Elbara : Melts The Coldest Heart

Penasaran dengan Kehidupan Moli



Penasaran dengan Kehidupan Moli

0Bian menatap cewek yang kini berada di hadapannya dengan sebelah alis yang terangkat, pasalnya tidak ada kata-kata basa-basi yang diucapkan cewek tersebut. Melainkan langsung mengusirnya untuk segera pulanh setelah mengatakan terima kasih.     
0

"Udah gitu doang? Biasanya mah orang-oeang nawarin mau mampir dulu atau gak, mau minum dulu atau gak."     

Mendengar apa yang dikatakan oleh Bian membuat Moli meringis, ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal karena merasa bodoh untuk saat ini. "Oh kamu mau masuk? Biasanya gak mau, langsung pulang gitu aja." balasnya sambil menampilkan senyuman yang justru keliatan konyol.     

"Itu mah lo yang seolah-olah gue gak boleh masuk ke rumah lo, padahal ngobrol juga mah gue ayo."     

"Bukannya kayak begitu, Bian. Tapi kan aku masih ada tugas, perlu di kerjain. Kalau kamu mampir ke rumah aku, sama aja dong kamu diem-diem aja disana? Mending langsung pulang,"     

Kawasan perumahan Moli termasuk ke perumahan besar yang bertetanggaan namun kemungkinan beberapa tak saling kenal, maksudnya pekarangan khusus untuk orang-orang sibuk yang hanya memiliki waktu untuk kehidupan jika di bandingkan dengan bersosialisasi.     

Bian menghembuskan napasnya. "Emangnya itu alesan lo gak basa-basi ke gue apa gimana nih?" tanyanya sambil menatap Moli dengan sorot mata yang cekatan.     

Ia sudah berdandan rapi, belum lagi terlihat wajahnya yang cukup tampan ini seperti sudah siap kencan dengan kekasihnya. Tapi, baru saja bertemu beberapa menit namun langsung diusir seolah kehadirannta memang sangat tidak penting.     

Moli mengerucutkan bibir, setelah itu menganggukkan kepala dan berjalan ke arah gerbang untuk membukanya sedikit lebar supaya motor besar Bian bisa masuk. "Ya udah deh ya, sini masuk. Tapi jangan ngeluh bosen karena aku cuekin, ya?"     

Bian tersenyum, menganggukkan kepala setelah itu kembali memakai helmnya agar tidak menghalangi. Mulai melajukan motor untuk masuk ke halaman rumah, membiarkan Moli kembali menutup dan menggembok gerbang.     

Setelah itu, Moli berjalan dengan pelan menelusuri halaman depan rumah yang cukup luas. Sampai pada akhirnya, langkah kakinya kini berhenti tepat di samping Bian yang sudah berdiri di depan pintu utama rumahnya sambil menentenghelm.     

"Helm mahal, ya?"     

"Enggak, murah. Yang mahal tuh punya El,"     

"Ya udah kalau gak mahal, tinggal aja di atas motor tuh gak ada yang ambil."     

"Gak ah, gimana kalau nanti cuaca tiba-tiba berubah jadi mendung? Kan gak ada yang tau,"     

"Iya deh."     

Bian melihat Moli yang menurunkan tas dari punggung dan membuka resleting tempat kecil di tas, terlihat kunci rumah. "Lo sendirian? Kok rumah di kunci?" tanyanya, yah akhirnya ia malah menjadi cowok yang terlihat kepo.     

Mendengar itu, Moli menganggukkan kepala. "Tapi ya sebenernya sih gak sendirian banget kok, di dalem ada ART juga tapi emang di kunci untuk keamanan rumah." balasnya yang menjawab pertanyaan cowok yang kini berada di sampingnya.     

"Nyokap bokap kerja?" tanya Bian, ia seolah ingin tau apa saja dan siapa saja yang berada di dalam hidup cewek yang saat ini berada di sampingnya.     

Bersamaan dengan apa yang ditanyakan oleh Bian, pintu utama rumahnya pun terbuka. "Ayo masuk dulu, nanti ngobrolnya di dalem aja gak enak malah ngobrol di depan pintu."     

Akhirnya, mereka berdua mulai memasuki Rumah. Tidak lupa membuka sepatu dan kaos kaki, meletakkannya di rak sepatu.     

