menghubungi dia."     

"Iya sama-sama, kan kita temen udah kewajiban aku buat membantu kamu."     

"Sekarang kita sama-sama nunggu pacar. Aku nunggu El, dan kamu nunggu Bian."     

Nusa menyandarkan punggung di kepala sofa sambil kembali melihat layar ponsel untuk membalas semua pesan dari El yang ia lewatkan sejak beristirahat dan menonton Drama Korea tadi saat bersama dengan Moli.     

Sedangkan Moli? Ia terdiam dengan berjuta pikiran.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.