"Ayo masuk."     

Moli seperti pemandu jalan dengan Bian yang mengekor, ia membawa cowok itu untuk lebih memasuki rumahnya dan sampai pada akhirnya mereka sudah berada di ruang tamu.     

"Ya udah ya, kamu di sini dulu. Aku mau ganti baju, ambil buku yang ada tugas rumah, sambil ngambilin kamu minum."     

"Oke, gue tunggu disini ya. Boleh duduk, kan? Apa gimana nih?"     

Mendengar itu, Moli terkekeh kecil. Pertanyaan Bian sangatlah lucu, maksudnya, apa duduk saja perlu izin seperti itu. "Silahkan duduk aja, Bian. Masa aku tidak membolehkan kamu duduk sih? Kan aneh," ucapnya sambil terkekeh kecil.     

Bian hanya terkekeh, lalu mendaratkan bokongnya di atas sofa yang empuk lalu melihat Moli yang berjalan langsung meninggalkan dirinya sendiri.     

Ia melihat berbagai foto pajangan yang ada di ruang tamu, terlihat lengkap. Namun, ia bisa membaca suasana rumah ini yang sangat sepi. Sepi bukan dalam artian yang biasa saja, namun sepi yang artiannya hampa.     

"Bisa ya ada cewek yang ambis sama pelajaran?"     

Bian belum tau saja kalau semua hidup Moli telah di atur dari A-Z, segalanya. Cewek itu telah melakukan yang terbaik dari semasa taman kanak-kanak, bahkan berbagai macam piala dan medali terpajang dengan jelas di dinding ruang tamu. Sungguh, prestasinya banyak, namun telah mengorbankan banyak hal untuk sampai di titik yang sejauh ini.     

Bian yang sekarang sungguh-sungguh mendekati Moli, bahkan tidak ada pikiran untuk main-main dengan cewek itu. Apalagi, Moli yang seolah menyembunyikan hidup dari dirinya membuat ia merasakan penasaran yang berkali-kali lipat seolah ingin mengetahui semua hal tentang dia.     

"Bian sebentar ya!" Teriak Moli yang arah sumber suaranya terdengar berasal dari lantai dua.     

"Iya." Bian menjawabnya dengan nada bicara biasa saja, tidak peduli apakah Moli bisa mendengarnya atau tidak karena ia tidak mungkin ikut teriak di rumah orang lain, itu tidak sopan.     

"Permisi, mas ganteng."     

Mendengar ada seseorang yang seperti mengajak bicara pun menjadikan Bian menolehkan kepala ke sumber suara dan melihat ada seorang wanita paruh baya yang saat ini sudah berada di seberangnya sambil menyusun gelas dan roti bakar ke meja hadapannya.     

Melihat itu, Bian menjadi menaikkan sebelah alisnya. "Itu siapa yang minta roti bakar, Bi?" tanyanya.     

Bibi ART pun tersenyum sambil kembali memeluk nampan yang ia pegang. "Itu Mas, punya Mas. Tadi katanya Non buatin Mas ganteng makanan, maaf ya ini makanan yang paling cepet di buat untuk mengganjal perut. Nanti Bibi masak—"     

"Gak usah Bi, malah saya ngerepotin banget. Ini aja udah cukup mengenyangkan kok."     

"Gak apa-apa, Mas. Bibi malah seneng kalau ada tamu yang berkunjung, ini pertama kalinya Non bawa temen ke rumah selama ini."     

"Maksudnya 'selama ini' itu apa ya, Bi?"     

"Iya, selama tujuh belas tahun ini, Non Moli gak pernah bawa temen ke rumah. Katanya sih dia banyak tugas, gak punya waktu buat berteman."     

Menurut Bian, apa yang dilakukan Moli kepada pelajaran sama seperti apa yang dilakukan Priska kepada El, obsesi.     

"Oh ya udah Bi, saya juga serius kok gak usah buatin makanan lagi. Saya janji nanti kalau laper, biar bilang ke Moli."     

"Oke Mas, Bibi tinggal ke belakang dulu ya masih ada kerjaan."     

Bian menganggukkan kepala sambil melihat kepergian Bibi ART yang tak memperkenalkan nama kepadanya.     

"Ih gue harus tau kehidupan Moli."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.